2. Don't talk to me about your last date!

186 19 5
                                    

🎧 Focus by NIKI

-----------------------

No guys, I swear! He's not emotionally unavailable, he's just traumatized

"Dia lagi?"

Anne tersenyum sambil melambaikan tangannya melihat siapa yang datang dengan mobil mercy di depan club yang baru saja ia kunjungi bersama teman-temanya. Telinganya masih mendengarkan temannya mengomel meski fokusnya sudah terpecah pada sosok di dalam mobil itu.

"Sampai kapan kamu mau jadi badutnya?"

Anne terkekeh geli. Ia mendorong pelan badan Grace, teman semasa SMA-nya yang juga mengenal akrab siapa sosok di balik mobil hitam itu. Grace adalah temannya yang menjadi saksi betapa gilanya dia pada Nathan, laki-laki yang jadi pusat dunia selama ini. Selain itu, Grace adalah orang paling sadar berapa bodohnya Anne.

"Kamu masih mencintainya sejak hari itu? Kamu ini memang dungu atau sengaja tidak mau tahu?"

Waktu itu, mereka masih tujuh belas tahun. Anne baru saja mendapatkan kejutan ulang tahun dari teman-temannya. Datang Nathan dengan sebuah kue berhiaskan lilin berbentuk angka satu dan tujuh. Suara tepuk tangan dari teman-temannya semakin riuh saat Nathan mencium pipi Anne, sesaat setelah Anne meniup lilinnya.

Sayangnya, senyum Anne dan beberapa teman Anne yang menyadari situasi itu tak bertahan lama. Muncul satu orang gadis dengan rambut blonde dan bermata biru dari balik pintu. Ada sebuah kado yang berukuran cukup besar sedang ia peluk. Gadis itu terseyum, menghampiri Anne dan memberi sebuah pelukan.

Anne masih mencoba tersenyum. Ia menerima kadonya dan meletakkannya asal di atas meja ruang tamunya. Anne sedikit terkejut karena tak menyangka bahwa gadis itu akan datang. Apa lagi karena Nathan yang sengaja mengajaknya.

"Selamat ulang tahun, Anne."

"Terimakasih, Jane."

Anne melirik Nathan. Sesungguhnya ia ingin sekali mencabik-cabik wajah itu. Bagaimana bisa Nathan mengacaukan acara kejutan ulang tahunnya itu dengan membawa Jane, gadis yang jelas-jelas Nathan sukai sejak dulu. Padahal Anne mengira jika Nathan tahu soal perasaannya.

Jane adalah kakak kelas mereka di SMA. Gadis itu memang cukup populer dan cukup pas untuk bersanding dengan Nathan yang sudah mulai dikenal sebagai pesepak bola profesional di sekolahnya. Sayangnya, Anne tahu jika Jane tidak benar-benar menyukai Nathan. Ia hanya memanfaatkan kepopuleran Nathan untuk mendongkrak namanya.

Hadiah ulang tahun ke tujuh belas yang ia idam-idamkan lebur bersamaan langkah Nathan yang beriringan pergi bersama Jane. Anne pikir jika hari ini akan jadi hari di mana Nathan akan memintanya untuk jadi kekasihnya, ternyata tidak.

Salahnya sendiri memang, tidak seharusnya ia mengaharapkan sesuatu yang tidak pasti. Lagi pula Nathan memang tak pernah sekalipun terang-terangan menunjukkan sikap yang menjelaskan bahwa laki-laki itu menaruh perasaan padanya. Sepertinya Anne hanya besar kepala karena perlakuan Nathan.

Grace adalah saksi yang tahu betapa kencangnya Anne menangis setelah kepergian dia sejoli itu. Grace bahkan masih ingat betapa hancurnya Anne melihat Nathan merangkul pinggang Jane saat mereka berjalan menjauh membelakangi mereka. Kalau diingatkan lagi, Anne sebenarnya malu tapi apa daya, ia tetap tak bisa meninggalkan Nathan sejak saat itu hingga sekarang.

"Cukup tahu kalau kamu ini memang bodoh," Grace mencibir Anne yang hanya mampu menertawakan dirinya sendiri.

"Tapi dia juga selalu datang padaku, Grace. Bukan kah itu tanda kalau dia memang punya ketertarikan padaku?" Anne mengelap sudut matanya yang berair.

BACKBURNER Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang