6.Kain putih

310 22 1
                                    

"ALETA".

Hendra segera menghampiri Ara dan memeluknya dengan erat sambil memeriksa pergelangan tangan Ara yang mengeluarkan darah.Kini mata Hendra beralih pada Aleta yang hanya menundukkan kepalanya.

"KAMU APAKAN PUTRI SAYA",sentak Hendra pada Aleta.Ia tidak memikirkan perasaan gadis itu saat ini.

"Aleta enggak ngelakuin hal buruk pada Ara ayah,tangan Ara cuman tergores".

"Tapi ini berdarah sayang,pasti sakit. Iya?,terus kenapa kamu nangis.kamu di sakitin sama ini anak?".

Tanpa aba-aba Ara mengambil tangan Aleta dan memperlihatkan nya pada Hendra.

"Lalu apakah tidak sakit dengan luka-luka yang Aleta miliki.Memar,bengkak,bahkan belum lagi yang ada di tangan satunya.Luka Ara enggak sebanding dengan Luka yang di miliki Aleta,yang di dapatkan dari ayah.Ayah sangat hawatir jika Ara mengeluarkan air mata.Tapi,apa ayah hawatir dengan Aleta jika mengeluarkan air mata".

Hendra hanya menatap Ara,ia tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Apa ayah pernah menanyakan sesakit apa luka-luka Aleta,Adek juga punya Luka yang ada pada dalam dirinya.Bahkan mendengar keluh kesah Adek ajah Ayah enggak pernah".

Hendra beralih memegang tangan Aleta yang tadinya di pegang Ara.

"Liat,karna ulah kamu anak saya berani melawan", Hendra mencengkram tangan Aleta.

"Udah ayah,Aleta kesakitan",ujar Ara.

Karna mendengar keributan bi Lira segera pergi ke kamar Aleta.Dan kedatangan nya membuat mereka menoleh padanya.Bi Lira menghampiri Ara.

"Sini saya obatin non".

"Tidak usah,biar saya saja yang mengobati anak saya sendiri".

Hendra menghempas tangan Aleta begitu kasar.Lalu menghampiri Ara dan membawa Ara keluar dari situ, sebelum benar-benar tidak terlihat Ara sempat menoleh ke Arah Aleta.Aleta yang di liat hanya menggelengkan kepalanya,dan tersenyum seolah ia tidak kenapa napa.

"Bibi ambilin air hangat ya buat non", Aleta hanya mengangguk.

Setelah bi Lira keluar,Aleta berdiri di depan cerbin.

"perasaan Aleta salah terus di mata ayah".

Lalu Aleta memegang matanya sendiri.

"Mata ini yang buat luka ayah enggak sembuh-sembuh,mata ini juga yang selalu mengingat kan ayah pada bunda".

Aleta berjalan ke arah lemari mengambil kain putih yang tidak terlalu panjang.Lalu ia memakainya sebentar dan melepaskan nya kembali.

"Kain ini bisa bantu Aleta liat wajah ayah,dan ayah enggak  akan nunduk lagi.Ayah juga bakal enggak manglingin wajah lagi.walau pun Aleta enggak liat ayah dengan jelas,setidaknya bisa natap Ayah dengan mata tertutup.Dari kecil Aleta enggak pernah liat ayah natap mata Aleta dengan lekat".

Suara pintu terbuka membuat Aleta menoleh,Dan itu adalah bi Lira yang membawa baskom kecil yang berisi air hangat serta handuk kecil.Bi Lira meletakkan nya di meja depan sofa.

"Sini non bibi bantuin kompres tangan non".

"Enggak usah bi,Aleta bisa sendiri.Bibi lanjut ajah pekerjaan yang lain".

Bi Lira hanya mematuhi perintah Aleta.Setelah bi Lira keluar,Aleta duduk di sofa dan beralih memeras Handuk kecil yang telah ia rendam di air hangat.Aleta mengompres pergelangan tangan nya dengan sangat telaten.

                            🦋🦋🦋

"Udah ayah obatin,sekarang kamu tidur.Ini udah malam".

"Ayah".

"Kenapa sayang".

"Semoga luka ayah cepat sembuh,Aleta butuh ayah.Kasian Aleta yah.Aleta belum sempat dapat peran bunda,masa enggak dapat juga peran ayah di hidupnya".

"Udah,kamu jangan bicara lagi.cepat tidur",Hendra menyelimuti Ara dan mengecup kening Ara.

"Selamat tidur putri ayah",setelah itu Hendra keluar dari kamar Ara dan mematikan lampu yang berada di kamar putrinya itu.

                             🦋🦋🦋

Setelah Aleta selesai mengompres tangannya ia berjalan ke arah kasur untuk segera tidur.Tetapi pergerakan nya terhenti saat Hendra membuka pintu Aleta.Aleta yang melihat Hendra segera mengambil kain tadi lalu mengikat kannya di kepalanya,yang membuat matanya tertutup.

"Kenapa ay----".

Suara Aleta terganti dengan suara ringisan.Karna Hendra menarik rambutnya dengan sangat kencang.

"Kamu mau cari belas kasihan kepada putri saya".

"Akss...".

"Kamu mau mencuci otak Ara agar ia membantah kepada saya",Hendra semakin memperkuat tarikan nya di rambut Aleta.

"Apa salah,Aleta bercerita kepada kakak",ujarnya dengan menahan rasa  yang teramat nyeri di kepalanya.

"Ya salah,kamu yang tidak pernah bercerita kepada kakak mu dari kecil kenapa tiba-tiba bercerita",Aleta memang baru kali ini bercerita kepada sang kakak tentang semua yang ia pendam.

"Aleta udah enggak sanggup ayah.Jadi,Aleta cerita sedikit sama kakak".

"Kenapa kamu tutupi mata kamu dengan kain? ".

"Biar kalau ayah enggak sengaja liat mata Aleta,ayah enggak inget bunda lagi",Aleta sudah tidak kuat dengan sakit yang ada di kepalanya.Akar-akar di kepalanya rasanya tertarik begitu kencang.

"Kenapa enggak dari dulu ajah kamu nutupin mata kamu".

"Tolong Lepas ayah,ini sakit hikss.. "

BUGH......

BUGH......

Hendra membenturkan kepala Aleta ke dinding sebanyak dua kali hingga membuat sang empuh merintih kesakitan dan mengeluarkan darah.

"Jika saya tau kamu bercerita lagi kepada Anak saya.Kamu akan tau akibatnya",Hendra melepaskan tangannya dari rambut Aleta,lalu keluar dari kamar gadis itu.

Aleta membuka kain itu,dan duduk bersimpuh di atas lantai yang dingin karna tidak kuasa dengan sakit yang ada di kepalanya.

"Luka di tangan Aleta ajah belum sembuh,ini ada lagi luka baru.Hufff. "

Aleta memandangi kain yang ia pegang.

"Kenapa enggak dari dulu sih Aleta dapat cara kayak gini",ujar nya,lalu Aleta mendongak melihat langit-langit kamarnya.

"Aleta senang bun,akhirnya ayah bisa natap Aleta walaupun mata Aleta tertutup kain",ia tersenyum dengan menggenggam kain yang ia pegang.

                            🦋🦋🦋

HAI TEMAN-TEMAN JANGAN LUPA KOMEN YA, BIAR AKU TAMBAH SEMANGAT LANJUTINNYA......:)

DAN JANGAN LUPA SHARE BIAR YANG BACA TAMBAH BANYAK,DAN DI VOTE JUGA.

JANGAN LUPA TINGGALIN JEJAK. MAKASIH UDAH MAU BACA.. :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 21 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Tak Membenci Takdir (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang