"Sayang, nanti pulang bareng kan?" tanya Kavi. Sambil memarkirkan motornya di samping warung teteh.
Memang sudah biasa Kavi menitipkan motornya disana, alasannya sudah pasti supaya lebih cepat. Sebab jika di parkiran sekolah sudah pasti lama untuk keluar.
Pukul 7.30 Wib mereka sampai di sekolah. Sebenarnya Masih banyak waktu untuk mereka berdua. Namun, mereka memilih untuk sampai di sekolah lebih awal.
"Loh! Bukannya kamu ada basket hari ini?" Tanya Nala sambil melepas helmnya.
Sesekali Kavi memang sering ikut bermain basket dengan teman-temannya, itupun kalau hari itu dia tidak ada acara saja.
Hari ini pun sebenarnya Kavi ingin membatalkan janjinya bermain basket, namun Nala mengingatkannya untuk selalu menepati janjinya.
"Ya gampang, aku antar kamu dulu baru latihan" jawab Kavi.
Kavi sengaja memarkir motornya di bawah pohon rindang supaya tidak terkena terik matahari, takut sang gadis kepanasan saat memboncengnya.
*dijalan menuju kelas*
"Naaallllaaaa" suara teriakan yg bahkan dari ujung lorong sekolahpun sudah terdengar.
Ya, siapa lagi kalau bukan Elya. Sahabat Nala satu-satunya itu sudah berdiri di depan pintu dengan tatapan tajamnya.
Berbeda dengan Elya, Nala justru berjalan menghampiri sahabatnya itu dengan senyum lebarnya.
Menampilkan gigi putihnya dengan tangan yang melambai, seolah tidak takut dengan tatapan Elya.
"Apasih sahabatku tersayang ini pagi-pagi dah teriak aja, duduk dulu sini" ajak Nala sambil menarik tangan Elya
"Lo emang bener-bener ya Nal, gak ada angin, gak ada hujan tiba-tiba bikin gua syok" ujar Elya dengan kesalnya
"Ehh jangan marah-marah buuu, maaf deh maaf nih gue ceritain" Nala mencoba mencairkan suasana
"Gue jadian sama kavi" kata Nala dengan suara pelan
Nala memelankan nada suaranya meskipun keadaan kelas masih sepi.
"Sue luh, jadian tiba-tiba banget. Mana gak ada cerita apa-apa ke gue. Lu gak anggep gue? Ko bisa lu jadiam secepet itu" cecar Elya penasaran
"Ceritanya panjang, lu diem-diem ya jangan nyebar dulu pliss. Biar ngalir aja" bujuk Nala
"Lu gak takut Nal, kalo orang-orang tau nanti pasti lu kena omong. Lu tau kan Kavi banyak yg suka. Lu pasti banyak musuhnya" Jawab Elya dengan wajah paniknya
Elya khawatir hubungan sahabatnya ini akan jadi bumerang. Dia takut sahabatnya punya banyak musuh.
"Gue juga takut sebenernya, cuma Kavi janji mau jaga gue El. Lu percaya kan?" ujar Nala meyakinkan sahabatnya.
"Gue bingung Nal, gue takut Kavi cuma mainin lu doang. Ya tapi semoga aja lu selalu di lindungi. Apapun yg bikin sahabat gue seneng, pasti gue dukung" Jawab Elya dengan senyum seolah menenangkan Nala.
.
.
.*kkrrrrrriiiiinggggggg
Bel pulang berbunyi, Nala sengaja pulang paling akhir karna ingin menemui Kavi di Warung teteh.
Ketika sampai disana, Nala memandang kesekitar namun tak menemukan sosok Kavi.
Hanya ada satu laki-laki yang duduk diatas motor milik Kavi."Eemm.. maaf, kamu temannya Kavi?" Tanya Nala.
"Oh.. Nala ya? Gue Feri temennya Kavi" jawab Feri sambil berdiri.
"Kavi nya mana? Ko gak ada? Apa dia langsung ke lapangan basket?" Tanya Nala lagi dengan wajah sedikit bingung.
"Eh iya, gue sengaja nunggu lo buat bilang kalo Kavi langsung basket, dia nyuruh gue buat anter lo. Jadi lo pulang sama gue aja ya" ajak Feri sambil menaiki motor Kavi
"Ko Kavi gak hubungin gue? Ehmm Gak usah deh, gue naik angkot aja" tolak Nala
Sejujurnya Nala sangat kecewa sebab tadi pagi Kavi sendiri yang bilang akan mengantarnya pulang meski Nala sendiri yang menyuruhnya lanjut basket saja.
"Eh jangan, nanti Kavi ngamuk ke gue. Dia sensi kalo urusan cewenya" ujar Feri
"Gue pengen sendiri, nanti biar gue yg bilang sama Kavi" Nala tetap kekeh menolak ajakan Feri.
"Yaudah deh. Hati-hati ya Nal. Lu harus banyak sabar deh, Kavi bakal sering ngegampangin soalnya" kata Feri membuat Nala semakin kecewa
"Oke. Thanks ya" jawab Nala kemudia pergi meninggalkan Feri.
Rasa kecewanya tak bisa ditahan, sepanjang jalan Nala hanya bisa menangis.
Sebenarnya ia tak akan marah bila Kavi langsung bermain basket. Hanya saja tadi dia sudah di janjikan, dan Kavi tidak langsung memberitahunya sendiri."Pak berhenti di depan situ ya" ujar Nala
"Gue gak boleh kelihatan abis nangis di depan bunda" gumam Nala lirih sambil melangkah menuju kursi taman.
Nala memilih duduk di taman sebelum pulang kerumahnya, hanya untuk menetralkan pikiran dan hatinya agar tidak terbawa kesal sampai dirumah.
Ia meluapkan kekesalannya dengan diam sendirian. Memejamkan mata dan berusaha menenangkan dirinya sambil mengatur Nafas.
Tak terasa airmatanya menetes dengan sendirinya. Ya, Nala memang terlalu perasa.
Namun ia slalu mengolah perasaannya sendiri dan menyimpannya dari orang lain."Nal, kenapa disini"
Nala langsung membuka mata dan menatap sosok yang ada dihadapannya.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.HALO GUYSSS..
Maaf banget baru up lagi.
Ternyata waktu kerja padet banget sekarang..
Tapi semoga cerita ini tetep bisa terselesaikan ya..
KAMU SEDANG MEMBACA
SAPTA
Teen FictionTerkadang mencintai tidak harus saling memiliki. Namun, jika semesta mendukung apakah itu menjadi hal yang tabu?