||PSM 30||

1.8K 82 6
                                    

“Allah itu Maha Adil, ketika sesuatu hilang dari kita. Maka Dia (Allah) menggantikannya dengan yang lebih istimewa.”

Asyana Viola Ganlades

Semalaman Adam tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia terpaksa mengungsi di tempat tidur kedua putranya, dikarenakan Asya yang terus mengamuk jika ia masih berada di kamarnya. Bahkan Asya mengancam Adam tidak akan keluar dari toilet, sebelum Adam menyembunyikan batang hidungnya.

“Miris sekali,” pikir Adam, mencoba memejamkan kedua matanya kembali.

Adam sempat tidur sejenak, tapi tidak lama lagi ia kembali mengingat Asya. Pikiran Adam berpusat kepada Asya. Nama Asya seakan-akan berputar mengelilingi isi kepalanya.

Seperti tidak ada ruang untuk memikirkan pekerjaan, bisnis, atau besok mau buat makanan menu apa?

Lantunan istighfar kembali Adam lafalkan setelah sekian lama memikirkan istrinya. Setelah hatinya sudah mulai tenang, Adam pun beranjak dari kasurnya, menengok ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 01:55

Itu artinya Adam hanya tidur satu jam saja? Tidak apa. Meski begitu ia bisa melaksanakan shalat sunnah tahajud seperti biasa yang sering ia lakukan.

Kakinya melangkah ke arah toilet, berniat untuk mengambil air wudhu. Lalu ia menunaikan ibadah shalat sunnah dua rokaat, dengan khidmat.

Lantas, apa yang tengah dilakukan Asya sekarang? Wanita itu masih bolak-balik dari pintu toilet ke pintu kamarnya. Hal itu terus dilakukan sampai terbitnya fajar, kepalanya terasa berat, kakinya sudah sangat lemas, dan akhirnya ia pun terjatuh, pingsan dalam keadaan terlentang di tepi ranjang.

***

Adam terbangun dari tidurnya. “Astaghfirullah! Dasar ceroboh! Saya hampir melupakan jadwal meeting saya hari ini.”

Akibat terlalu lelah menunggu Asya, hingga ia tidak sadar jika dirinya terlelap usai melaksanakan shalat subuh di mesjid.

Adam bergegas memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu setelahnya ia turun dari tangga dengan langkah kaki tergesa-gesa. Sebelum itu ia mengecek kamar istrinya, namun sepertinya pintu wanita itu masih tertutup rapat.

Drrrtt... drrrtt...

“Assalamualaikum, Pak. Client Bapak sudah menunggu di ruangan. Bisakah Bapak cepat datang ke kantor sekarang?”

Reano yang merupakan sekertaris Adam memberitahu kepada atasannya. Tanpa mengecek kamar istrinya, ia segera turun. Menghiraukan perasaannya yang sedari tadi tidak tenang.

“Wa'alaikumsalam, saya segera berangkat ke kantor sekarang,” jawab Adam meredam rasa gelisahnya.

Berbarengan dengan langkah degap Adam kedua putranya memanggil serentak. “AYAH!”

Adam berbalik. “Astaghfirullah, saya hampir melupakan dua malaikat kecilku.”

“Kemari!”

“Ayah mau kemana? Buru-buru amat,” ujar Kaffa bersedekap dada.

“Ayah buru-buru mau meeting sayang. Tolong jaga Bunda sebentar ya, dzuhur nanti Ayah segera pulang. Ayah berangkat dulu ya, client Ayah sudah nunggu lama di kantor.”

Sontak saja kedua putranya itu menurut. Membiarkan Adam meninggalkan rumah dengan menenteng koper yang berisikan laptop beserta berkas-berkas perusahaan.

“Ayah kelihatan sibuk banget, ya?” tanya Kahfi memperhatikan.

Kaffa mengangguk menyetujui. “Iya, sampai gak inget buatin kita sarapan. Apa kita ke atas aja yuk, minta Bunda bikinin sarapan.”

“Ayok!” seru Kahfi bersemangat.

Ketika keduanya sudah berada di hadapan pintu kamar. Mereka mengetuk pintunya pelan, awalnya hanya satu atau duka ketukan. Tak kunjung mendapatkan respon, keduanya semakin gencar mengetuk pintu.

Dibarengi dengan teriakan memanggil kata, “Bunda!”

“Bunda!”

Tok!

Tok!

Tok!

Tidak mendapati sahutan dari dalam, Kaffa menghela napas panjang. Menoleh ke arah Adiknya. “Bunda gak ada di dalam kali, coba kamu yang ketuk.”

Bergantian, kini Kahfi yang mencoba mengetuk pintu. “Bunda!”

Sama halnya dengan sang Abang. Kahfi pun mendesah malas, keduanya saling pandang, sampai akhirnya terdengar suara ketukan pintu dari teras rumah.

“Ada tamu, Bang.”

“Bentar!”

Keduanya antusias turun dari tangga, menemui seseorang yang kini mengetuk pintu dari luar.

“Ummi!” pekik Kaffa ketika berhasil membuka pintu rumah.

“Kaffa, Kahfi. Bunda sama Ayah kamu ada?”

“Ayah udah berangkat ke kantor. Kalau Bunda gak tau,” jawab Kaffa membuat Laila mengernyitkan dahinya.

“Loh, kok gak tau?”

“Bunda masih di kamar atas, Ummi. Dari semalem belum keluar kamar.”

Laila mengerjap-ngerjapkan matanya kaget. “Astaghfirullah yang bener kamu?”

“Beneran loh. Masa kami bohong, tadi aja aku sama Kahfi mau minta buatin sarapan. Tapi pintunya dikunci, dipanggil-panggil Bunda gak nyahut.”

Laila merasa ada yang mengganjal. “Fitya, tunggu disini sama Kaffa dan Kahfi ya. Ummi mau cek kamar Bunda sebentar.”

“Ummi ikut!” rengek Fitya menarik-narik ujung baju Laila.

“Kamu tunggu disini sebentar. Ummi gak lama kok, cuma mau nemuin Bunda aja. Perasaan Ummi gak enak sayang.”

Fitya tiba-tiba menampilkan wajah cemberut. “Ummi...”

“Sebentar ya, Nak.”

Terpaksa Fitya menganggukan kepalanya. Membiarkan gadis kecilnya bermain dengan kedua putra kembar Adam, sedangkan dirinya bergegas menaiki tangga.

“Astaghfirullah! Beneran dikunci.”

“MBAK!”

“MBAK ASYA DI DALAM KAN?!”

Tidak ada sahutan dari dalam. Laila memanggil Pak Sodik untuk mendobrak pintu kamar Asya. Bukan apa-apa, tetapi mendengar kabar Asya tidak mau keluar kamar membuatnya curiga. Itu sebabnya Laila mengambil keputusan sepihak, tanpa meminta izin kepada Adam terlebih dahulu, ia berani menyuruh Satpamnya untuk membuka pintu kamar Asya yang kini terkunci rapat.

Brakh!

Pintu kamar Asya terbuka lebar, kedua orang yang berada di ambang pintu itu tercengang. “Astaghfirullah!”

“MBAK ASYA!”

NEXT?

Pejuang Sepertiga Malam [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang