Bab 17

279 24 0
                                    

“Mama tidak akan membiarkanmu tersiksa lagi, Sayang. Mama ingin kamu bisa merasakan kebahagiaan juga.”
-Elara Callista-

” -Elara Callista-

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

__________

“Kala? Kamu kenapa, Sayang?” tanyanya khawatir. Dia terkejut dengan penampilan anaknya yang kacau. Bajunya basah kuyup dan rambutnya acak-acakan. Ditambah lagi, sekarang belum waktunya jam pulang sekolah. Kekhawatiran meningkat dalam dirinya.

Kala hanya membisu. Dia tahu kalau dia tidak akan bisa mengelak lagi.

Elara mengecek kondisi Kala. Dia menyingkap kain yang menutupi tangan anaknya. “Luka apa ini?” Mata Elara terbelalak saat dia melihat luka sayatan di tangan anaknya. Tangannya gemetar saat dia mengamati luka itu. Perasaan cemas menyelimuti dirinya, sementara pertanyaan-pertanyaan memenuhi pikirannya. Bagaimana anaknya bisa mendapatkan luka seperti ini? Apakah dia baik-baik saja?

Kala buru-buru menarik tangannya. Dia menyembunyikan tangannya di belakang badannya.

Elara tidak bisa menahan amarahnya. Dia tidak ingin anaknya menderita. Masalah apa yang disembunyikan anaknya dari dirinya?

“Jawab mama Kalanie!” serunya. Setelah melihat ekspresi terkejut anaknya, dia tersadar. “Maaf, mama bukannya mau memarahi kamu. Mama khawatir sama kamu, Sayang. Apa yang terjadi di sekolah? Dan, kenapa kamu bisa mendapatkan luka seperti ini?” Elara melembutkan nada bicaranya.

Elara tidak bisa diam saja. Dia menyingkap kain yang menutupi kaki anaknya, dan lagi-lagi dia menemukan luka. “Luka memar? Siapa yang melukaimu seperti ini?”

“Itu ... Mama,” jawabnya takut-takut.

Jawaban Kala menusuk tepat di hatinya. Dia yang menyebabkan luka memar itu? Dia tidak ingat kapan melakukannya. Apakah saat itu emosinya tidak terkontrol lagi sampai melukai anaknya sendiri?

Kala seolah bisa membaca pikiran mamanya dari ekspresinya. Dia berkata, “Dua minggu yang lalu. Pas aku gagal mendapatkan juara satu di olimpiade sains.”

“Lalu, luka di tanganku,” Kala menelan ludahnya. “aku melakukan self harm.”

Elara merasa terguncang saat mendengar pengakuan Kala tentang penderitaannya. Rasanya seperti ada pukulan di dadanya. Hatinya berdenyut-denyut dengan rasa sakit melihat anaknya menghadapi masalah seperti ini.

Elara menundukkan pandangannya. Dia tidak berani menatap wajah anaknya. Dia merasa malu karena telah melukai anak sendiri. Perasaan bersalahnya makin membesar.

“Sejujurnya, pas Mama bilang Mama bakal berubah jadi Mama yang baik, aku gak percaya. Tapi ... Mama udah nunjukin ketulusan Mama ke aku dan Asha. Aku senang Mama gak menyakiti Asha lagi. Dan, setiap aku dengar Mama minta maaf, hati aku sakit. Aku memang mau dengar permintaan maaf itu dari mulut Mama sendiri, tapi,” Tangan Kala menelungkup wajah Elara, “aku gak bisa liat wajah bersalah Mama yang seakan-akan tersiksa sama sesuatu.”

The Mother's Epiphany [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang