📖 3. Pingsan

457 58 7
                                    

"Cuma sekali muncul, it's oke

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cuma sekali muncul, it's oke."

Rea memejamkan mata serasa mengingat alur dari novel itu. Bagai film, alur novel terlintas di pikirannya.

Sejak bangun di novel ini, Ia sudah mengingat semuanya. Mulai dari alur, latar serta pemeran dari cerita itu.

Sangat tidak bisa di percaya namun gimana lagi, semua sudah terjadi. Ia tidak yakin apakah bisa kembali ke dunianya atau tidak.

Mengingat alur novel ini, Rea jadi teringat kakeknya. Dia-lah yang memberikan buku ini kepada Rea.

Kezia menatap televisi di depannya dengan pandangan kosong. Air matanya perlahan turun.

"Lagi dan lagi."

Besok adalah hari spesial dirinya. Dimana, ia akan melaksanakan perpisahan sekolah menengah atas. Seharusnya ia senang tapi lagi dan lagi orang tuanya tidak bisa hadir dalam acara itu.

"Kerja lebih penting, ya? dari pada anaknya."

Kezia menekuk kedua lututnya kemudian menenggelamkan kepalanya di sela-sela kakinya.

Nafasnya semakin sesak. Air matanya tak kunjung berhenti. Pikirannya kacau. Tidak bisakah mereka meluangkan waktu untuk anak semata wayangnya. Sekali aja tidak bisa kah.

Kezia menangis dalam diam. Tidak ada siapapun yang peduli dengan dirinya bahkan orang tuanya sekali pun.

ceklek

"Loh, Zia kenapa?"

Suara itu membuat atensi Kezia teralihkan. Melihat siapa yang datang, segera Kezia memeluk erat orang di depannya.

"Kakek.." panggil Kezia dengan lirih.

Kakek mengelus punggung ringkih cucunya itu. "Enggak bisa, ya?"

Melihat tidak ada jawaban dari sang cucu, kakek menghela nafas pelan. Pasti tidak bisa lagi. Dasar anak durhaka, Ngelantarin anak sembarang. 'gua kutuk lo jadi batu baru tau rasa'.

“Apalagi alasannya, Zi?“

Kezia melepas pelukannya dan menatap sang  kakek dengan sendu. “Ada kerjaan di luar kota katanya penting, enggak bisa ditinggal.“

“Ya ampun, kasihan banget cucuku ini,” ucap kakek sembari mengelus surai sang cucu.

“Seperti biasa kakek yang akan datang buat gantiin mereka,” lanjutnya.

Kezia mengangguk. Ia beruntung masih mempunyai kakek yang peduli padanya. Kakek yang selalu ada. Kakek yang selalu menghibur dirinya saat sedih.

“Makasih, Kek.“ Kezia tersenyum manis. Kini sedihnya perlahan hilang. Ini semua berkat sang kakek.

“Nah, gitu senyum kan jadi makin cantik kamu.“

Trapped In The NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang