Fate

843 106 4
                                    

Hi...
Aku update tiap hari jum'at atau hari-hari tertentu.
Makasih buat yang nunggu dan vote+komen cerita ini♡

Sejak kecil, sudah tertanam pikiran kalau dirinya akan menjadi seorang alpha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kecil, sudah tertanam pikiran kalau dirinya akan menjadi seorang alpha. Begitu banyaknya harapan yang dibebankan dan tekanan anggota keluarga besar pada dirinya membuat Jay jadi ragu dalam hidupnya.

Penuh ketakutan dan kekhawatiran jika suatu hari yang terjadi bukan yang diinginkan oleh keluarga. Dia hidup untuk jadi boneka mereka, Jay paham betul. Dia hanya menurut karena dia ingin hidup.

"Omega?"

Jay tak tahu mengapa dewi bulan memberinya takdir demikian. Hidupnya yang sudah berantakan tambah berantakan ketika gender keduanya muncul.

Tatapan penuh kasih sayang dan bangga itu hilang... digantikan dengan tatapan jijik. Penuh kekecewaan.

Jay berdiri di sana, jadi pusat perhatian seluruh anggota keluarga besar. Kedua tangannya mengepal di belakang punggungnya, tatapan matanya bergetar. Jay amat takut pun rasanya ingin menangis.

"Tak seperti yang diharapkan. Memalukan."

Usai sederet kalimat yang menyakiti hati Jay, pria paruh baya berstatus ayahnya itu pergi begitu saja. Kala itu, Jay hanya bisa menatapnya dengan tatapan sendu dan dalam hati mengeluh. Tetapi suatu hari nanti, dia yakin dewi bulan akan balaskan semua rasa sakit hatinya.

Hari itu adalah hari dimana Jay menyadari, kalau semua orang hanya memanfaatkan dan menjadikannya alat. Ketika tahu Jay adalah omega, mereka berpaling. Meninggalkan Jay sendirian dan menatapnya seolah dia adalah makhluk paling hina.

Memangnya mengapa jika dia adalah seorang omega?

Dia menatap Ibunya, satu-satunya orang yang menetap di ruang tamu ketika semua orang memilih pergi dengan kekecewaan. Ibu hanya tersenyum membalas tatapannya. 

Dia juga seorang omega laki-laki, paham betul apa yang dirasakan Jay. Tangan kurusnya menarik Jay agar duduk di sofa, beberapa saat kemudian tangisnya tumpah.

Dia yang disebut-sebut orang paling kuat, akhirnya menangis juga. Memeluk sang ibu dan tumpahkan semua rasa yang dipendam sedari dulu. Kekesalan, kekecewaan, kesedihan dan amarah. 

Mengapa harus seperti ini takdirnya.

"Tidak apa-apa... semua akan baik-baik saja."

Bagaimana bisa jadi baik-baik saja, hidupnya hancur.. benar-benar hancur. Apa kata teman-temannya jika mereka tahu dia adalah seorang omega, satu-satunya omega dikeluarganya.

Tangisan penuh pesakitan Jay menyakiti hatinya sebagai seorang ibu, tetapi dia tak bisa melakukan apapun selain memeluknya dan bisikkan kata-kata penenang. Dia tak bisa melawan suaminya, apalagi keluarga besar. Sebagai omega, mereka hanya bisa menurut.

Jay memilih untuk tak memberitahu siapapun tentang gender keduanya, memakai parfum sebanyak mungkin agar aroma omega nya tak tercium

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jay memilih untuk tak memberitahu siapapun tentang gender keduanya, memakai parfum sebanyak mungkin agar aroma omega nya tak tercium.

Meski begitu, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga.

Heeseung yang pertama kali menyadarinya. Jay jadi pendiam, bahkan hampir tak pernah lagi mau berkumpul dengan mereka. Tatapan nya jadi kosong, dan dia menghindari sentuhan fisik. Jay makin hari makin kurus dan saat belajar pun dia jadi tak fokus.

Heeseung khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada temannya itu.

Jadi dia memutuskan untuk mengikuti Jay saat matkul mereka telah usai. Jay tak lagi pulang dijemput supir atau mengendarai motor kesayangannya, kala itu dia hanya berjalan menyusuri bahu jalan entah kemana tujuannya.

Bukan arah pulang menuju rumahnya, Heeseung tahu bagaimana seorang Jay selalu menutupi masalahnya dan tak pernah mau berbagi sedihnya. Dari caranya melangkah dan kecepatan langkahnya, Heeseung tahu dia sedang tak baik-baik saja.

"Berhenti mengikutiku!"

Jay tahu sedari awal Heeseung mengikutinya, dia tak sebodoh itu, dia hanya mencoba abai.

"Aku tidak--"

"Aku tahu dari tadi kamu mengikutiku! Apa masalahmu?"

Meski Jay memang pemarah, dia tak pernah membentak Heeseung seperti itu.

"Aku hanya khawatir padamu, satu minggu ini kamu terasa berbeda."

Matanya membulat sempurna, seketika panik memenuhi diri. Apa Heeseung tahu kalau dia omega? Mungkin dari perubahan fisik atau sikapnya.

"Apa maksudmu? Aku ya aku, tak ada yang berubah."

"Jay, aku tahu." Heeseung melangkah mendekatinya membuat Jay refleks mengambil langkah mundur.

"Kamu sedang dalam masalah? Jangan memendamnya sendiri, ayok berbagi."

Sore itu... mungkin akan jadi kali pertama Jay mau mengalah pada semesta. Membiarkan semuanya berjalan sesuai takdir. Tak lagi mampu menyangkal segala perasaan dan usahanya menutupi kekurangan dalam diri sia-sia.

Pada akhirnya, dia menceritakan pada Heeseung tentang alasan kegelisahannya selama ini. Tak ada respon yang berarti dari Heeseung, dia hanya mendengarkan dengan seksama dan sesekali mengelus pundaknya.

Saat cerita sedihnya telah usai, Heeseung memberinya sebuah pelukan. Pelukan tulus sebagai seorang teman.

"Tidak usah khawatir, lagipula apa salahnya menjadi omega? Itu sudah takdir dari dewi bulan."

Heeseung mengusap pipinya yang basah, pertama kali dia melihat sisi lemah temannya. Kemudian tersenyum teduh, membuat Jay luluh. Baru menyadari kalau temannya itu tampan dari jarak sedekat ini.

"Tapi aku takut..."

"Aku ada di sini, Jay. Aku akan menjagamu dari semua orang yang akan menyakitimu, termasuk keluargamu."

Pertama kali Jay menaruh kepercayaan pada orang lain, dan rasanya memalukan saat kini dirinya yang meminta dilindungi.

Dunia Milik Kita [WonJay]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang