Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jangan tanya bagaimana kondisi Jay saat ini. Satu minggu penuh digempur setelahnya satu minggu hanya bisa berbaring di ranjang seperti orang lumpuh.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kalau ditanya bagaimana perasaannya saat ini. Campur aduk. Tetapi perasaan malu lebih mendominasi. Tiap kali dia kembali teringat malam itu, pipinya selalu bersemu merah.
Lain lagi dengan Jungwon yang tampak biasa saja, bahkan wajahnya lebih sumringah dari sebelumnya. Dia sudah bekerja 3 hari yang lalu meski bekerjanya dari rumah, sementara Jay masih mengambil cuti. Beruntung atasannya bisa mengerti keadaannya meskipun gajinya harus dipotong setengah.
Saat Jay membuka mata, dia tak menemukan Jungwon di sisinya. Hanya ada dirinya di ranjang besar itu. Terbangun dan menemukan dirimu sendirian di ruangan besar itu sungguh tak nyaman. Jay kesal, pasti Jungwon sekarang berada di ruang kerjanya lagi.
Jungwon selalu bekerja dari pagi buta sampai larut malam, tak ada waktu untuk omeganya. Memang salahnya sendiri sih, dia cuti lebih dari seminggu tentu saja pekerjaannya jadi menumpuk.
"Lagian kamu kemana saja sampe cuti seminggu lebih?"
"Jay heat dan aku rut."
Ucapan singkat Jungwon membuat Sunghoon menyemburkan kopi yang baru saja masuk ke mulutnya disebrang sana. Sementara pelakunya malah santai saja sembari membaca berkas yang dikirimkan sepupunya itu.
"Seminggu lebih? Apa kabar dia?"
"Dia baik-"
"Alpha.."
Jungwon menoleh ke arah pintu, Jay berdiri di sana masih mengenakkan piyamanya sembari menggosok matanya yang terasa lengket. Ujung bibir Jungwon terangkat, tidak tahu mengapa Jay jadi lebih manis dari sebelumnya. Dia mendekat kemudian mendudukkan diri dipangkuan sang alpha.
Menutup matanya lagi hendak melanjutkan tidurnya di sana.
"Biasanya jam segini masih tidur."
"Kamu gak ada di kamar, aku panggilin gak muncul-muncul," ujarnya kesal dengan mata tertutup.
Jungwon mengelus punggungnya dan sesekali mengecup pipinya yang bulat itu. Mengabaikan sambungan telpon dengan Sunghoon yang masih terhubung.
"Kamu mau sarapan apa?" Tanya nya sembari kembali fokus membaca berkas yang dikirim Sunghoon. Kepalanya rasanya mau pecah sangking banyaknya pekerjaan yang harus dikerjakan.
Tak kunjung mendapat jawaban, Jungwon mengintip dan menemukan Jay malah kembali tertidur di pundaknya.
Terima kasih kepada Dewi Bulan yang telah menghadirkan Jay dalam hidupnya. Meski harus melewati beberap rintangan. Dulu kalau mau memeluk seperti ini susah, untuk menyentuh pun seolah dia adalah penyebar virus Jay selalu menjauh. Tetapi lihat saja, sekarang Jay yang selalu memulai sentuhan fisik.
Usahanya tak pernah sia-sia. Dia bahagia menikah dengan Jay, dan dia harap Jay juga selalu bahagia.
Jungwon sekali lagi tinggalkan kecupan singkat si pipinya sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Apa maksudmu?"
"Aku tidak tahu, mereka yang melihatnya. Aku hanya ditugaskan menyampaikan informasi ini kepadamu."
Jungwon memijat pelipisnya, dia berada di ruang tamu menjawab telpon dari sang asisten pribadi, Riki.
Sedari tadi dia tak tenang, terus bergerak acak sejak awal menerima telpon. Terus melirik ke arah pintu kamar berjaga-jaga jika Jay terbangun.
Seharusnya dia tahu lebih awal, perihal sang kesayangan yang masih menjadi incaran. Rumor tentang makhluk yang haus darah menyebar sampai ketelinga Jungwon, dan jangan sampai Jay menjadi korban.
Meski terdengar tak masuk akal. Jungwon juga tak tahu bagaimana makhluk seperti itu bisa masuk ke dunia para Werewolf. Bukankah dia sudah mati bertahun-tahun lalu ditangan Jungwon? Lalu mengapa para bawahannya mengatakan bahwa mereka melihat makhluk itu lagi.
Jungwon sebagai alpha dominan sekaligus pemimpin klan harus berjaga-jaga, jangan sampai dia yang disebut makhluk abadi masuk kedalam wilayahnya.
Yang terpenting adalah omeganya, Jay.
"Aku pikir dia kembali untuk omegamu."
"Kenapa juga si sialan itu harus menyukai omegaku."
"Mungkin karena kak Jay termasuk keturunan murni yang merupakan male-omega?"
Itu terdengar masuk akal. Jungwon menggeram kesal. Serigala Alpha dalam dirinya rasanya ingin muncul, sudah terbayang wajah menyebalkan milik orang itu dan rasanya Jungwon ingin mengoyak tubuhnya dan mengambil bola matanya agar dia tak bisa dengan lancang melihat omega Jungwon lagi.
"Kendalikan emosimu! Rasanya seperti aku yang ingin kau bunuh." Riki menggerutu disebrang sana. Mungkin saluran telpon juga bisa menyalurkan aura sehingga disebrang sana Riki bisa merasakan betapa marahnya sang alpha dalam diri Jungwon.
"Jangan biarkan kak Jay keluar saat malam hari, kalau bisa suruh dia berhenti bekerja saja."
"Ingin ku pun begitu! Tetapi omega itu masih keras kepala."
"Kenapa tidak kau beritahu saja kebenarannya? Agar dia mengerti."
"Dan membuatnya ketakutan seumur hidup karena tahu para bedebah itu mengincar dirinya?"
Untuk beberapa saat Jungwon tak mendengar suara apapun dari sebrang sana, dia berpikir dia yang menang dalam perdebatan ini. Dia pikir dia yang benar sudah menyembunyikan kebenaran dari Jay, tetapi kemudian suara Riki kembali terdengar.
"Daripada kau membuatnya kebingungan setengah mati dan pada akhirnya dia tahu dari mulut orang lain?"
Jungwon bungkam.
"Bayangkan betapa kecewanya dia saat mengetahui kebenaran yang kau sembunyikan. Perihal kamu yang nyatanya hanya mengambil manfaat dari dirinya, haha."
Tawanya terdengar mengejek di akhir.
"Kau tahu apa soal diriku? Aku benar-benar mencintai mateku."
"Tetapi jangan berbohong soal niat awal."
Jungwon mematikan telponnya sepihak kemudian mendudukkan diri di sofa. Kembali melirik pintu kamar yang nyatanya masih tertutup. Mencoba menenangkan diri dan berharap Jay belum terbangun.
Dia hanya takut... takut kalau dia akan kehilangan cintanya seperti dua tahun yang lalu. Perasaan itu terus menghantui semenjak hari itu.
Riki itu sok tahu, menurut Jungwon. Hanya dia dan Dewi bulan yang tahu isi hatinya.