Kehamilan Salsa

3.6K 277 2
                                    



Lian pulang membawa Varo yang masih berada pada gendongan punggungnya. Lian mendekat ke arah pintu utama, mengetuk pintu besar itu beberapa kali.

Ceklek

Pintu itu terbuka, menampilkan Salsa dengan mata sembabnya yang langsung berlari lebih mendekat pada tubuh Lian yang masih membawa tubuh Varo pada punggungnya.

"Anak bunda," lirih Salsa mengelus tangan Varo yang masih berada pada gendongan suaminya. Lian merendahkan tubuhnya, membantu sang putra turun dari gendongan pada punggungnya dengan mudah.

"Bunda," panggil Varo pelan dengan langkah mendekati sang bunda yang telah merentangkan tangannya, siap menerima pelukan dari sang putra.

"Bunda, maafin Varo." Lirih anak itu dalam pelukan Salsa. Salsa mengelus punggung Varo dengan pelan, disertai kecupan tipis yang Salsa berikan pada puncak kepala anak itu.

"Makan siang dulu yuk, bunda udah siapin makanan untuk Varo sama ayah." Ketiga manusia berjalan memasuki rumah dan berjalan menuju ruang makan.

Ketiga manusia itu makan dengan suasana hening, sudah menjadi peraturan yang Lian buat bahwa tak boleh ada yang membuka suara ketika mereka sedang makan. Seperti biasa, setelah memuji masakan Salsa dan membantu Salsa merapikan meja makan, Lian dan Varo akan berjalan menuju ruang keluarga untuk menunggu Salsa yang sedang mencuci piring.

"Ayah, kira kira bunda mau gak ya maafin Varo? Varo takut."

"Gausah takut, asal Varo mau minta maaf dan mengakui kesalahan Varo dengan sungguh sungguh, bunda pasti mau memaafkan. Asal, Varo juga gak akan mengulangi kesalahan itu lagi."

"Varo gak akan bikin bunda sedih lagi ayah, Varo gak mau bunda sedih karena Varo."

Tak lama Salsa datang membawa semangkuk puding coklat di tangannya.
"Puding coklat kesukaan Varo nih, bunda buatin tadi siang." Salsa duduk di sebelah Varo yang berada di posisi tengah antara ia dan sang suami.

"Puding coklat aja sayang? Puding mangga kesukaan akunya mana?" Protes Lian kala netranya tak menangkap adanya puding kesukaannya. Padahal biasanya istrinya itu selalu membuat dua rasa ketika membuat puding. Rasa coklat kesukaan Varo, dan rasa mangga kesukaan Lian.

"Yahh ayah, aku lupa. Besok ya, aku buatkan." Salsa menunjukkan raut menyesalnya karena sudah melupakan satu hal itu.

"Kamu mah gitu yang, kalo ada Varo akunya pasti di lupain. Aku pasti bakal selalu jadi yang nomor dua." Lian bersandar kesal pada sandaran sofa. Menekuk alisnya seakan pria itu benar benar tengah kesal. Melihat itu Salsa terkekeh, begitupun dengan Varo yang tersenyum tipis lalu melingkarkan tangan kecilnya pada tubuh sang ayah.

"Ayah gak usah sedih, kita makan puding coklatnya bareng bareng aja gimana? Besok puding mangganya kita makan berdua juga. Kita berbagi ayah, mau?" Varo mendongak, memperhatikan raut sang ayah yang badannya masih ia peluk erat.

"Mau, tapi ayah masih kesel sama bunda." Lian melirik Salsa dari sudut matanya. Wanita itu tampak menghela nafasnya dan berdiri untuk beralih duduk pada sisi Lian yang lainnya. Dipeluknya lengan kekar lelakinya dan bersandarlah kepala Salsa pada bahu sang suami.

"Maafin ya suami, besok aku janji bakal bikinin puding mangganya. Jangan ngambek gitu dong ganteng." Salsa membelai dagu berjanggut tipis milik lelaki itu.

"Aku gak bakal marah lagi tapi ada syaratnya." Ucap Lian yang masih berusaha stay cool.

"Apa?"

"Kiss semua muka aku terus peluk aku 15 menit."

"Hukuman dan syarat dari kamu selalu itu ih, kaya ga ada yang lain aja." Salsa menatap protes pada Lian.

SEJUTA HARAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang