Pendatang

3.1K 199 5
                                    


"Aku harap tak akan ada lagi keburukan yang singgah hanya untuk menghancurkan rumah tangga kita."

~ Sejuta Harap ~

***

Hari nampak masih begitu petang, namun sepasang manusia yang masih menggunakan pakaian sholatnya itu kini telah duduk mesra di balkon kamar menghadap ke taman depan rumah. Salsa menyandarkan tubuhnya pada bahu tegap sang suami, dengan tangan yang senantiasa digenggam erat oleh lelaki itu. Hangat, tidak ada suasana dingin pagi rasanya.
"Kak Lian, ayok bikin acara makan bareng. Besok aku masak banyak, kita undang para orangtua dan temen temen buat kabarin kehamilan aku."

"Boleh sayang, tapi bukan kamu yang masak. Kita catering aja ya."

"Ih gak mau, aku maunya masak sendiri aja."

"Kamu hamil loh, gak boleh kecapean. Mau, dedeknya kenapa napa?" Salsa menggeleng dalam sandaran itu. Lian tersenyum tipis merasakan pergerakan kepala wanita itu.

"Yaudah nurut, gak boleh cape cape."

"Tapi aku pengen bikin sesuatu."

"Kamu bikin minumannya aja nanti aku bantu. Oke?" Salsa mengangguk tanda setuju. Setelahnya kedua manusia itu kembali menikmati sejuknya udara pagi kala itu.

"Sa, rasanya aku masih gak nyangka kalo kita bakal sampe di titik ini. Mengingat awal mula perkenalan kita yang lewat perjodohan." Ucap Lian yang tiba tiba itu membuat Salsa mengecup tangan sang lelaki yang masih senantiasa menggenggamnya.

"Apalagi aku kak, aku kira setelah aku batalin perjodohan itu kaya kita bakal yaudah aja gitu. Aku kira bakal jadi ornag asing yang gak akan pernah ingat bahwa pernah terikat hubungan.  Tapi tanpa disangka, ada Varo yang tiba tiba jadi alasan kita untuk tetap saling berhubungan. Ya meskipun kadang aku sempet heran. Kok bisa habis aku batalin perjodohannya, kamu langsung minta balik ke aku? Padahal kan sebelumnya kamu kaya gak suka banget sama perjodohannya. Apalagi sama akunya, sumpah dulu kamu galak banget."

Ya, Salsa masih menerka kenapa setelah pembatalan itu, Lian terus menghubunginya dan memintanya untuk kembali menjalin hubungan. Bukankah harusnya lelaki itu senang dengan keputusannya kala itu?

"Gak tau ya sayang, setelah kamu kasih aku surat dan kembaliin cincin tunangan kita. Rasanya hati aku sakit banget, aku gak rela kamu lakuin itu. Awalnya aku kira itu cuma rasa ga terima aku sebagai seorang lelaki yang di putuskan secara tiba tiba tanpa komunikasi sebelumnya, berbulan bulan aku kejar kamu sambil meraba hati aku bahwa sebenernya tujuan aku ngejar kamu untuk balik lagi sama aku itu apa. Gak lama dari itu aku temuin jawabannya, jawaban bahwa Tuhan telah secepet itu balikin hati aku buat sayang sama kamu. Itulah kenapa aku langsung lebih berusaha buat bikin kamu balik lagi sama aku. Ya aku bersyukur dengan hubungan kita saat ini, meskipun adanya pernikahan ini, kamu merima aku karna urus warisan Varo." Mendengar kalimat akhir Lian, Salsa segera beranjak dari sandaran itu.

"Ih siapa bilang, aku beneran nerima kamu kok. Bukan cuma karena warisan Varo aja." Raut wanita itu nampak mengerut kesal. Sedang Lian terkekeh, merasa berhasil memancing amarah sang istri yang nampak begitu lucu di matanya.

"Becanda sayang," ditepuknya puncak kepala Salsa oleh Lian.

"Kak,"

"Iya?"

"Kok aku tiba tiba kepikiran Risa," Lian cukup terkesiap mendengar nama itu disebutkan oleh Salsa secara tiba tiba.

"Kenapa?"

"Gatau kepikiran aja," entahlah, sepertinya wanita hamil itu merasakan pertanda kurang baik di dalam hatinya. Atau mungkin itu hanyalah ilusi belaka yang tak Salsa ketahui datangnya darimana.

SEJUTA HARAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang