Chapter Four : Home

94 24 2
                                    

Matahari sudah tegelam, akhirnya (nama) berhasil kembali ke seoul tanpa terlewat suatu apapun.

Meskipun kepulanganya agak terhambat karena Daejong menyuruhnya tetap tinggal di busan.

Gadis itu menggunakan dress putih dengan renda, cuaca di busan cukup panas, namun di seoul berbeda membuat penampilan nya agak mencolok.

Dia berjalan dengan aura berbunga-bunga, menuju apartemen sederhana tempat Dokja tinggal.

Lorong apartemen yang sepi menemaninya, cukup menyeramkan tapi (nama) sudah terbiasa,Mengingat masa remaja yang ia habiskan untuk membuntuti Dokja.

Ah, jika di ingat itu sangat memalukan, gadis itu tersenyum malu saat mengingat masa muda nya.

"Dia pasti terkejut aku datang" (nama) bergumam, memasukan kode apartemen Dokja.

Pemandangan suram terlihat begitu ia memasuki ruangan apartemen, Padahal baru satu minggu tapi keadaan apartemen ini seperti sudah di tinggalkan selama berbulan-bulan.

(Nama) menghela nafas, dia meletakan koper dan tas nya di meja lalu memulai kegitan bersih-bersih dadakanya.

Waktu berlalu begitu cepat, pekerjaan dadakan itu juga telah selesai.

Menyisakan insan muda yang terpengkur menunggu dengan suram.

Pukul enam sore, dia sudah membuat hidangan sederhana dari bahan baku yang tersisa di kulkas seorang kim dokja.

Namun tak kunjung mendapati lelaki itu pulang, (nama) mulai merasa sedih.

"Apa dia lembur" (nama) bergumam pelan, menatap ponselnya ragu apakah ia harus menghubungi nya atau tidak.

"Jika aku menelpon nanti kejutanya gagal" ia cemberut.

Jari lentik itu memainkan ponselnya, menggulir layar yang memampilkan gambar karakter dari serial weebton, Maniknya melirik pintu dengan gusar.

Sungguh, apa seharusnya (nama) memberitahu Dokja jika ia pulang? Sebab lelaki itu sangat gila dengan pekerjaan nya itu.

Oh, bukan. Dokja tidak menyukai pekerjaannya.

Gadis itu lebih muram lagi.

Gadis itu membaringkan tubuhnya di sofa, rasa lelah sehabis perjalanan dan membereskan rumah membuatnya mengantuk.

Terlebih perasaan nya yang terlanjur di telan kecewa.

Ia menutup matanya, mencoba melupakan perasaan nya yang entah kenapa terasa berat. Mungkin dia sedikit kelelahan?

(Nama) terlelap begitu nyenyak, begitu damai meski air mata menetes tanpa izin di ujung mata.

Pukul sepuluh lebih dua puluh menit, terdengar suara seseorang mencoba masuk ke apartemen.

Pintu terbuka menampilkan sosok Kim Dokja dengan wajah lelahnya yang merasa bingung melihat keadaan apartemen nya yang berbeda dari yang ia tinggalkan.

Lampu-lampu bersinar, makanan di meja makan lalu manik Dokja melirik flat shoes tergeletak begitu saja di dekat rak.

Sudut bibir Dokja terangkat.

Dia tersenyum lebar dan bergegas melepas sepatunya dan berlari mencari sosok yang di rindukannya.

Lelaki itu berjalan menuju kamarnya, tetapi ia menoleh menemukan seorang gadis bersurai legam terlelap di sofanya.

Dengan langkah pelan, Dokja mendekat mendudukan dirinya agar bisa melihat wajah terlelap (nama).

Tanganya terulur mengusap pipi bersemu milik si gadis.

"Kejutan yang manis, terimakasih sudah kembali (nama)" suara Dokja terdengar halus, seperti berbisik.

Seolah tak ingin membuat (nama) terbangun, tetapi gadis itu merasa terusik dengan gerakan halus di pipinya.

Manik-maniknya mulai bergerak, terbuka pelan menampilkan kelerang legam nan indah miliknya.

"Dokja" (nama) memanggilnya dengan halus.

Dokja tersenyum manis.

"Maaf aku pulang terlambat (nama), kamu pasti menunggu sangat lama" kata Dokja sambil mengelus rambut (nama).

Gadis itu mengangguk suram, "kamu lama sekali, Makanannya jadi dingin" jawab si gadis.

Dokja terus mengusap kepala (nama) lembut, seolah itu adalah hal yang paling ia sukai.

"Aku minta maaf, Tetapi aku senang kamu di sini" Ujar Dokja dengan halus.

Wajah lelaki itu terlihat tulus, membuat si gadis tak tega marah lama-lama padanya.

"Kamu belum makan malam" gadis itu mencoba bangun dan duduk, Dokja senantiasa memperhatikanya dengan tenang.

"Iya, Mau menemaniku?" Ujarnya dengan nada main-main.

(Nama) melotot, Lalu dia tertawa geli.

Entah kenapa perasaan berat menghilang begitu saja terlebih saat melihat wajah Dokja.

Kedua nya berjalan menuju meja makan.

Dokja menghangatkan makanan yang dingin sementara (nama) menyiapkan peralatan makan mereka.

Suasana terasa ringan, Seperti tahun-tahun yang lalu.

Dulu (nama) juga pernah merasa sedih saat di tinggal Dokja untuk wajib militer, Perasaan berat yang sama seperti hari ini dan obatnya hanyalah lelaki itu.

(Nama) menatap Dokja yang menceritakan kesehariannya selama seminggu di tinggal pergi oleh (nama).

Suara yang terdengar mengebu-gebu dan ekspresi yang bersemangat ini hanya bisa dilihat (nama) seorang.

Bagaimana (nama) tidak menyukai lelaki sepertinya?



To be continue

Saviour (Kim Dokja)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang