Chapter Seven : Separated II

84 22 9
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"isn't this real?"

.

.
.
.

Kim Dokja tergugu.

Ia tidak tau harus merasa bahagia atau malah tertekan saat novel yang sangat di sukainya menabrak realita. Di depan matanya, bak efek film paling canggih sekalipun tidak bisa menipu seorang pembaca.

Keributan mulai terjadi dimana-mana dalam sekejap setelah skenario pertama aktif, baru beberapa detik sesaat buntalan putih sosok Dokkaebi menghilang.

"Dokja" suara seorang gadis membuat Dokja kembali ke kenyataan. Matanya menjadi sangat tidak fokus setelah mendapati panggilan dari (nama).

Gadis itu, (nama) apa dia baik-baik saja? Dia bisa mengatasinya kan? Ia menjadi tak yakin atas pertanyaan di batinnya.

Fokusnya terpecah, kejadian di depan mata terlihat seperti ilusi saat dia memikirkan apa saja yang bisa terjadi pada (nama). Gadis itu berteriak, suaranya penuh kengerian masih terdengar jelas di telinganya.

"Aku seharusnya pulang" dia bergumam pelan, sementara di depannya orang-orang mulai bertanya-tanya dengan apa yang terjadi.

Mereka lambat memahami situasi, oh apakah (nama) dapat beradaptasi dengan semua ini? Bagaimana gadis itu? Apa dia bisa mengatasi skenario pertama?

Kim Dokja tidak bisa berhenti cemas sampai suara Yoo Sanga, Rekan kerjanya itu memanggilnya dengan cemas.

Dokkaebi itu kembali muncul, dengan ekspresi marah dia memangkas waktu sebelum memunculkan adegan acak di layar biru.

[Biar ku perlihatkan apa yang akan terjadi jika kalian tidak melakukan apapun dalam lima menit]

Perkataannya yang main-main membuat para mata di sana memperhatikan adegan pembunuhan disalah satu sekolah menengah.

Mayat terlihat berserakan diantara seorang siswi yang mencekik siswi lainnya hingga tewas.

Kim Dokja mengenal Siswi itu. Dia sangat mengenalnya.

Mata yang terlihat sangat dalam, dengan binar kenakalan yang selalu Dokja baca di kalimat web novel. Dokja merasa aneh.

[Oh, dan satu lagi orang beruntung]

Dokkaebi itu menujukan tayangan lain, sebuah tempat yang begitu familiar untuk Kim dokja.

Manik nya melebar sesaat tayangan itu menunjukkan gadisnya tak berdaya, hampir mati di hujam senjata.

"(Nama)!" Pucat, kim dokja berteriak panik saat orang itu berhasil mengapai (nama), menghunuskan pisau berlumuran darah.

"Dokja?" Sanggah tidak bisa tidak terkejut merasakan kepanikan luar biasa dari rekan kerjanya yang biasanya terlihat tenang ini.

Saviour (Kim Dokja)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang