Chapter Five : Apocalypse

101 23 7
                                    

"Then i lost you at day, i wait for"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Then i lost you at day, i wait for"
.

.

.

Jangan lupa klik tombol vote ya!

Happy reading!
.
.

Hubungan apa yang terikat antara dua insan ini? Sepasang kekasih? Keduanya bahkan tidak terlibat dalam hubungan yang jelas seperti itu.

Mereka selalu berkata tegas, mereka adalah sahabat. Namun dalam masing-masing hati, terikat dalam perasaan yang tak mampu di suarakan.

Sang Pria begitu mencintai dengan segala ketulusannya, bersikap lembut dan hati-hati seolah jika ia bersikap egois sedikit saja sang gadis akan menghilang selamanya dalam hidupnya.

Sementara sang gadis, mencintainya.
Mencintai pada setiap kalimat yang dia baca dalam novel, pada setiap kesakitan sang Pria.
Ia tak ingin pria itu merasakan sakit, maka biarlah dia seorang yang mengantikan nya.

Meski ketakutan merayap ke hati, rasa Cinta dan kasih sayang untuknya terlalu besar.

Maka biarlah (nama) disini, meski tak banyak meredakan luka, dia akan tetap di sisi sang pembaca.

Hati adalah tempat paling misterius, mungkin begitulah adanya, dua insan yang saling mencinta tak mampu sedikitpun bersuara karena terlalu takut.

Takut kehilangan satu sama lain.

Wajah lugu nan manis itu bernafas pelan, rambutnya jatuh kesisi lain wajah, membuat Dokja gemas sendiri.

Pada akhirnya, meski tahun tahun berlalu ia tak memiliki keberanian untuk mengatakannya.

"(Nama)" Dia memanggil lembut.

Gadis itu nampak terganggu, namun enggan terbangun dari tidurnya. Ia merapatkan selimutnya.

Tawa geli terdengar lembut, Dokja mengusap kepala gadis itu dengan gemas.

"Aku harus pergi kerja, maaf aku tak bisa menemanimu" kata Dokja lagi.

Ada nada tak rela saat Dokja mengatakan hal itu, tentu dia pun ingin tetap tinggal dan menemani sahabatnya.

Leguhan terdengar pelan, "kamu pergi?" Suara serak khas orang bangun tidur terdengar.

Netra mereka bertemu, "yah, kau tau kan" ucap Dokja.

(Nama) mendengus, "aku tau" katanya sambil menyembunyikan wajahnya di bantal.

"Aku akan pulang cepat, bangun lah aku sudah menyiapkan sarapan" Dokja bangun, menarik selimut yang di pengang erat oleh si gadis.

Gerutuan terdengar, meski begitu (nama) tetap mengekori Dokja menuju ruang tengah.
Sebelum itu si gadis pergi untuk cuci muka dan gosok gigi.

Saviour (Kim Dokja)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang