Bab 9. Srenchenogu's Quarter Power

1 0 0
                                    

Tanpa disadari, cacing itu memakan dua ksatria dalam sekali lahap. Sedangkan sisanya kompak menghindar. Memang tidak bisa dihindari kemampuan Srenchenogu telah dikeluarkan, hanya seperempatnya. Dan itu mengejutkan bagi Syarif selaku menganalisa kemampuannya.

Bagi Homi, kemampuan Srenchenogu terletak pada Forbidden Book yang dia terima. Bereksperimen dan menghasilkan sesuatu yang menakjubkan. Di mana aura hitam pekatnya mulai berkembang di sekelilingnya.

"Ras Mind Flayers sekuat itu kah?" tanya Jonathan lantaran tidak begitu mengenal ras itu.

"Sejujurnya, aku tidak bisa menjawabnya. Karena kekuatannya terlalu OP."

Kedua alis Syarif dan Jonathan terangkat secara spontanitas. Sementara itu, Srenchenogu memperhatikan cacing itu bernada datar. Para ksatria Templar berusaha melawannya. Tetapi tubuhnya dilapisi energi sihir berwarna hitam. Mengakibatkan serangan fisik mengalami pemantulan. Bunyi-bunyi tiap pedang diayunkan, akan terpental ke belakang. Serta asap hitam memasuki tiap orang yang menyerangnya. Asap itu masuk ke lubang hidung, merasukinya dalam waktu singkat. Seketika, Srenchenogu menghampiri ksatria Templar yang kerasukan. Tangan kanan ditadahkan di atas kepalanya. Lalu menyerap semua darah hingga jasadnya mengering alias proses pengawetan pada sebuah mayat. Para ksatria Templar hanya mampu melongo.

Cacing yang dipilih Srenchenogu adalah Myzostomida. Myzostomid yang khas memiliki bentuk pipih dan bulat, dengan ujung tipis ditarik keluar menjadi rambut halus yang memancar yang disebut cirri. Permukaan punggung halus, dengan lima pasang sirip di permukaan bawah. Terdiri dari rambut halus berupa pendukung dan pengait. Yang mana cacing jenis Myzostomid menempel pada inangnya. Di luar itu, ada empat pasang organ sering disebut pengisap. Organ-organ ini mungkin bersifat sensorik, dan sebanding dengan organ-organ indera lateral sejenis Capitellidae. Pembukaan mulut dan kloaka umumnya berada di ujung berlawanan dari permukaan bawah. Yang pertama mengarah ke organ bagian atas tenggorokan yang berbentuk seperti tabung panjang yang menonjol.

Sebuah kerongkongan terbuka ke ruang usus yang luas dengan usus besar bercabang. Tampaknya tidak ada sistem pembuluh darah pada Myzostomid. Sistem saraf terdiri dari saraf circumoesophageal, dengan otak yang hampir tidak berdiferensiasi pastinya. Otot dorsoventral dan parapodial banyak berkembang, sedangkan coelom sebagian besar berkurang menjadi ruang bercabang di mana genital mulai matang.

Kedua mata salah satu ksatria berubah memerah. Pupil kuning dengan urat nadi semakin menegang. Syarif menoleh pemandangan menegangkan. Sedangkan Daniel masih dalam keadaan terpuruk.

Akhirnya, Syarif menghampiri Daniel, menggendongnya karena kasihan. Jonathan sibuk menyantap hidangan, mengawasi gerak-gerik tiap musuh menghadang.

Jemari-jemarinya menyentuh bagian atas pada topinya, memperhatikan peta digital pada smartphone miliknya. Membuka web browser berupa cacing yang dibangkitkan oleh Srenchenogu. Tidak ketinggalan, menunggu notifikasi sebuah pesan dari aplikasi Whatsapp.

Semakin lama, gerakan mulutnya berubah. Ribuan gigi mulai menampak. Baik lapisan pertama maupun ke dua juga melakukan hal sama secara otomatis.

"Jangan takut! Ini hanyalah cacing berukuran besar! Aku yakin makhluk itu pasti punya kelemahan!" teriak salah satu ksatria Templar.

Namun reaksi yang didapat berupa cekikikan. Mendengarkan celotehan tidak berguna membuat Srenchenogu hanya menggelengkan kepala sembari bersikap kasihan pada mereka.

"Apanya yang lucu iblis?" sembur salah satu dari ksatria Templar.

"Iblis? Aku bukanlah iblis, kau tahu? Dan juga, cacing yang kutemukan dan dibesarkan itu memiliki kemampuan unik lho."

Namun Srenchenogu bersikap cuek. Langkah pertama dan kedua berjalan menemui para ksatria Templar. Melepaskan segala aura intimidasi ke mereka. Tentakel-tentakelnya menggeliat pada dagunya.

"Myzo ... habisi mereka ..."

"Jangan! Jangan! Hentikan!"

Jeritn demi jeritan melolong di area makannya. Untung tidak ada orang sedang menyantap hidangan ayam terkecuali Jonathan dan Homi. Sedangkan kedua tangan Tamara gemetaran. Baru pertama merasakan kematian sesungguhnya. Beberapa anggota badan tercerai-berai. Akibat seekor cacing memakan hidup-hidup. Cairan darah berceceran di sana. Orang normal biasanya tidak mampu menahan rasa mualnya, dan memuntahkan segala isinya. Termasuk Tamara yang memalingkan wajah cantiknya. Tidak tahan dengan pembantaian yang dilakukan monster panggilan Srenchenogu. Anehnya, Syarif terus makan tanpa henti. Menyisakan tulang-belulang.

"Homi, sebaiknya kita harus segera berangkat."

"Kau yakin, Jonathan? Ada hal lain yang perlu disampaikan pada Syarif?" tanya Homi padanya.

Namun, pria bertopi itu menggelengkan kepala pelan. Merasa diskusi dengan pria itu sudah cukup. Apalagi, Syarif sudah mencapai kata sepakat dengan Jonathan. Bagi dia, itu membuatnya puas.

Homi dan Jonathan beranjak dari kursinya, berjalan melewati sisa-sisa tubuhnya. Melewati cacing di sampingnya. Pecahan kaca atau atap langit berjatuhan. Baik Srenchenogu maupun Tamara berhasil mengamankan mereka. Meninggalkan Syarif dan Daniel di meja makan.

Daniel mendengkur keras akibat sihir tidur sebelumnya. Mau tidak mau, Syarif menggotongnya. Lirikan mata tertuju pada langit yang mana lampu akan jatuh. Kabel-kabelnya berusaha menahan sekuat tenaga. Berayun-ayun ke arah Syarif.

Dalam lubuk hati Syarif, beliau ingin menghabisi Jenderal Kusuma. Tetapi kata Jonathan, belum saatnya membunuh mereka. Jika dipikir-pikir, Syarif memikirkan kondisi Nuraini yang masih hamil. Belum termasuk kedua anaknya yang manja terhadapnya dan Daniel.

Tidak ada waktu untuk memikirkan itu. Aku harus tuntaskan semuanya, batin Syarif. Yang dimaksud tuntaskan semuanya berupa menghabisi para anggota Pemuda Pancasila sampai tidak tersisa sedikit pun.

Senjata sniper rifle telah disarungkan. Bersiap untuk menembak kapan saja. Tinggal menunggu waktu dan target yang dipilih.

Sorotan mata berhenti di tengah jalan, bersamaan dengan langkah kedua kakinya. Syarif menggendong Daniel. Helaan napas berhembus dari mulut beliau. Bergumam sembari memikirkan rencana selanjutnya.

~o0o~

Cipratan darah merembes pada permukaan derasnya air. Jasad tergeletak dekat bebatuan. Sosok wanita dalam keadaan telanjang bulat, menunjukkan lubang pada bagian perut dan kepalanya. Matanya terbelalak kaget. Rambut panjang hingga bagian belakang dipenuhi genangan air bercampur darah.

Selain itu, tiga anak laki-laki mengalami tragedi serupa dengan wanita. Bedanya, kondisi mereka dalam keadaan sekarat. Anggota gerak mereka berusaha menggapai sesuatu. Entah batu, langit atau lainnya. Sebelum menghembuskan napas terakhir.

Namun pada akhirnya mereka meregang nyawa begitu saja. Senjata berupa pistol dibersihkan dengan kain lap, menghilangkan bekas sidik jari. Menggantinya dengan sidik jari milik wanita telanjang tersebut.

Sepatu boot dikenakan. Darahnya dibasuh supaya terlihat bersih. Pria itu mengenakan seragam Pemuda Pancasila, penasaran dengan situasi di kota.

Kaki kanan diangkat terlebih dahulu, berjalan melewati mayat korban di sekelilingnya. Kacamata dipasang, memasang ekspresi serius.

Sebuah jentikan jari ke belakang, memunculkan sebuah spirit berelemen air. Awalnya hanya mengelus-elus kondisi pucat tiap mayat. Lama kelamaan, permukaan air itu berubah menjadi monster. Dalam sekejap, spirit air mengunyahnya hingga menyisakan tulang belulang. Senyuman terpancar dari raut wajah pria itu.

"Tuanku, apakah anda berkeinginan menemui Jenderal Kusuma?"

Anggukan kepala dari pertanyaan dilontarkan spirit air. Pria itu membetulkan topi baretnya. Menjatuhkan simbol yang selama ini digunakan. Berbentuk singa emas pada sapu tangan bagian kanan. Sebuah tulisan berupa Sungai Bengawan Solo telah ternodai.

Syarif's Side StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang