Forbidden Forest

71 11 0
                                    


Happy Reading!

°
°
°

Derap langkah kaki tujuh remaja lelaki yang saling beradu terdengar di atas tanah bumi yang luas, dan dibawah langit yang cuacanya kini cukup cerah. Mereka telah berjalan cukup lama untuk mencapai tempat tujuan mereka, yang dipimpin oleh Duri.

"Apakah masih jauh?" Tanya Ice. Ia merasa kakinya terasa lemas dan seolah mati rasa. Ia berjalan paling belakang karena langkahnya yang mulai melambat sejak beberapa menit terakhir.

Semua menoleh ke belakang, melihat Ice yang sudah kelelahan dengan langkah gontai. "Semangat lah sedikit. Cepat sekali Kau lelah," Blaze memundurkan langkahnya untuk berjalan tepat di samping Ice.

"Kita sudah jauh perjalanan, tahu!"

"Tapi ini masih belum terlalu jauh dibanding awal kita ke Kerajaan Thund. Bahkan Kau tidak terlihat lelah saat itu," Ice memutar bola matanya mendengar ledekan Blaze yang membandingkan dirinya dengan yang dulu dan sekarang.

Taufan terkekeh kecil sebelum kembali menghadapkan kepalanya ke depan sembari terus berjalan. "Entah mengapa perjalanan ini seolah tak asing bagiku. Padahal yang terlihat di sini hanya tanah luas," Taufan melihat kanan dan kiri.

"Benarkah?" Tanya Duri berbalik lalu berjalan mundur guna melihat semua teman-temannya. Dan itu langsung diangguki oleh Taufan.

Gempa menatap ke langit yang menghangatkan kulitnya. "Tapi bersyukurlah cuacanya cukup cerah," semua mengangguk setuju pada Gempa, kecuali Ice.

"Tetap saja... ini melelahkan,"

Solar melambatkan langkahnya yang berjarak beberapa langkah di depan Ice. "Kau saja yang selalu tidur setiap hari. Jadinya Kau mudah lelah," sindir Solar terang-terangan setelah langkahnya sejajar dengan Ice dan kembarannya.

Ice mendengus dan merentangkan kedua tangannya hingga Blaze dan Solar yang berada di sampingnya terhuyung. Setelah melakukan hal yang membuat dua temannya jengkel, Ice mempercepat  langkahnya hingga sekarang tepat di belakang Duri yang menyengir menghadapnya.

"Itu?" Halilintar menunjuk menggunakan jari telunjuknya ke arah belakang Duri, yang langsung mengikuti arah tunjuk jarinya itu.

"Iya, itu!" Duri mengangguk dan membalikkan badannya. Semua menatap hutan yang sudah mulai terlihat di pandangan mata mereka. Membuat Blaze dan Taufan bersemangat hingga berlari mendekati hutan itu.

"Tunggu!" Duri hendak menggapai salah satu bahu Blaze dan Taufan yang berlari melewatinya, namun gagal. "Blaze! Taufan!"

Duri yang terlihat panik, mempercepat langkahnya untuk mengejar dua teman sejolinya yang hampir tiba tepat di perbatasan tanah yang mereka pijak sekarang, dengan hutan yang hendak mereka masuki.

Halilintar, Gempa, Ice dan Solar yang melihat kepanikan Duri secara refleks menyusul mengejar. Saat semakin dekat dengan hutan, keempat manusia itu menyadari alasan kepanikan Duri.

"Ini... hutan terlarang Roflie?" Mereka saling menatap satu sama lain, sebelum ikut panik dan lebih mempercepat langkah kaki mereka.

Sedangkan dua manusia itu hanya terus berlari tanpa mendengarkan teriakan teman-temannya. Hingga tepat di perbatasan, Blaze dan Taufan menghentikan langkahnya,  lalu saling memandang. "Masukkk!!"

"Tunggu!!"

Tepat lima langkah kaki mereka masuk ke dalam Hutan Roflie yang dikenal terlarang itu, sejumlah akar di pohon bergerak seperti ular menggelantung. Mereka bangun dari ketenangan, merasa terancam dan menatap Blaze dan Taufan seolah mereka adalah mangsa yang akan dijadikan santapan lezat.

Duri melambatkan langkahnya saat melihat akar-akar itu semakin banyak menyadari kehadiran dua temannya itu. Sedangkan mereka menatap akar-akar liar itu dengan cemas dan panik.

"Susah senang bersama, apapun yang terjadi," Solar menepuk bahu Duri ketika ia dan tiga elemental lainnya masuk melangkahkan kaki ke hutan itu. Duri mengusap kasar wajahnya sebelum ikut berlari bersama mereka, menghampiri Blaze dan Taufan.

"Makanya jangan gegabah!" Bentak Solar selaku yang paling pintar diantara yang lain, dan tentunya mengetahui kenapa Hutan Roflie disebut sebagai hutan terlarang. Kini mereka membentuk posisi melingkar kala sampai di tempat Blaze dan Taufan berdiri, lalu meneliti pergerakan akar-akar gantung yang mulai memanjang ke arah mereka.

"Total waktu 20 detik,"

"Apa maksudmu, Solar?!" Tanya Blaze semakin panik.

"Ah, maaf. Maksudku setelah diperhatikan baik-baik, pergerak–"

"Intinya saja!" Halilintar menekankan kata-katanya dengan tegas, namun ada campuran cemas dalam nada suaranya.

"Intinya...." Mereka menelan ludah geram karena Solar menggantung kalimatnya. Padahal, akar-akar itu semakin dekat untuk meraih mereka.

Solar menyadari kecemasan teman-temannya. Namun, ia diam karena menyadari hal lain. Matanya menatap gesit setiap akar yang memanjang menyentuh tanah di depannya. Lalu tangannya—

"Lari!" —meraih asal tangan salah satu temannya yang mampu ia tangkap, dan menariknya bersamanya untuk lari terlebih dahulu.

Mendengar itu, tentu mereka menuruti perkataan Solar dan ikut berlari di belakangnya dan Ice.

"Kenapa lari?" Tanya Taufan yang telah sejajar dengan Solar, dengan kaki tak menyentuh tanah.

Solar dan Ice menoleh pada asal suara, lalu menatap kaki Taufan. "Sialan!" Taufan mengerjap mendengar umpatan Solar.

"Terbangkan kami juga!" Jengkel Solar melihat Taufan yang tak kunjung mengerti.

"O-oh, baiklah!" Taufan mengeluarkan angin dari jari-jarinya, yang langsung mengarah dan menerbangkan teman-temannya sepertinya. "Kalian bebas mengendalikan pergerakannya,"

Mereka menghela nafas lega dan mengangguk setelah mengambang di udara. Taufan semakin mengangkat kekuatannya sehingga mereka semakin tinggi di udara, menyaingi tinggi pohon-pohon di hutan itu. Lalu mereka melesat terbang ke depan.

"Tunjukkan arahnya, Duri,"

Duri mengangguk dan memposisikan dirinya paling depan di udara.

"Aagghh!"

Semua menoleh pada sumber suara, seketika membelalakkan matanya kala melihat sebuah akar mampu menangkap kaki Blaze.

"Blaze!" Ice merendahkan dirinya di udara, lalu mengulurkan tangannya pada Blaze yang berusaha agar tak tertarik ke bawah dengan bantuan anginnya Taufan. Tepat saat Blaze meraih tangannya, Ice menggunakan tangannya yang bebas untuk membekukan akar yang melilit kaki temannya itu. Dan tanpa pikir panjang Gempa menggunakan kakinya sekuat tenaga menendang akar yang telah beku itu, hingga Blaze terbebas dan tertarik kembali sejajar dengan Ice karena pegangan mereka.

"Ugh... dingin," gumam Blaze seraya mengusap kakinya dengan tangan kiri. Ice mendengus mendengar itu dan melepas kasar pegangannya, membuat Blaze sedikit kehilangan keseimbangan sebelum Taufan menahan kekuataannya pada Blaze.

"Kurasa kita harus cepat pergi," imbuh Solar yang langsung diangguki oleh semua, sebelum mereka kembali bergerak dan mengikuti Duri.

Setelah beberapa menit, mereka tak lagi melihat akar gantung yang berusaha meraih mereka yang di udara. Kini mereka mengagumi pemandangan hutan dari atas. Walau Hutan Roflie adalah hutan terlarang, namun ternyata tetap indah jika dilihat dari atas. Ditambah semilir angin yang menenangkan menerpa wajah mereka, membuat rambut para elemental itu bergoyang mengikuti irama angin.

"Apakah kita masih ja–"

Brak!


☘︎☘︎☘︎

Bagaimana dengan chapter kali ini? Hehe, semoga suka. Mohon maaf jika ada kesalahan penulisan atau pun tanda baca. Jika ingin menandai kesalahan itu, bisa di komentar, ya. Terimakasih ᥫ᭡

US AND THE KINGDOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang