2

44 9 6
                                    

Syukurlah tak ada cedera berat yang Shira alami, namun lebam di wajahnya cukup menarik perhatian. Begitu pula dengan pria berkacamata itu, luka di sudut bibirnya juga cukup parah.

Setelah dari klinik, sebagai saksi mereka berdua duduk berdampingan memberi keterangan di kantor polisi yang berada tak jauh dari klinik.

Untuk keperluan administrasi, polisi memvalidasi nama lengkap mereka.

"Kanda Nindyo Samudera."

Oh, Kanda adalah nama sebenarnya.

"Ashira Harum Demira."

Pria itu langsung menoleh pada Shira. Ekspresinya rada terkejut.

"Kalian sama-sama dari Indonesia?" tanya petugas kepolisian.

Keduanya mengangguk. "Ya, benar."

"Apakah kalian pasangan?"

"Oh, bukan!" jawab Shira dan pria bernama Kanda itu nyaris bersamaan.

"Saya kebetulan lewat melihat nona ini sedang menahan pelaku menyakiti korban. Bahkan dia juga ikut terluka."

"Syukurnya Kanda-ssi datang dan membantu saya," timpal Shira.

Usai memberi kesaksian, mereka duduk dengan canggung menunggu bus di halte dekat kantor polisi.

"Anda orang Indonesia?" tanya pria berkaca mata itu.

Shira mengangguk kikuk. "Iya."

Pria itu terlihat lega, kemudian mengulurkan tangan. "Saya Dyo."

Kanda Nindyo Samudera.

Shira membalas jabat tangan itu. "Ashira."

Mereka tersenyum lagi. Keheningan kembali melanda.

"Itu bisnya."

Dyo mempersilakan Shira untuk naik bis lebih dulu. Kemudian mereka duduk bersisian di bagian paling belakang.

"Hmm, makasih tadi sudah membantu, Mas Dyo."

"Bukan apa-apa, Mbak." Dyo tersenyum kemudian mengernyit prihatin melihat biru keunguan di wajah Shira. "Mbak yang berani banget malah sampai lebam begitu."

Shira meringis. "Keliatan banget, Mas?"

"Iya," ujar Dyo jujur. "Mau pake topi saya?"

Dyo menawarkan topinya pada Shira.

"Makasih, Mas."

Dyo tersenyum tipis.

Shira mengenakan topi baseball milik Dyo sambil sesekali mencuri-curi pandang pada Dyo yang sibuk dengan ponselnya. Dyo ini wajahnya kalau sedang diam terlihat begitu dingin dan datar.

Syukurnya Shira sudah pernah melihat senyum ramah Dyo. Meski begitu, tentu saja adanya jarak masih sangat terasa karena mereka asing satu sama lain.

"Mbak Shira di sini lagi kuliah atau gimana? Udah berapa lama di sini?"

"Baru hampir dua bulan. Aku ikut akademi dance, Mas."

"Dance? Kamu dancer? Keren banget!" puji Dyo. Shira jadi salah tingkah rasanya.

"Hehe iya, Mas. Kalau masnya gimana? Kuliah apa kerja?"

"Aku kerja, udah hampir dua tahunan di sini."

Mata Shira membulat, sepertinya Dyo orang Indonesia pertama yang ia kenal di sini. Apalagi mereka dalam satu lingkungan apartemen.

"Kerja apa Mas kalau boleh tau?" tanya Shira memperpanjang obrolan.

DREAMS & VOWS: Seoul EditionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang