Ruang konferensi begitu terang benderang dengan pemandangan Indah kota Seoul dari jendela kaca besar. Gedung-gedung pencakar langit memberi nuansa Kota Metropolitan. Meja panjang di tengah ruangan dikelilingi oleh kursi-kursi ergonomis. Di atas meja terdapat beberapa stapel dokumen, laptop, dan cangkir-cangkir kopi.
Dyo tampak casual menggunakan sweater berwarna abu-abu dan celana bahan. Ia menyisir rambut hitamnya ke belakang menggunakan jari sembari memeriksa bahan presentasinya. Keningnya mengerut mendengar presentasi berbahasa Korea yang disampaikan oleh rekan timnya.
Sesekali ia membetulkan kacamatanya. Rautnya begitu serius saat ini. Mr. Nam memasuki ruangan dan Dyo beserta tim berdiri sambil membungkuk sejenak tanda penghormatan. Nam Do Jin adalah atasan langsung Dyo. Beliau berusia 50 tahunan.
"Situasi pengembangan animasi karakter utama?" tanya Mr. Nam di tengah-tengah presentasi Dyo. Dyo cekatan menunjukkan slide yang dimaksud.
Dyo menjawab dengan lugas. "Kami telah berhasil menyelesaikan semua animasi dasar untuk karakter utama. Saya hanya perlu melakukan beberapa penyempurnaan kecil untuk menyelaraskan gerakan dengan desain gameplay yang telah direvisi."
Mr. Nam mengangguk. Ia beralih pada Ronald, pria asal Brazil yang menjadi rekan Dyo. "Bagaimana dengan sistem?"
"Saya telah menyelesaikan implementasi sistem inventaris baru yang telah kita diskusikan sebelumnya. Sudah ada beberapa bug yang saya perbaiki, tapi secara keseluruhan, sistem ini sudah berjalan dengan baik."
Mr. Nam tersenyum puas. "Bagus sekali! Terima kasih telah menyelesaikan tugas itu dengan cepat. Dyo-ssi, apakah Anda punya masukan tentang sistem inventaris yang baru?"
Dyo menjawab. "Ya, saya telah memeriksanya. Sistem terlihat solid. Saya akan menambahkan sedikit efek visual untuk interaksi dengan inventaris, tapi selain itu, semuanya terlihat bagus."
"Baik, itu akan menjadi tambahan yang bagus. Next, kita perlu membahas roadmap untuk minggu depan. Ronald, saya ingin kamu fokus pada optimalisasi performa game. Ada beberapa area di mana kami masih bisa meningkatkan kecepatan loading dan mengurangi stuttering."
Ronald memberi gestur hormat. "Baik. Saya akan mulai dengan menganalisis area-area itu dan mencari solusi untuk memperbaikinya."
"Dyo, saya butuh bantuanmu untuk merampingkan UI. Desainer telah mengirimkan beberapa revisi terbaru, dan saya ingin memastikan semuanya terintegrasi dengan baik," tambah Mr. Nam.
"Tentu. Saya akan bekerja sama dengan desainer untuk memastikan UI berfungsi dengan baik."
"Baik, jika tidak ada yang lain, kita bisa berakhir di sini. Terima kasih semuanya. Bagaimana kalau kita makan malam perusahaan?!" usul Mr. Nam dengan jari yang bergerak-gerak membentuk cangkir kecil, tanda mereka akan minum-minum.
"Setuju!" seru semua orang dengan semangat. Kecuali Dyo yang memang tidak terbiasa dengan budaya minum-minum.
Namun, ia terpaksa ikut walau kebanyakan hanya makan daging dan menemani teman-teman dan bosnya yang mengeracau akibat mabuk.
****
"Five, six, seven, eight!"
Work dari Rihanna menggema di ruang latihan itu. Semua menari dengan gerakan yang begitu apik tanpa celah. Kompak dan memukau. Semua bertepuk tangan setelah lagu selesai dimainkan.
"Perfect, Ashira."
Ashira, satu-satunya dancer berkewarganegaraan Indonesia di ruangan ini tersenyum mendengar pujian pelatihnya, Honey Kim.
Keputusannya untuk mengikuti audisi secara online dan kabur dari Indonesia ternyata tidaklah sia-sia. Setidaknya di sini ada orang yang benar-benar menghargai dan menerima keinginan dan impiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DREAMS & VOWS: Seoul Edition
RomanceAshira Demira Harum muak dengan kariernya yang sama sekali tidak berkembang. Jadi seorang bungsu dengan kakak yang protektif, membuatnya nekat kabur ke Korea Selatan untuk mewujudkan impiannya sebagai seorang dancer profesional. Nggak disangka-sangk...