Isu ke dua; Gadis cantik penunggu Mercusuar

8 1 0
                                    

Sejam mungkin perjalanan yang telah kita lewati ini hingga akhirnya mobil ini berhenti di pelataran yang terlihat seperti pantai yang cukup luas dan apik. Sepertinya ini merupakan wilayah pribadi karena untuk pantai sebagus ini tidak ada pengunjung satu pun ada di situ. Kami pun keluar hampir bebarengan dari mobil tersebut dan mobil itu pun pergi meninggalkan kami setelah Ben memberi salam kepada supir tersebut.

Kemudian kami pun kembali berjalan ke arah pantai dan menyusuri tepian pantai tersebut. Sungguh indah dan bersih pantai itu pikirku dalam hati, Sambil terus mengikuti mereka.

Tak lama kemudian terlihat sebuah Mercusuar dekat tebing di pinggir pantai tersebut. Mercusuar yang kuno pikirku, bagaimana tidak di zaman yang secanggih sekarang masih ada Mercusuar yang di bangun dari batu seperti itu. Apalagi tidak ada cat atau pelapis semen sama sekali di dindingnya. Se akan bangunan itu di buat di masa lalu dan masih kokoh hingga sekarang. Kami pun masih melanjutkan perjalanan kami yang se-akan mengarah ke Mercusuar tersebut.

Dcittt..., suara jembatan kayu yang mulai kita seberangi. Jembatan yang menghubungkan pantai dengan Mercusuar ini tampak masih kokoh walaupun terlihat usang. Hitam pekat jembatan ini berasal dari kayu ulin yang tiap hari di sapu ombak pantai ini, walaupun begitu jembatan ini masih terlihat kokoh tanpa lubang di setiap bagiannya menandakan kemampuan kayu ulin yang bagus tersebut.

Tepat di depan pintu Mercusuar yang tingginya sekitar 2 meter itu kami berdiri. Ku perhatikan pahatan nya terlihat sangat menawan seperti di ukir oleh seorang yang ahli. Kami pun hanya berdiri disitu se-akan menunggu seseorang.

Teng..., teng..., bunyi lonceng Mercusuar setelah Ben menarik tali di dekat pintu Mercusuar tersebut. Tak lama kemudian terbuka pintu tersebut nampak gadis bule cantik berambut putih dengan mata merah mudanya yang membukakan pintu tersebut.

"Ben kamu sudah pulang?. " Tegur nya sembari melihat kami.

"Iya Non, kami juga sudah membawa orangnya. " Balas Ben dengan nada yang sangat sopan.

"Oh ya?, silahkan masuk kalo begitu." Katanya mempersilahkan masuk.

"Uhuk..., uhuk, maaf kalo tempat ini terlihat usang. " Ucapnya kembali sambil menutup sedikit mulutnya yang batuk.

Ben pun dengan sigap memapah Nona tersebut dan menuntunnya masuk ke dalam Mercusuar tersebut meninggalkan kami.

"Ayolah masuk jangan sungkan. " Kata Moris kemudian sambil mendorongku dari belakang.

"Eh, eh, eh. " Spontan hanya itu yang bisa aku ucapkan sambil pasrah terdorong masuk kedalam Mercusuar tersebut.

Aku yang masih terpaku sambil memperhatikan Moris yang menutup pintu Mercusuar tersebut hanya bisa takjub melihat bagian dalamnya yang terlihat sangat mewah berbanding dengan bagian luar yang sangat usang itu.

Mercusuar yang luas ini hanya berisikan jam kayu kuno dan lukisan-lukisan yang semuanya terbuat dari kayu. Ada tangga besar di sisi dindingnya melingkar menuju ke atas, mungkin setinggi 3 meter hingga sampai pada pintu di atas ruangan di atasnya.

Setelah Moris selesai menutup pintu kami pun mengikuti Ben dan wanita yang di papahnya itu.

"Sebelumnya saya ucapkan selamat datang, dan maaf telah lancang membawa anda kemari. " Kata gadis tersebut setelah duduk di sofa yang cukup lebar di bantu oleh Ben di sampingnya.

"Oh iya tidak apa Non, saya juga telah di bantu oleh mereka. " Balasku kemudian sambil masih berdiri bersama Moris dan Belle.

"Tak perlu sungkan silahkan duduk saja. " Pintanya kemudian.

Kami bertiga pun duduk di sofa depan kami, dan Ben pun beranjak dari sofa setelah Nona itu membisikkan sesuatu padanya.

"Bagaimana perjalananmu?, apakah kami mengganggu waktumu?. " Tanyanya kemudian.

"Tidak Non?. " Balasku singkat walaupun sebenarnya aku ada perlu malam ini, namun karena rasa penasaranku makanya ku luangkan waktu sebentar.

"Baiklah kalau begitu, pekernalkan saya sebelumnya. Saya Lusiana Toertella, kalo boleh tau anda siapa?. "

"Saya Antonio Kato, panggil saja Tony. "

"Kalo saya, Abendy Sulastro, panggil saja Ben. " Kata Ben kemudian sambil meletakkan beberapa gelas berisi teh hangat dan sepiring kue kering di meja.

"Dan aku Moris, sedangkan wanita pemurung itu Belle. " Kata Moris kemudian sambil menunjuk Belle yang tengah duduk di sofa lainnya sambil menyeruput tehnya.

Kulihat Belle tak menghiraukannya, ia hanya duduk dan memperhatikan kami. Bahkan tidak ada kata kesal setelah Moris memperkenalkan dirinya dengan begitu.

"Di minum tehnya Ton, buatan ku ini." Tawar Ben yang baru saja duduk di sampingnya.

"Iya jangan sungkan. " Kata Nona Lusiana kemudian sambil melirik Moris yang tersedak kue.

Ben pun menuangkan teh kembali ke gelas moris, dan membantu meminumkan nya. Sementara Nona Lusiana hanya tertawa kecil melihat tingkah mereka berdua.

"Hehehe." Tawa kecil Moris sambil menggaruk rambut belakangnya usai tersedak.

Nona Lusiana pun hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan Moris.

"Ehmmm, apa kamu tau kenapa kami membawamu Ton?. " Ucap Nona Lusiana kemudian.

Mendadak suasana hening, dan semua mata tertuju padaku. Ku pikir sejenak perkataan tersebut, dengan kejadian aneh hari ini. Sebenarnya aku sedikit tahu namun aku takut menebak, bahkan aku sedikit tak percaya dengan apa yang ku alami hari ini.

"Katakan saja Ton, tidak usah kamu pendam. " Ucap Ben yang melihatku.

Aku pun setengah kaget melihat mata Ben yang berwarna hijau cerah tengah menatapku, persis seperti mata Moris tadi saat di mall hanya berbeda warna.

"A, a, kenapa dengan matamu Ben?. " Tanyaku spontan gemetaran.

°°°

Kutukan atau Berkah ; Petualangan akhir sembilan remaja terkutuk yang di berkahiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang