Satu-satunya orang yang bertanggung jawab untuk mencintai dirimu adalah dirimu sendiri, bukan orang lain
-anonim-
Seperti pagi-pagi sebelumnya Bian tiba disekolah saat Pak Suryo–satpam sekolah–bahkan belum selesai menghabiskan kopi dan memakan bubur ayamnya.
"Waduuh, sudah datang saja Non Bian," sapa Pak Suryo dari dalam ruang satpam.
Bian balas menyapa dengan senyuman lebar hingga matanya tertutup oleh lemak di pipinya. "Iya, Pak. Bapak malah lebih pagi lagi dari saya datangnya,"
"Duh, Non Bian ini. Ya iyalah, kalau saya nggak datang pagi siapa nanti yang bukain gerbangnya,"
"Hahahaha, kalau gitu saja ke dalam dulu ya, Pak,"
"Iya, hati-hati ya Non,"
Bian kemudian melanjutkan perjalanannya menuju kelas. Kakinya yang memang cukup besar untuk ukuran anak remaja seusianya berjalan menyusuri lorong sekolah yang masih sangat sepi.
Bian menghentikan langkahnya saat samar-samar dari sebuah kelas dirinya dapat mendengar suara seorang perempuan bernyanyi. Suara itu berasal dari kelas 9 B yang terletak tidak jauh dari tangga menuju kelas Bian di lantai dua.
Suara perempuan itu terdengar sangat bagus, Bian terkesima sekaligus merinding. Kalian pikir saja, siapa coba orang waras yang datang sepagi ini lalu menyanyi sendirian di kelas yang kosong. Dengan mengendap-endap Bian mendekati kelas 9 B untuk memastikan apakah suara itu memang berasal dari orang asli atau tidak.
Seorang siswi dengan wajah yang tidak familiar di otak Bian duduk sendirian di tengah kelas 9 B yang kosong. Ia mengenakan hijab putih yang kemudian ditutup oleh tudung jaket berwarna merah yang ia kenakan. Pandangannya terlihat jauh menerawang dengan tatapan kosong.
"Oh, manusia, toh," Bian mengucap syukur sembari mengelus dadanya.
Baru saja akan jalan berbelok ke tangga, buggh, tubuh Bian bertabrakan dengan seseorang hingga tubuhnya terjerembab ke tanah.
Masih mengaduh kesakitan di lantai Bian mengangkat kepalanya untuk melihat manusia kurang beruntung mana yang menabraknya sepagi ini. Matanya melebar, Bian segera berdiri dan menundukkan tubuhnya di hadapan orang yang baru saja ia tabrak.
"Aduh, maaf maaf. Aku nggak sengaja tadi, maaf, ya,"
"Heh, truk gandeng! Kalau jalan lo liat-liat, dong. Main nyosor aja. Lo tahu nggak, kalau nabrak badan lo itu rasanya udah kayak kena efek bom nuklir Hiroshima, tahu?!" Amuk salah satu teman dari orang yang ia tabrak.
"Aduh, Fi. Udah, jangan marah-marah, kan katanya nggak sengaja," Ujar sebuah suara dengan lembut.
Bukannya menjadi lebih tenang bulu kuduk Bian malah berdiri saat mendengar suara itu karena pemilik suara itu adalah seorang anak cowok yang sering kali mendapat julukan 'Malaikat' dari banyak orang. Anggasta Abimanyu yang kerap dipanggil Asta.
Walau masih dalam masa puber saat hormon remaja lagi amburadulnya, Asta malah memiliki tubuh yang tinggi, kulit yang bersih, serta perilaku sopan yang membuat semua orang lansung tersihir olehnya. Ia berbeda dengan orang-orang yang selama ini.
Well, tentu saja jauh berbeda karena Asta jauh lebih mengerikan.
"Soalnya matanya kan ketutupan lemak, makanya nggak ngeliat jelas," lanjut Asta dengan nada sama lembutnya dengan kalimat yang ia ucapkan sebelumnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Scar
Fiksi RemajaUntuk kamu yang mungkin lagi pengen nangis, ayok nangis bareng-bareng (WARNING!!! NO PLAGIAT!!! HATI-HATI KARENA MENGANDUNG SCENE YANG DAPAT MENJADI TRIGGER BAGI SEBAGAIN ORANG) . . . . . "Ada tujuh miliar orang di dunia ini, Bi. Kenapa kamu biarin...