_Chap 4_

276 38 2
                                    


°°°°

Suara helaan nafas terdengar di dalam kamar Guntur.

"Bagaimana?"

"Tuan muda Genta tidak papa, ia hanya shock dan kelelahan. Selebihnya ia baik-baik saja dan hanya butuh istirahat yang cukup agar keadannya kembali pulih."

Arsil mengangguk mendengarnya

"Dan ini saya meresepkan beberapa obat untuk tuan muda Genta, jangan lupa di tebus ya."

"Mn, terimakasih."

"Sama-sama tuan muda, kalau begitu saya pamit kembali ke rumah sakit, permisi." Arsil kembali mengangguk, tak lupa ia juga memerintahkan salah satu bodyguard untuk mengantarkan dokter itu sampai pintu depan, sekaligus memerintahkannya untuk menebus obat Guntur.

Arsil mengalihkan pandangannya kepada Guntur, menatap wajah yang terpejam itu sejenak sebelum bangkit dan keluar dari kamar.

Sementara itu...

"Gue gak mau tahu, pokoknya gue mau balik!"

"Eh tenang dulu-"

"Tenang, lo bilang tenang! Gue gak bisa tenang sebelum gue balik ke tubuh gue sendiri."

"Guntur-"

"Diem lo."

Genta mengatupkan bibirnya, nyalinya menciut ketika mendapatkan tatapan tajam dari orang di depannya, Guntur.

"Lo," Guntur menghela nafasnya dengan kasar

"Gue gak habis pikir sama lo, kenapa lo mesti milih gue buat gantiin tubuh lo? Kenapa gak orang lain aja?"

Genta menundukkan kepalanya, ia memainkan jari-jarinya karena merasa gugup. "Karena, hanya kamu yang bisa menggantikan aku Guntur."

"Apa yang lo liat dari gue?"

"Emm, kamu hebat." Genta menatap Guntur dengan senyum manisnya

"Gue, hebat?" Guntur menunjuk dirinya sendiri dengan ragu

Genta menganggukkan kepalanya dengan semangat. Setelah itu, ia berjalan mendekati Guntur dan memegang kedua tangannya dengan erat.

"Guntur, jika aku sudah memilih maka aku tidak akan memilih yang lain, pilihanku hanya satu dan itu kau."

"Tapi kenapa harus gue? Kan di dunia ini banyak yang bisa lo pilih."

"Emm, bagaimana aku menjelaskannya ya?" Genta meletakkan jari telunjuknya di atas dagu

"Intinya aku memilihmu Guntur dan kau tidak bisa menolaknya."

"Mana bisa begitu."

"Tentu saja bisa karena aku yang menentukannya bukan dirimu."

Guntur menggeram. "Lo-"

"Guntur aku mohon, kau harus menerimanya karena hanya kau yang bisa menggantikan aku."

"Tapi-"

"Guntur~" Mata Genta berkaca-kaca membuat Guntur yang melihatnya menjadi tidak tega

Ia membuang nafasnya dengan kasar sebelum akhirnya mengangguk.

"Kau menerimanya?!" Mata itu kembali bersinar

"Hm."

"Ahh makasih Guntur~" Saking bahagianya Genta memeluk Guntur dengan begitu erat

"O-oi gue gak bisa nafas," ucap Guntur tersendat

"Ah maafkan aku." Genta segera melepaskan pelukannya pada Guntur dan tersenyum canggung

Guntur Or GentaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang