Bab 24. The Risk!

148 14 4
                                    

Selama kurang lebih 3 jam perjalanan dari Jakarta menuju Bandung Gantari tidak pernah kehabisan energi untuk berbicara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selama kurang lebih 3 jam perjalanan dari Jakarta menuju Bandung Gantari tidak pernah kehabisan energi untuk berbicara. Sambil menikmati waktu berdua di dalam mobil dengan Cakra sebagai pengemudinya, Gantari pun mengambil peran sebagai radio. Ia bercerita banyak hal tentang dirinya, tentang keluarganya, tentang kegiatannya bersama keponakannya, bahkan tentang perjalanannya selama menjadi seorang  penulis.

“Oh iya, Mas tuh masih nggak paham loh dari mana kamu dapat ide nulis kalau kamu sendiri aja bilang belum pernah pacaran?” celetuk Cakra begitu mobilnya memasuki kawasan jalan Raya Derwati.

Gantari menoleh, kemudian ia pun menanggapi. “Aku bisa dapetin idenya dari membaca, nonton, atau bahkan dari apa yang sering aku amati sehari-hari. Dari semua itu aja sudah bisa menggerakkan sebuah imajinasi di kepala.”

“Tapi apa semua itu cukup kalau kamu nggak punya pengalaman sendiri?” tanya Cakra lagi.

Gantari terdiam sejenak, lalu ia menggeleng. “Nggak harus berpengalaman dulu sih Mas. Tapi yah memang sebenarnya itu semua nggak akan cukup. Di awal aku nulis ada banyak scene yang terasa kaku dan hambar. Apalagi aku nggak pernah komunikasi yang romantis gitu sama lawan jenis, jadi sulit buatku setiap kali membangun adegan romantis. Tapi akhirnya aku mulai banyak belajar lagi, plus dengerin banyak curhatan orang-orang di luar sana yang akhirnya bikin imajinasiku semakin berkembang. Terus satu lagi kuncinya, penulis harus banget yang namanya melakukan riset,” jelas Gantari.

“Oke, terus selama ini apa kamu pernah ngeriset langsung? Kan ada tuh, Mas kayaknya pernah dengar kalau ada penulis yang magang cuma untuk bahan riset naskah  gitu. Kamu pernah?”

Gantari tersenyum lebar mendengar pertanyaan yang Cakra ajukan itu. Sepertinya pria itu begitu penasaran dengan profesinya.

“Pernah Mas. Itu pengalaman pertamaku untuk karya pertamaku yang akhirnya bisa terbit,” jawab Gantari.

“Waktu itu aku baru banget masuk kuliah. Nah di situ aku nekat masuki salah satu naskahku ke penerbitku yang sekarang ini. Eh ternyata di acc Mas. Aku senang banget! Tapi! Mereka minta aku untuk ngerombak banyak hal, terutama tentang profesi tokoh utamanya. Itu kan profesinya editor, nah pokoknya banyak masukin tentang dunia penerbitan. Disitu aku kesulitan karena memang aku nggak punya pengalaman kerja, baru banget lulus SMA dan masuk Kuliah. Terus besoknya aku diminta datang ke kantor redaksi langsung. Dari sana aku akhirnya kerja part time jadi pendamping editor, terus bisa ketemu sama Mbak Bunga. Udah tuh makanya sampai sekarang aku setia kontrak kerja sama mereka. Mereka bener-bener sudah seperti rumah buatku dan karya-karyaku,” dengan senang hati Gantari bercerita panjang lebar tentang pengalamannya.

Cakra yang berada di balik kemudi mendengarkan dengan seksama, sesekali ia melirik untuk melihat bagaimana ekspresi Gantari yang sedang bercerita.

“Kamu kelihatan happy banget sewaktu cerita begini,” beritahu Cakra. Pria itu sangat menyukai waktu di mana Gantari banyak bercerita seperti sekarang ini. Apalagi ketika bercerita tentang hal yang perempuan itu sukai.

Oh My Duda!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang