Dunia tidak lagi seperti yang kita kenal. Langit yang dulu berwarna biru sekarang berwarna abu-abu, kota-kota yang dulunya indah sekarang terbakar penuh dengan debu dan asap. Hutan-hutan yang dulu hijau kini hanya menyisakan pohon-pohon mati, berdiri seperti bayangan kelam. Kehidupan yang dulu penuh dengan keriangan dan kebahagiaan telah digantikan oleh ketakutan dan keinginan untuk bertahan hidup.
Hari itu, Haechan bersembunyi di sebuah gedung bekas supermarket yang sudah lama ditinggalkan. Suara angin yang berdesir melewati jendela-jendela pecah menambah kesan suram yang menyelimuti tempat itu. Haechan memeriksa persediaan makanan kaleng dan beberapa botol air yang semakin menipis. Ia tahu tidak bisa selamanya berada di tempat yang sama. Haechan harus mencari makanan dan minuman untuk bertahan hidup, berpindah-pindah tempat setiap beberapa hari.
Sudah dua bulan Haechan bertahan hidup sendirian, berpindah-pindah dalam diam. Dulu ia pernah berpikir untuk tinggal di zona aman yang dilindungi oleh tentara Korea, namun kenyataan pahit membuatnya berpikir realistis. Banyaknya manusia yang ingin berlindung di zona aman membuat makanan menipis, air sulit didapat, dan tempat tidur tak cukup untuk semua orang. Mereka hanya hidup mengandalkan tentara, dan tanpa tentara, mereka tidak akan bisa bertahan.
Karena itu, Haechan diam-diam keluar dari zona aman untuk mencari tempat tinggal sendiri. Ia memaksakan dirinya bertarung melawan zombie dengan tubuh kecilnya, berusaha bertahan tanpa mengandalkan siapa pun. Dulu Haechan adalah anak yang naif, berpikir semua orang baik padanya. Namun setelah kiamat datang, orang-orang yang ia anggap baik ternyata memanfaatkannya dan menjadikannya tumbal. Haechan tidak mau kejadian itu terulang lagi, maka dari itu ia memilih mengandalkan dirinya sendiri.
Dalam perjalanannya, Haechan bertemu dengan orang-orang baru—tiga laki laki yang menyeramkan. Namun, bersama mereka, Haechan mendadak merasa lemah. Anak yang sebelumnya harus bersikap kuat kini terlihat lemah di mata ketiga org itu.
