Bab 6

38 8 2
                                    


Baca doank vote kaga.

Perjalanan Johnny dan Haechan berlanjut dengan hati-hati. Di suatu tikungan jalan, mereka bertemu dengan dua penyintas lain. Kedua pria itu tampak kelelahan dengan darah di bajunya.

Kedua penyintas itu melihat Johnny dan haechan kemudian mendekati nya perlahan.

Johnny merasakan ancaman dan secara refleks menarik tubuh Haechan ke belakangnya, melindunginya dari kemungkinan bahaya. 

"Hei kalian, apa kalian ingin pergi ke zona aman," kata salah satu dari mereka, seorang pria dengan pakaian compang camping dan bekas luka di wajah kirinya namun tidak menghilangkan ketampanan pria tersebut.

“Kalau iya, kenapa?.” Jawab Johnny dengan dingin

“Tenanglah bro, aku jaehyun dan ini adik ku jaemin” lanjutnya, menunjuk ke arah remaja  yang sama tampannya dengan jaehyun rambutnya berantakan, dan tangannya penuh dengan darah. Tinggi remaja itu hampir sama dengan Jaehyun.

Meskipun mereka memperkenalkan diri dengan dengan sangat sopan, namun Johnny tetap merasa waspada. Ingatan tentang pertemuan dengan penyintas yang jahat masih segar di otaknya. Dia mengamati gerak-gerik kedua pria itu dengan cermat.

"Kami tidak mencari masalah," kata Jaehyun dengan suara yang berusaha terdengar meyakinkan. "Kami hanya ingin mencari kamp aman yang dirumorkan."

Namun, Johnny tidak begitu saja percaya. Pengalaman sebelumnya membuatnya lebih hati-hati. "Haechan, tetap di belakangku," bisik Johnny sambil mengeratkan genggaman tangan Haechan di pinggangnya. Haechan mengintip malu-malu ke depan, mata bobanya penasaran dengan ke ingin Tahuan.

Johnny mengangkat senjata andalannya, sebuah tongkat baseball, dan mengarahkannya kepada Jaehyun. "Jangan coba-coba mendekat," katanya dengan suara tegas. Saat jaehyun kembali mencoba mendekati nya dengan langkah yang pelan.

Sebelum Johnny bisa bergerak lebih jauh, Jaehyun mengangkat tangan dan berteriak, "Bro tenanglah! Kami hanya ingin mencari kamp aman! Sungguh, Demi tuhan Kami tidak ingin ada masalah."

Johnny menatap Jaehyun dengan pandangan meremehkan, matanya tajam dan dingin. Dengan nada sinis, dia menjawab, "Kamp aman, ya? Dengar ya, ini urusan mu sendiri untuk mencarinya. Kami tidak ada tanggung jawab untuk mengurus kalian” 

Jaehyun, yang menyadari situasi ini, tetap bersikeras. "Aku tahu, Namun. kami sudah berjalan selama tiga bulan dengan susah payah payah. Aku dan adik ku tidak satupun yang mengerti arah jalannya. Tolonglah, Kita bisa bekerja sama. Aku akan membantu mu bertarung. Lebih aman jika kita pergi bersama.”

Johnny menggelengkan kepala, menunjukkan ketidaksetujuannya. "Kami bisa bertahan sendiri tanpa kalian. Dan tanpa bantuan kalian kami baik baik saja."

Jaehyun tidak menyerah. "Lihat, jika kita bekerja sama, kita punya peluang lebih besar untuk bertahan hidup. Aku janji kami tidak akan membahayakan kalian. Kami hanya ingin mencapai kamp aman itu. Setelah itu kita bisa berpisah.”

Johnny tetap skeptis. Dia mengamati Jaehyun dan Jaemin dengan tatapan tajam. "Aku tidak ingin ada yang membahayakan nyawa adikku," katanya.

Namun, Jaehyun terus memaksa. "Kami bukan ancaman. Kami hanya ingin selamat, sama seperti kalian. Tolong, pertimbangkan tawaran ku."

Akhirnya, Johnny menyetujui tawaran jaehyun. Ia merasa kelelahan dengan desakan Jaehyun yang terus menerus. Johnny menyadari bahwa jika mereka terus berjalan sendiri, mereka mungkin akan menghadapi lebih banyak bahaya tanpa bantuan tambahan. Mau tak mau, Johnny menghela napas dan berkata, "Baiklah, kalian bisa ikut, tapi ingat ini: aku tetap waspada. Satu gerakan mencurigakan, dan kalian akan berurusan denganku."

Jaehyun tersenyum lega. "Terima kasih bung. Tenang saja Kami tidak akan mengecewakanmu.”

Akhirnya Mereka pun melanjutkan perjalanan bersama, meskipun ketegangan tetap terasa di udara. 

Selama perjalanan, Johnny tetap waspada. Tangannya tidak pernah lepas dari pinggang Haechan, memastikan adik kecilnya selalu aman di sisinya. Jaehyun dan Jaemin mengikuti di belakang, menjaga jarak yang cukup untuk tidak menimbulkan kecurigaan, tetapi juga cukup dekat untuk merasakan kebersamaan dalam perjalanan yang panjang ini.

Jaemin, yang penasaran dengan Haechan, merasa tertarik dan ingin bertanya  lebih banyak tentang anak yang manis dan lucu itu. Namun, jaemin juga takut  menyadari betapa protektifnya Johnny terhadap Haechan. Jaemin tidak ingin mencari masalah, jadi dia menahan diri untuk tidak bertanya.


******

setelah perjalanan panjang, kelompok itu memutuskan untuk beristirahat di sebuah bangunan yang setengah runtuh. Mereka menemukan sudut yang relatif aman dan membuat perapian kecil untuk mengusir dingin.

"Apakah anak manis ini adikmu?" tanya Jaehyun suatu hari, mencoba mencairkan suasana saat mereka berhenti sejenak untuk istirahat.

Johnny hanya mengangguk tanpa banyak bicara. Haechan yang duduk di sampingnya tersenyum tipis.

Jaemin, yang masih penasaran, tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. "Haechan, um, berapa usiamu?" tanyanya dengan hati-hati.

Haechan menoleh ke arah Jaemin dengan mata besar yang penuh rasa ingin tahu. "Aku 18 tahun," jawabnya pelan.

Johnny mengeratkan genggamannya pada pinggang Haechan, memberikan sinyal agar Haechan tetap di dekat nya. "Kamu juga berusia 18 tahun, kan?" Johnny bertanya balik ke Jaemin, mencoba mengalihkan perhatian.

"Ya, benar," jawab Jaemin dengan senyum kecil. Merasa senang menemukan teman seumuran "Kita hampir seumuran."

Jaehyun yang berdiri di dekat mereka, merasakan ketegangan yang mulai mereda, mencoba membuat suasana lebih nyaman. "Kau tahu bung, ketika Kami mencari kamp aman. Banyak sekali masalah yang terjadi pada kami. Sejujurnya aku hampir putus asa. Tapi, untunglah kau datang. Jika tidak, kami akan terus terombang ambing melawan zombie jelek itu” 

Johnny hanya mendengus mendengar cerita Jaehyun. 

meskipun dia mengerti bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. Dia memutuskan untuk memberikan sedikit kepercayaan kepada Jaehyun dan Jaemin, meskipun tidak sepenuhnya. "Selama kalian tidak mencari masalah, kita bisa terus bersama," katanya tegas.

Malam terus beranjak, udara semakin dingin. Haechan tidak bisa menahan kantuk nya. Ia segera membaringkan tubuhnya dan tidur di samping Johnny. Johnny yang menyadari haechan ingin tidur segera menyodorkan lengannya sebagai bantalan kepala haechan. Tangannya yang lain tidak tinggal diam menepuk pelan dada haechan.

Jaehyun dan Jaemin duduk tidak jauh dari mereka, menjaga api tetap menyala dan bergiliran berjaga. Mereka menjaga jarak yang aman.

Johnny memandangi wajah Haechan yang tenang dalam tidur. Dia merasakan kehangatan dan ketenangan yang hanya bisa dia dapatkan dari kehadiran Haechan yang ia anggap adiknya. Haechan adalah alasan utama dia bertahan sejauh ini. Johnny kemudian bertanya tiba tiba kepada Jaehyun dan Jaemin, yang duduk di seberang api.

"Kenapa kalian berdua sangat ingin menemukan kamp aman?" tanya Johnny tiba-tiba, suaranya rendah dan tegas.

Jaehyun menghela napas dan menjawab, "Kami kehilangan orang tua kami sejak awal wabah ini. Kami sudah kehilangan banyak hal, dan satu-satunya harapan kami adalah menemukan tempat yang aman untuk memulai lagi. Adikku, Jaemin, adalah satu-satunya keluarga yang aku miliki sekarang."

Johnny mengangguk pelan, sedikit memahami perasaan Jaehyun. Dia merasakan hal yang sama tentang Haechan. "Aku mengerti," katanya singkat, tanpa melepaskan pandangan dari Haechan.

Jaemin melihat Haechan yang tertidur nyenyak di samping Johnny, dan dia tersenyum kecil. "Haechan sangat beruntung punya kakak seperti mu," katanya dengan suara lembut.

Johnny hanya mendengus, tapi ada sedikit kelembutan di matanya. "Aku hanya melakukan apa yang harus aku lakukan."

Ketenangan malam itu sedikit demi sedikit mulai memecah kebekuan antara mereka





Chapter ini beberapa gaya bahasa ada yg berubah. Chapter sebelumnya agak boring.

TSBD (Thanks Udah Baca Dik)
Besok lagi ya.


Surviving the ApocalypseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang