Bab 5

35 11 1
                                    

Baca doank vote kaga.

Johnny terbangun lebih dulu. Pagi masih sangat gelap, hanya sedikit sinar matahari yang mulai menyusup ke dalam ruangan. Ia bergerak perlahan, tidak ingin membangunkan Haechan yang masih terlelap di sebelahnya. Johnny berjalan menuju dapur kecil yang ada di rumah itu, menyiapkan sarapan sederhana dari persediaan yang mereka bawa.

Aroma makanan perlahan membangunkan Haechan. Matanya terbuka perlahan dan ia melihat Johnny yang sedang sibuk di dapur. "Pagi, Haechan," sapa Johnny dengan senyum lembut. "Sarapan sudah siap."

Haechan duduk di meja dan menguap. "Pagi hyung. Aku sangat lapar."

Mereka menikmati sarapan dengan tenang, meskipun suasana di luar masih dipenuhi bahaya. Setelah makan, Johnny memeriksa luka di leher Haechan. Luka itu sudah mulai membaik, tetapi Johnny masih merasa khawatir. Ia merenung sejenak, menyadari betapa protektifnya ia terhadap Haechan. Perasaannya semakin kuat untuk memiliki nya, dan ia tidak bisa mengabaikannya.

"Lukamu sudah membaik, tapi kamu tetap harus berhati-hati," kata Johnny sambil membalut luka Haechan dengan perban bersih.

Haechan mengangguk. "iya, Aku akan lebih berhati-hati, hyung."

Johnny memperhatikan wajah Haechan yang baru bangun dari tidur. Ada sesuatu dalam ekspresi Haechan yang membuat Johnny merasa gemas. Senyum tipis di bibir Haechan, rambut halus yang berantakan dan cara matanya berbinar sepeti bambi.

Johnny tak bisa menahan diri untuk tidak mencubit pipi Haechan dengan gemas. "Kamu ini sadar ga sih, kamu tuh terlalu manis seperti perempuan," ujarnya sambil terkekeh.

Haechan merengut tidak terima, wajahnya memerah sedikit karena cubitan Johnny. "Hyung, yang benar saja aku bukan perempuan."

"Tentu saja bukan," jawab Johnny sambil tertawa. "Tapi, karena wajah mu yang menggemaskan ini, hyung jadi ingin melindungimu."

Setelah itu, mereka bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Johnny memastikan mereka membawa semua barang yang diperlukan, dan mereka pun meninggalkan rumah kecil itu.

Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan segerombolan zombie. Johnny segera menarik Haechan ke belakangnya, melindunginya dari bahaya.

"Hyung itu-" ucapan haechan terputus ketika johnny memotongnya.

"Diam di belakangku," perintah Johnny tegas. Haechan yang ingin membantu, terpaksa menuruti perintah Johnny.

Johnny mengeluarkan senjata yang selalu dibawanya—sebuah tongkat besi yang sudah banyak berjasa menyelamatkan nyawanya.

Zombie-zombie itu mendekat dengan suara erangan yang menyeramkan, dan Johnny bersiap menghadapi mereka. Haechan bersembunyi di belakang Johnny, memegang erat tas mereka.

Pertarungan dimulai. Johnny mengayunkan tongkat besinya dengan kekuatan penuh, menghantam kepala zombie pertama hingga terjatuh. Zombie kedua mendekat dengan cepat, tetapi Johnny berhasil menangkis serangannya dengan tongkat, kemudian menghantamkan ujung tongkat ke perut zombie itu. Zombie itu terhuyung-huyung, dan Johnny menyelesaikannya dengan pukulan ke arah kepala yang membuatnya tersungkur.

Zombie-zombie berikutnya datang dalam jumlah lebih banyak. Johnny mundur sedikit, mengambil napas sejenak sebelum melanjutkan serangannya. Ia bergerak cepat, menghindari gigitan dan cakar zombie, sambil terus menghantam mereka satu per satu. Darah hitam zombie berceceran di tanah, menciptakan pemandangan yang mengerikan.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti seumur hidup, Johnny berhasil mengalahkan semua zombie yang menyerang mereka. Ia terengah-engah, keringat mengalir di wajahnya.

"Kita harus pergi dari sini sebelum lebih banyak yang datang," kata Johnny sambil menarik tangan Haechan. Mereka segera berlari menjauh dari tempat itu, mencari tempat yang lebih aman.

Mereka memasuki hutan sepi, berusaha menemukan tempat yang lebih aman. Saat mereka berjalan, suara gemericik air terdengar. Haechan segera kegirangan ketika melihat sungai dengan air yang mengalir deras.

"hyung, lihat! Ada sungai!" seru Haechan penuh antusias. "Bisakah kita mandi di sana?"

Johnny melihat sungai itu dengan cermat. "Airnya terlalu deras, Haechan. Bahaya kalau kamu turun ke sana, kamu juga sedang terluka."

Haechan tampak kecewa, namun Johnny tidak ingin mengambil risiko. "Tapi kita bisa mandi di pinggir sungai," katanya sambil tersenyum. Ia melepas bajunya dan membasahinya dengan air sungai.

"hyung tahu kamu ingin berenang di sungai, tapi tidak kali ini haechan. Jika menemukan sungai lagi hyung janji kamu boleh bermain sepuasnya, kalau tidak bahaya, oke?" kata Johnny, suaranya penuh perhatian. Haechan mengangguk

"Haechan lepaskan baju mu" perintah johnny dan haechan pun segera membuka baju dan celananya, menyisakan celana dalam

Johnny mengambil bajunya yang basah dan perlahan mulai mengelap tubuh Haechan. "Kita harus berhati-hati, Haechan. Aku tidak mau kau terluka," katanya sambil mengelap punggung Haechan. Haechan berdiri diam, merasa sedikit canggung, Sebagai laki-laki, Haechan merasa aneh dibersihkan oleh orang lain, namun haechan pikir tidak aneh jika di lakukan sesama laki2.

Johnny mengelap tubuh Haechan dengan lembut, memastikan tidak ada bagian yang terlewat. Ia membasahi bajunya lagi dan mengelap lengan, kaki, dan wajah Haechan. Saat ia mengelap wajah Haechan, rasa gemas tiba-tiba muncul dalam hatinya.

"Kamu benar-benar bisa membuat orang khawatir, lihatlah wajah menggemaskan ini," ujarnya sambil mencubit hidung Haechan dengan lembut.

"Hyung, aku bukan anak kecil," kata haechan dengan wajah yg tersipu malu

"Ya ya ya kamu bukan anak kecil. tapi, anak besar dengan wajah menggemaskan" Johnny terkekeh, menatap Haechan dengan penuh kasih sayang. Haechan merengut tidak terima dengan jawaban johnny.

Johnny kembali membilas wajah haechan. Haechan mulai merasa lebih segar, meskipun air sungai itu sangat dingin.

Setelah selesai memandikan Haechan, Johnny pun juga membersihkan dirinya sendiri dengan cara yang sama. Air dingin memberikan rasa segar yang mereka butuhkan setelah perjalanan panjang dan melelahkan.

Setelah selesai dan pakaian Johnny sudah agak kering, mereka melanjutkan perjalanan kembali. Matahari mulai terbenam, mewarnai langit dengan semburat oranye dan merah. Johnny tahu mereka harus segera menemukan tempat untuk bermalam sebelum kegelapan menyelimuti segalanya.

Di tengah perjalanan, Johnny merasakan dinginnya angin malam yang mulai bertiup. Tanpa pikir panjang, ia menggenggam tangan Haechan, menyalurkan kehangatan. Haechan sedikit terkejut dengan sentuhan itu, tetapi ia segera meremas tangan Johnny sebagai balasan, merasakan kenyamanan dari genggaman tersebut.

Mereka terus berjalan, tangan mereka tetap saling menggenggam. Johnny merasakan tanggung jawab besar untuk melindungi Haechan.

Akhirnya, mereka menemukan sebuah bangunan tua yang tampak kokoh dan aman untuk dijadikan tempat bermalam. Johnny melepaskan genggaman tangan Haechan sejenak untuk memeriksa keadaan di dalam bangunan tersebut.

"Tempat ini terlihat cukup aman. Kemarilah, Kita bisa bermalam di sini," kata Johnny setelah memastikan tidak ada bahaya di dalam bangunan.

Haechan mengangguk, merasa lega telah menemukan tempat untuk mengistirahatkan tubuhnya.


TBC.

Surviving the ApocalypseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang