01

203 10 0
                                    

musim gugur tiba begitu cepat. orang-orang seperti terbiasa dengan itu, namun dia tidak. langkahnya berhenti di ujung taman, banyak sekali pengunjung yang menghabiskan waktu bersama keluarga di tengah-tengah sana. mereka menikmati kehidupan dengan cara yang berbeda.

setelah sekian lama mengamati, dia akhirnya menemukan satu keluarga yang  begitu menarik perhatiannya, satu-satunya yang memiliki seorang bayi imut di tengah-tengah piknik kecil mereka.

tangannya bergerak menyentuh kuas, menggores warna di atas kertasnya yang putih. tiap pergerakannya begitu lembut dan hati-hati, sesekali dia bersenandung pelan. begitulah caranya melupakan musim yang begitu cepat berlalu. dia masih ingin menikmati kehangatan matahari, tidak dalam balutan kesuraman seperti ini.

angin berhembus menerpa kulitnya yang mulai terasa dingin, rambutnya melambai. angin musim gugur selalu membuatnya merasa bahwa pelukan adalah hal yang sangat penting, lebih dari selimut dan baju hangat. tapi itu hanya bawaan suasana, dia tak akan ambil pusing.

hari kian sore, matahari mulai kemerahan saat lukisannya hampir jadi. udara kian dingin, dedaunan berdesis sebelum rontok dan menemaninya di bawah sini.

"permisi?"

gerakannya berhenti, fokusnya teralihkan pada seseorang yang tiba-tiba muncul dengan hidung memerah. angin mengacak rambutnya, bibirnya bergetar ketika dia kembali buka suara.

"apakah kamu bisa mengajariku melukis?"

itu aneh, batinnya berbicara waspada. tapi manusia mana yang tak kasihan ketika yang baru saja datang mengusap pergelangan atasnya sambil mengerutkan kening, memohon.

dia terpaku sejenak, berdebat dengan diri sendiri. dia bukanlah pelukis handal, tapi malah dimintai begitu membuatnya agak curiga. tapi dia tak tega.

"kamu memperhatikanku?"

lawan bicaranya mengangguk, sedikit kebahagian terpancar di rautnya yang menahan dingin.

"aku melihatmu sejak tiga hari yang lalu, tolong ajari aku." dia memohon sambil menyatukan kedua telapaknya yang terasa beku.

sudah jauh-jauh ia datang hanya untuk menemui si pelukis, berlari datang ketika jam kerjanya ditambah dengan tidak adilnya oleh atasan. hatinya akan sangat terluka bila permintaanya ditolak sebab rasa malunya sudah disingkirkan.

"aku akan pulang, kamu cari orang lain saja."

akhirnya lukisan itu tak jadi. barang-barangnya segera dikemasi.

"e-eh! aku sudah mencari di banyak tempat dan tidak menemukan pelukis yang melakukan pekerjaannya sebaik kamu. tolong aku!"

langkahnya dicegat, entah apa yang membuat si orang asing begitu membutuhkannya. tapi kalimat barusan membuat hatinya sedikit senang, apakah dia baru saja diakui?

"aku akan membayar berapapun yang kamu minta," lanjutnya dengan sedikit berteriak.

matahari sudah tenggelam, hanya kegelapan yang tersisa. sudah waktunya dia pulang sebelum keadaan menjadi berbahaya. begitupun si orang asing, dia mungkin akan flu bila terlalu lama di luar ruangan. akhirnya dia berjalan meninggalkan tempat itu, tak memperdulikan sosok yang baru saja memohon di belakangnya.

hari itu dia pulang dengan perasaan bersalah. rasa takutnya lebih besar ketimbang rasa kasihan, membuatnya tak bisa tidur memikirkan ke mana belas kasihnya menghilang.

to be continued...

forever young [binhao/binneul]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang