Shandi menangis,air mata meluruh begitu deras. Terdengar pilu bahkan tubuhnya bergetar hebat, hatinya begitu sakit. Kenangan masa lalu terlintas dalam ingatan memaksa dirinya untuk merasa sakit hati untuk kesekian kalinya.
Dia hanya orang asing Shandi tidak mengenal siapapun orang-orang yang sedang memandangnya. Ia tidak peduli pikirannya begitu kacau. Dalam gumaman hanya ada nama Darma dia sangat membutuhkan orang itu. Walaupun belum lama ia mengenal siapa Darma tapi dalam lubuk hati terdalam ia sudah menganggapnya sebagai saudaranya.
Gavy berusaha menyentuh pundak Shandi namun lebih dulu ditepis.
" Gue jijik sama Lo, manusia terbangs*d ya bajing*n kayak Lo... Kenapa Lo usir bang Darma? KENAPA?!"
" SHANDY!? Jaga ucapanmu! Darimana kamu belajar bahasa kurang sopan itu? Siapa yang mengajarkan kamu bertindak kurang ajar seperti ini?"
" Lo gak usah sok kasih nasehat seakan Lo pernah kasih gue pelajaran sopan santun"
Perkataan Shandi membuat mereka semakin bukam. Sorot mata Shandi makin meredup,ia menangis lagi. Kedua tangannya menutupi wajah berusaha menahan air mata yang tak kunjung berhenti. Ia bersimpuh pada kedua kakinya, berlutut seakan tak lagi mampu menahan tompangan tubuhnya.
Kenapa Shandi begitu merasa kehilangan Darma? Karena orang yang paling tulus menerimanya hanya dia. Darma orang pertama yang membuka tangan untuknya, memberikan segala perhatian juga kasih sayang yang belum pernah ia rasakan. Jadi wajar saja dia merasa sangat kehilangan.
" Shandy..."
Suara yang tak asing didengar oleh Shandi. Ia mendongak melihat Darma berdiri tak jauh darinya. Sama seperti dirinya yang kacau karena menangis Darma pun begitu.
Dengan cepat Shandi bangkit menghampiri Darma. Namun,Gavy lagi-lagi menghalangi memeluk pinggang Shandi dari belakang dengan erat.
" Lepasin gue bangs*ad!?"
" Dia bukan siapa-siapa Shandy,ini Abang kamu..."
" GUE BILANG LEPAS!"
Shandi makin emosi,memberontak melihat hal itu Darma berjalan makin dekat menghampiri orang yang selama ini sudah ia anggap adiknya.
" Bang Darma..."
" Udah,udah jangan nangis lagi..."
Tanpa melepas pelukannya,Gavy membiarkan Darma memeluk Shandi. Tangisan Shandi makin terdengar pilu, cengkeramannya pada baju Darma makin erat seakan ia tidak ingin berpisah. Sedangkan Darma berusaha untuk tidak semakin menangis bagaimanpun juga ia harus kuat.
Cukup lama acara pelukan yang agak ambigu itu. Dimana Gavy yang masih enggan melepaskan Shandi dan Darma yang memeluk erat sambil mengelus rambut Shandi.
Cengkraman Shandi pada baju Darma mulai melemah,suara tangisannya pun sudah mereda. Ia mendongak menatap Darma.
" Jangan pergi bang..."
Setelah mengatakan itu Shandi tak sadarkan diri. Ia pingsan lalu dengan sigap Gavy menggendong Shandi membawanya ke lantai atas.
ಥ_ಥ
" Tuan muda tidak papa,dia hanya kelelahan... Tapi usahakan jangan membuatnya stres dan terlalu mengekang karena itu akan berdampak pada mentalnya..."
" Tapi kalo bisa bawa tuan muda untuk melakukan pemeriksaan mental di psikolog agar lebih jelas..."
" Jadi Shandy gak baik-baik aja dokter?"
" Hmm,untuk fisiknya mungkin terlihat baik-baik saja,tapi jika mentalnya terguncang sudah pasti fisiknya akan ikut sakit..."
Setelah penjelasan dari dokter mereka terdiam. Di ruangan itu hanya ada Gavy,Darma dan Ardan.
Tidak ada yang berminat untuk membuka pembicaraan,mereka hanya terfokus pada Shandi yang menutup mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sekelebat Rindu di angan-angan
Novela JuvenilJika saja Shandi di beri kesempatan hidup untuk kedua kalinya ia ingin menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak akan mudah membuka tangan kepada orang dekat maupun orang jauh. Namun,siapa sangka ia berpindah jiwa ke tubuh pemuda yang nasibnya hampi...