𝚋𝚊𝚐𝚒𝚊𝚗 𝚔𝚎-𝚝𝚒𝚐𝚊; Bertahan atau Berpisah.

75 11 7
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.






"mana bapak lo? lama banget. " gerutu pria berjenggot memegang batu berukuran sedikit besar di tangannya.

Jam sudah menunjukan, pukul 20.41 bahkan tak ada satu pun tanda-tanda bayu yang tengah mencarinya. hanya ada suara kesunyian yang melanda.

karena warga tak ada yang keluar dari rumah saat menjelang malam, ingin berteriak, itu tak dihiraukan oleh warga karena terlalu sering adanya korban yang preman biadab itu bawa. dan tentu saja, warga takut untuk menolong walaupun sekedar memberi tahu polisi.

"jawab bocah!" Fano mendongak melihat sekeliling, "aku nggak tau.. "

brak!!

Batu itu terlempar mengenai kepala Fano. ia menunduk ketika mulai merasakan sakit kepala yang luar biasa dengan kepala yang mengeluarkan cairan merah hingga membasahi baju yang ia kenakan.

"bocah itu mending kita jual aja, kita disini buang-buang waktu buat nunggu orang tua nya!"

Kaki jenjang itu menghampiri Fano yang terduduk lemas dengan tubuh yang terikat oleh tali, "sekarang lo harus Terima akibatnya, gara-gara lo, gue harus nunggu disini!"

Pukulan demi pukulan ia layangkan, tak menghiraukan Fano yang merintih kesakitan. bukannya berhenti justru ia menendang perut bocah berusia sepuluh tahun itu hingga terpental mengenai dinding kotor di hadapannya, Seakan-akan kesakitan adalah hal yang paling sempurna di matanya.

"berhenti!"

"siapa lo?!"

Tak menjawab justru ia menghampiri Fano yang terkulai lemas di sana, tangannya bergetar seakan-akan tak mampu menolong anak tak berdaya di hadapannya.

"t-tolong ... "

Ia menggendong Daksa itu dengan hati-hati, seolah takut rapuh saat ia terlalu kuat memegang. tak menghiraukan preman-preman yang kini tengah menghalangi nya, netranya melirik beberapa polisi yang sudah diam-diam berada disana.

"cuih! siapa lo tiba-tiba kesini?!"

Ia melirik sekilas, "sekarang." katanya seraya berlari menuju kedalam mobil.

"angkat tangan!"

.....

Dinding putih dan bau obat-obatan menjadi ciri khas nya.

Kini, seorang pria menunduk seraya merapalkan doa-doa pada yang maha kuasa. Sedari tadi hanya dirinya sendiri yang berada di ruang tunggu.

Ia menghela nafas gusar, ia tak bisa tenang, ia cemas, tentu saja.


'Ceklek ... '



Pria ber- jas snelli itu keluar dari ruangan. Menatap pria di hadapannya yang menunduk cemas.

'Si Bungsu berceritaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang