"Ayah... "
____________________Bayu bersimpuh, lalu mendekap putranya sangat erat, tangis nya tak dapat lagi ia bendung begitu juga dengan Fano yang sedari tadi sudah menumpahkan cairan bening yang membuat matanya memburam.
"Kamu kemana aja, nak..? Ayah nyariin kamu setiap hari.. "
di genggamnya tangan mungil itu, sedikit mengusap kecil agar putranya lebih tenang sedikit. Bayu menatap wajah merah Fano yang berlinang air mata membuat hatinya bagaikan tergores ribuan pisau.
sederhana saja, ayah mana yang ingin anaknya menangis dihadapan dirinya sendiri?
"Elang, nggak mau pelukan juga seperti om bayu dan Fano?" tanya Angga sedikit berbisik pada sang putra.
"Elang nggak hilang. " Angga terkekeh pelan mendengar nya.
"elang elang..." gumam Angga.
Semilir angin membuat suasana kembali syahdu, dekapan itu tak akan pernah ia lepas meskipun harus terpaksa. begitu juga dengan Fano yang menenggelamkan wajahnya di dada bidang milik sang ayah.
Kini, dermaga menjadi saksi tangisan tulus seorang ayah.
....
dua hari berlalu.
Kondisi Fano mulai membaik, begitu juga dengan keadaan bayu sekarang.
Dirinya tak kesepian selama dirawat dirumah sakit, Ada Elang yang menemani nya. Pemuda itu selalu menyempatkan diri sepulang sekolah untuk menjenguk Fano agar bocah yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri tak kesepian.
"tumben diam aja?" kata Elang.
Fano yang tengah asik membaca buku seketika menoleh menatap kedua netra legam milik Elang yang juga ikut menatapnya.
"ano lagi baca buku kak lang!"
Ano? Nama panggilan yang Elang berikan untuk Fano.
Jujur saja, ia sama sekali tak pernah ingin memberikan nama panggilan khusus untuk seseorang. tetapi kali ini, pertahanan itu runtuh ketika melihat seorang Fano yang ia tak tahu mengapa sudah merasa dekat padanya.
"Ano, om bayu nggak kesinii?"
"Fano nggak tau." pemuda itu mengangguk pelan.
tak ada yang memulai percakapan setelahnya.
hingga pintu terbuka pelan menampakkan pria bertubuh tegap dengan tubuh dihiasi jas putih itu menghampiri Fano yang menatapnya dengan berbinar."Hai Pak dokter!"
dokter itu mengulas senyum hangat, "Hai Fano, saya izin cek kondisi kamu dulu ya?" lantas bocah itu mengangguk.
Dengan semangat ia menaruh buku itu di atas meja nakas putih di sebelah ranjang, dokter muda itu memeriksa setiap luka pada tubuh Fano yang mulai mengering. Begitu juga dengan kondisi yang sudah semakin membaik.
"Fano kapan boleh pulang, dok?" Tanya Elang yang sedari tadi hanya menyimak.
Dokter itu mengangguk pelan, "Fano sudah boleh pulang nanti siang, tolong beri tau ayah Fano ya? Saya permisi. "
Pria itu kembali meninggalkan keduanya di tengah keheningan,"kak lang, nanti ayah kesini nggak? soalnya kemarin ayah nggak kesini..."
"kakak gak tau, no.. " balas nya.
anak itu menunduk dengan menautkan jari jemarinya gelisah. melihat itu, Elang cukup peka terhadap perasaan Fano akhir-akhir ini. Memang bayu sangat jarang pergi untuk menemani Fano.
Terakhir kali Bayu berkunjung disaat kondisi Fano kembali drop 3 hari lalu. Pada saat itu juga pria itu hanya diam tak ada raut gelisah maupun khawatir yang tertera di paras tampannya. Hanya tatapan datar yang pria itu berikan disaat putranya menatap kesakitan meminta pertolongan.
Bahkan tak segan memarahi saat anak itu mengeluh sakit.
Layaknya kanvas putih yang menjadi kotor akibat cat, begitu juga dengan awan putih yang menggantung indah berganti dengan awan kelabu hingga sangat kilat turut menyambar.
Elang menghampiri Fano yang masih menundukkan kepalanya, hingga anak itu mendongak menatap manik kelam nan tajam Elang yang mengintimidasi.
Di usapnya pelan pundak kecil itu hingga berganti dengan rangkulan hangat yang Elang berikan.
"Kenapa ano? ayo cerita sama kakak, "
Fano menggeleng cepat, "nggak kak, Fano nggak pa-pa."
bohong.
Bohong jika ia baik-baik saja.
....
Siang hari.
Angin bertiup kencang membuat hawa panas hilang setengahnya, jalanan ramai dengan kendaraan beroda empat melintas, dengan awang-awang putih bak kapas yang menggantung apik di kanvas biru milik semesta.
"hari ini panas banget ya?"
"iya."
"singkat banget sih lang?" Protes Angga.
Elang melirik sekilas, "iya, hari ini panas. "
"Sudah lah, ngomong sama kamu rasanya ayah lagi ngomong sama patung. Iya kan Fano?"
Disisi lain, Fano.
Ia menatap ke arah luar dengan perasaan berkecamuk begitu juga dengan isi kepalanya.
Dengan rasa takut yang masih menyelimuti, bukan. Bukan karena preman biadab itu!
tetapi, dengan Nayanna.
Wanita itu menjadi bayang-bayang akan ketakutannya di setiap malam, mengingat perlakuan Nayanna yang tak jauh berbeda dengan para preman itu
membuat dirinya mengurungkan rasa semangat dalam dirinya."Fano, kenapa melamun, nak? "
"Fano nggak pa-pa ayah.. "
tunggu..
Apa tadi? Fano memanggilnya ayah?
Sontak keduanya terkejut lantas menoleh, hingga mobil yang Angga kendarai berhenti tetiba hanya karena satu kata terakhir yang mengejutkannya.
"Fano?"
merasa sadar dengan ucapannya beberapa detik lalu Fano menggeleng pelan, "Maaf om, kak lang.... Fano kangen ayah. "
"kalau gitu jangan melamun ya, nak? ga baik. " ia mengangguk
Angga kembali melajukan mobilnya, Elang yang terdiam tengah memikirkan sesuatu, begitu juga dengan Fano yang menunduk seraya memandang jari-jarinya yang masih terdapat bekas goresan yang mulai membaik.
mengapa sekarang pikirannya mulai kalut, begitu juga firasat tak mengenakan tiba-tiba datang menimpanya.
Sungguh, ia tak kuat untuk menampung semua ini.
Pantas kah ia menangis sekarang?
....
helloo~~
maaf bangett baru sempet update, chapter ini agak gajelas soalnya aku udaa lama ga nulis jadinya lupa alur😿😿
KAMU SEDANG MEMBACA
'Si Bungsu bercerita
Teen FictionKisah ini bermula- dimana sepasang suami-istri mengasuh anak dari panti asuhan 'Taruh harapan' dengan harapan dirinya akan menjadi bahagia dari sebelum nya. anak itu bernama "𝐄𝐥𝐟𝐚𝐧𝐨 𝐌𝐚𝐡𝐞𝐧𝐝𝐫𝐚" Banyak sekali rasa kasih sayang dan luka y...