hama

1.6K 121 2
                                    

⚠️ TYPO ⚠️
⚠️ VOTE KOMEN ⚠️











"Lo beneran bakal buat si anak culun itu di pecat?"

"Apapun yang gue mau pasti bakalan terjadi." Seringainya

"Tapi Lo juga bilang kalau dia istri dari CEO perusahaan ini."

"Gue yang seharusnya ada diposisi itu, dia perebut."

Kedua wanita itu saling berbisik, membicarakan sesuatu sambil menatap lelaki kelinci yang sedang bercanda dengan temannya, haechi.

Prita, wanita itu menuai kebencian dan menyebarkannya pada beberapa karyawan kantor. Menyebarkan berita palsu tentang hubungan nave dan CEO perusahaan.

"Kalau Lo yang di pecat?" Tanya teman Prita, angel.

Prita menatap sinis angel. "Gue bilang gak akan mungkin, gue Deket sama keluarga pak Jenaro." Tekan Prita di setiap ucapannya.

Tidak berapa lama wanita itu tersenyum. "Gue kenal salah satu cowo yang beberapa hari terakhir ini selalu merhatiin nave."

Angel menukikkan alisnya. "Dari mana Lo tau." Wanita itu menatap Prita sambil meneguk kopinya.

"Tanpa Lo tau, gue selalu pantau gerak gerik jalang kecil itu."

Angel tertawa kecil. "Udah pasti gue gak tau lah, gak pernah kepo gue sama yang Lo lakuin ta."

"Btw, ambisi Lo gila. Gue gak nyangka Lo bakal se obses ini." Lanjutnya.

Prita ikut tertawa, tetapi tiba tiba saja menyenggol asal lengan angel membuat wanita itu menatap bingung Prita.

"Pak Jenaro, gue duluan ya." Prita berlari kecil untuk mendatangi Jenaro yang sedang berbicara dengan salah satu karyawan.

Ia menyentuh lengan pria itu. "Pak Jen."

Jenaro merasa risih dengan sentuhan yang dilakukan Prita.

Karyawan wanita yang tadinya masih berbicara dengan Jenaro juga turut menatap Prita, namun dengan tatapan bingung. "Emm pak, nanti saya bicarain dengan manajer kami. Kalau begitu saya permisi."

Setelah kepergian karyawan tersebut Prita semakin gencar mendekati Jenaro, padahal pria itu sudah lebih dulu berjalan untuk kembali ke ruangannya.

"Pak Jen, mama minta kita makan siang bareng loh." Ujarnya membuat langkah si pria terhenti.

"Bukan urusan saya." Hardiknya.

Prita cemberut, ia memegang lengan besar itu dengan mengayunkannya. "Ayo lah mas." Panggilan itu pun sudah berganti bahkan nadanya dibuat seolah olah tengah merengek kepada suaminya.

"Pernikahan kita udah diatur loh mas." Ujarnya lagi.

Jenaro mulai jengah dan amarahnya mulai tersulut membuat pria itu menyentak tangannya yang di pegang Prita. Memajukan langkahnya semakin mendekat dengan wanita itu.

Prita tertegun, mungkin dirinya suka didekati oleh Jenaro, namun tidak dengan aura pria itu yang sudah seperti akan membunuhnya secara brutal.

"Mas.." ucapannya terhenti secara paksa karena lehernya sudah dicengkeram oleh pria dihadapannya.

Tubuhnya terangkat dengan terpojokkan di dinding, tangannya gemetar mendorong lengan yang mencekik lehernya.

"P-pak... Arhhh." Pasokan udara mulai menipis.

"Jangan sekali kali menyebutkan panggilan itu, wanita murahan." Tekan Jenaro.

"Dan, saya tidak pernah menyetujui perjodohan bodoh dari wanita tua itu, siap siap mati jika gegabah." Lanjutnya.

Wajah Prita memerah, mulutnya terbuka berharap udara akan masuk untuk membantunya bernapas.

1...
2...
3...

Wanita itu beruntung, cengkeraman tangan besar itu terlepas karena panggilan dari lelaki yang sangat ia kenal suaranya.

Tubuhnya langsung terjatuh menyentuh lantai yang dingin dengan hantaman kuat, matanya berair dan terengah engah.

Prita melihat jelas bagaimana Jenaro langsung memeluk nave di lorong perusahaan yang sepi ini. "Jalang kecil." Geramnya pelan.

"Mas Jen, mas Jen apain Prita?" Nave menatap suaminya dengan tatapan panik dengan atensinya juga terbagi pada keadaan wanita yang mengenaskan itu.

Jenaro menggeleng. "Dia pengganggu." Bisiknya di telinga istrinya.

Nave melepaskan pelukan Jenaro dan menatap mata tajam prianya. Nave melihat jelas bagaimana mata itu memancarkan kebencian dan amarah yang dalam. "Mas Jen kenapa marah?"

Tidak ada jawaban dari suaminya membuat nave memilih beralih pada wanita yang masih terduduk di lantai.

"Mbak Prita gak apa?" Tanya nave sambil menatap Prita yang masih mengatur napasnya.

Wanita itu menatap tajam nave, bukannya menjawab ia malah bangkit dan berjalan tertatih meninggalkan keduanya. Saat ia berpapasan dengan nave dan Jenaro wanita itu menggeram. "Lihat aja apa yang gue lakuin." Geramnya dengan bisikan dan lanjut berjalan.

Nave yang merasa Prita sangat aneh pun kembali menatap pria kekar di depannya. "Mas Jen kenapa?"

"Saya pegang leher dia." Ujar Jenaro.

Nave bingung mengerutkan alisnya. "Mas Jen gak aneh aneh kan?"

"Tidak." Pria itu menggeleng.

Nave melihat jelas bagaimana penampilan Prita yang berantakan, lehernya juga memerah. "Mas Jen cekik dia?" Balas nave terkejut.

Jenaro mengangguk. "Hanya pelan."

Nave menggeleng, lelaki itu memegang kedua tangan besar suaminya. "Mas Jen jangan gitu, kasian mbak Prita." Pinta nave.

Bukannya menjawab Jenaro malah membawa nave menuju ruangannya, berjalan dengan langkah yang lebar membuat Neva kewalahan.

"Mas Jen pelan ih." Rengeknya.

Jenaro yang mengerti langsung saja menggendong istrinya. Tiba di lantai ruangannya, Clarisa selaku sekretaris menatap bos nya dan nave dengan terkejut, namun Jenaro tampak abai dan melanjutkan langkahnya.

"Itu nave kenapa? Dihukum? Yakali hukumannya digendong." Celetuk Clarisa pelan.

"Akhir akhir ini juga nave keliatan Deket banget sama pak Jenaro, pergi bareng eh pulangnya juga bareng. Tapi kalau di perhatiin tuh badan nave juga mulai berisi dah, sejak kapan yak?" Bingungnya sambil berbicara sendirian.

Clarisa juga membuat pergerakan menghitung dengan jari jarinya. "Udah sekitar berapa bulan sih kok aku lupa." Wanita itu menggaruk rambutnya. "Lima bulan ada gak sih?, sejak nave masuk kerja." Lanjutnya bermonolog.









" Lanjutnya bermonolog

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

⁉️ Thank you ⁉️

privileges of Mr. Agrisyam's wife || BxBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang