"Siapa Dia" ?
Kaffa mengayuh sepeda dengan cepat setelah pulang dari supermarket, membelikan beberapa kebutuhan mama di dapur.Ini sudah terlewat seminggu setelah bertemu dengan Adriel di cafe. Pria itu belum lagi bertemu dengan nya, namun beberapa kali menyapa lewat pesan singkat.
"Aduh harus cepat ini, takut mama marah." Ia bergumam masih dengan mengayuh sepeda nya ditengah gerimis yang mulai turun.
Tiba tiba ia berhenti saat sesuatu mengganggu fokusnya, dua bocah lelaki mengenakan seragam yang terduduk di halte bus. Dan ada sepeda biru dongker yang terpakir apik di depan nya.
Memori itu kembali lagi, saat melihat situasi nya Kaffa menjadi seperti deja vu.
Teringat kembali awal pertemuan mereka berdua, dirinya dan Aslan di halte pada sore hari ketika hujan turun. Mengenakan seragam dan Aslan yang menawarkan nya untuk pulang bersama menggunakan sepeda kesayangan pria itu.
Lalu ia tersenyum kecil, melihat dua anak itu membuat darahnya berdesir hangat. Melupakan dirinya yang diguyur hujan dan belanjaan mama.
Beberapa saat terdiam, kemudian ia terkejut saat mengingat dirinya ditunggu untuk pulang. Dengan cepat ia kembali melaju dengan kecepatan tinggi menerobos hujan yang semakin lebat.
▪︎▪︎▪︎
"Astaga kamu kenapa bisa gini sih"
Itu suara Hanif, sejak baru masuk ia terus mengomel kepada Kaffa. Ia menjenguk Kaffa yang sedang demam dan pilek, akibat kejadian kemarin sore, dirinya jadi sakit seperti sekarang.
Lalu ia tercengir, "hehe aku kan kemarin kehujanan." Ucapnya diselingi tawa kecil. Hanif pun semakin mengerutkan alisnya sebal. "Kenapa ngga neduh dulu? Udah tau hujan, kamu kan bisa masuk angin. Terus akhirnya demam kaya gini."
Kaffa tersenyum polos "Aku udah di tunggu mama, jadi harus cepat."
Setelah percakapan singkat tersebut Hanif tak lagi melanjutkan, melainkan menaruh makanan yang masih di balut plastik dan styrofoam di atas meja. "Buburnya masih hangat, ngga aku pakai kan kacang kok."
"Suapin dong, Nif." Ucapnya manja, Hanif pun menggelengkan kepalanya pelan, beralih membuka perlahan bubur yang ia beli.
"Kamu ini manja banget kalau sakit."
"Tapi kamu tetap ladenin aku." Jawabnya lagi, Hanif hanya terdiam tak mengelak sebab apa yang sahabatnya katakan memang benar. Ia sangat menyayangi Kaffa selayaknya adik sendiri.
Walaupun terkadang tingkah nya begitu menyebalkan dan membuat emosi, tetapi Hanif tak menghiraukan nya. Sebal memang, tapi sayang.
Daripada Kaffa, Hanif lebih pundungan. Kalau sudah begitu, hanya Kaffa yang mampu membujuknya kembali, atau Adnan.
"Kamu sudah bertemu dengan Aslan?"
Kaffa berhenti mengunyah dan menatap Hanif yang menerjap beberapa kali. Lalu mengedikan bahu acuh "belum. Aku juga belum bertemu dengan kak Adriel lagi, mungkin sibuk."
Hanif menghela nafas, "kalau sibuk terus ngga akan ketemu. Kenapa kalian tidak membuat janji?"
"Nanti kalau kak Adriel punya waktu, pasti bisa kok. Kak Adriel ngga mungkin lupa, apa lagi melanggar janji nya. Aku tinggal nunggu waktunya aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Aromanis - SungWon
Novela JuvenilIni tentang Aslan dan Kaffa. Lembaran cerita manis bertahun tahun lalu sudah Kaffa tutup. Tetapi di kemudian hari ia harus membuka kembali lembaran tersebut ketika orang lama kembali ke hidupnya yang sekarang. Apa pria itu tak mengingat betapa perih...