Aromanis Pertama.
ketika Jakarta masih dikenal Batavia, 4 maret 1621 De Heeran Zeventien mengubah nama Jayakarta menjadi Batavia. Dari nama etnis Jermanik yang bermukim di tepi Sungai Rhein, dianggap sebagai nenek moyang bangsa Belanda dan Jerman, Bataf. Kota yang semulanya dihancurkan oleh Belanda dan di atas reruntuhan kota tersebut dibangunlah sebuah kota dengan pola dan tata letaknya meniru kota di negeri Belanda. Nama Batavia sendiri telah dipakai sekitar tahun 1621 sampai pada tahun 1942, yaitu ketika Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang. Pada masa kepemimpinan Jepang, nama kota ini pun diubah menjadi Jakarta.
Yang orang sebut, tempat sejuta cerita dan luka.
▪︎▪︎▪︎
2013, Jakarta.
Sore itu hujan deras mengguyur kota, beberapa orang memilih untuk menetap di rumah ternyaman mereka untuk menghangatkan diri dari cuaca yang sangat dingin. Tetapi ada juga beberapa pedagang berkaki lima yang meneduh di ruko ruko atau pinggir jalan. Dan tidak sedikit pula pengendara mobil dan motor yang ikut berteduh di pinggiran toko.
Seperti hal nya bocah lelaki berumur 9 tahun ini. Namanya Kaffa Wicaksana.
Ia terduduk sendiri di halte bus yang sepi, menekuk kedua lutut dan memeluknya erat. Nayanika indahnya menatap rintik hujan yang mulai mereda. Sesekali tangan nya mengadah berusaha menggapai air hujan.
Sudah terhitung hampir satu jam setelah pulang sekolah Kaffa berada di halte. Sekolah sudah sepi, mungkin teman teman nya kini sudah nyaman berada di ranjang mereka. Tidak seperti Kaffa yang menahan dingin nya angin pada sore hari ini. Hanya berbekal seragam sekolah dan jaket abu abu kesayangan nya.
Hingga sebuah sepeda berwarna biru dongker berhenti tepat di hadapan Kaffa, ia mendongak dan mendapati seorang anak lelaki yang menatapnya penuh minat dan rasa penasaran.
Anak itu basah kuyup, ia mendudukan dirinya di samping Kaffa dan tersenyum manis. "Boleh aku ikut berteduh disini??" Kaffa pun hanya menganggukan kepala dengan sedikit keraguan.
"Terimakasih, aku Aslan Pangestu. Sepertinya kamu lebih muda dari aku? Berapa usia kamu?"
"Aku sembilan.."
"Kita berjarak tiga tahun. Tapi aku ngga suka kalau orang panggil aku kakak. Jadi kamu boleh panggil aku Aslan." Ia mengulurkan tangan nya dengan ramah, suaranya mengalun lembut dalam pendengaran Kaffa. Beberapa saat ia memandang tangan itu yang masih setia melayang di udara. Akhirnya ia membalas.
"Aku.. Kaffa, Kaffa Wicaksana." Lelaki di sampingnya tersenyum girang, sungguh aneh. Begitu monolog Kaffa. "Apa kamu baru pulang sekolah?" Tanya nya sambil memandang pakaian yang Kaffa kenakan dari atas hingga bawah.
Yang ditanya hanya mengangguk, "aku baru pulang sejam yang lalu." Oknum di depan nya memasang wajah prihatin. "berarti kamu dari tadi disini ya? Ngga dijemput?"
"Aku ngga pernah di antar jemput kecuali kalau mama lagi senggang, aku biasanya selalu jalan." Kaffa berucap sambil menatap jalan yang sepi, kaki nya yang tak sampai pada pijakan ia goyangkan ke depan dan belakang dengan ria.
"Aku juga ngga pernah di antar jemput, tapi aku pakai sepeda. Kamu sekolah dimana Kaffa?"
Ia menunjuk bangunan besar yang tak jauh dari pengelihatan, bangunan itu terdapat di samping halte bus. Aslan melebarkan matanya dan mengangguk. "Sekolahku dekat sama sekolah kamu." Ujarnya penuh semangat. Kaffa pun hanya mengangguk sebagai respon.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aromanis - SungWon
Fiksi RemajaIni tentang Aslan dan Kaffa. Lembaran cerita manis bertahun tahun lalu sudah Kaffa tutup. Tetapi di kemudian hari ia harus membuka kembali lembaran tersebut ketika orang lama kembali ke hidupnya yang sekarang. Apa pria itu tak mengingat betapa perih...