Bagian 10

285 24 2
                                    

Pada dasarnya, watak atau sifat bawaan seseorang sulit diubah. Meski cenderung memiliki keputusan yang tegas. Koleris bisa menjadi tidak sabaran dan keras kepala. Mereka lebih memprioritaskan pencapaian dari pada membangun hubungan sosial. Lebih buruknya lagi, mereka pribadi egois dan mudah meledak.

Seperti seseorang yang mampu melakukan segala cara demi mencapai tujuan.

Keterpurukan yang melanda, jelas tidak akan semudah itu merubah sifat yang terlanjur melekat kuat.

"Lo mulai seenaknya!" Saskia berteriak kencang sembari menendang pintu hingga tertutup rapat, menimbulkan suara dentuman keras. Dada perempuan itu terlihat naik turun karena emosi. Sorot matanya berapi-api.

Dimas yang tau apa maksud dari ucapan Saskia, membalas dengan nada dingin. "Disini saya gak nyaman."

"Gak perduli!"

Saskia masih tidak terima dengan pergantian status baru.

Pagi ini saat mood sedang buruk-buruknya. Dia sudah dibuat meradang oleh tingkah Dimas yang seenak jidat mengambil keputusan, tanpa berdiskusi lebih dahulu.

Setelah menginap semalam, pria itu berpamitan kembali ke rumah. Memang tidak ada yang salah, tidak ada kalimat yang merujuk ingin sekalian mengajaknya. Tetapi, Dina dan Robert justru memaksa agar dia ikut pulang bersama dan mulai pendekatan.

Walaupun ingin, Saskia tidak bisa marah pada keduanya. Karena Saskia tau, mereka sebagai orang tua hanya menginginkan hubungan anaknya berjalan seperti pasangan lainnya, yang akan berakhir saling jatuh cinta.

Namun, bukankah tidak mudah merubah hati?

Selain tidak sudi, Saskia juga tidak ingin menjatuhkan hati pada pria yang tidak setara.

Saskia memang bertekad ingin membuka lembar baru dan kembali menata hidupnya. Tetapi, tidak dengan bersama Dimas. Dia ingin meraih bahagia versinya sendiri. Dengan caranya sendiri.

"Sebenarnya apa tujuan lo, Dimas?"

"Padahal lo bisa lari! Karena gue gak bakal nuntut tanggung jawab! Dan asal lo tau, keluarga gue gak semiskin itu, sampai-sampai gak bisa hidupin janin sialan ini!" Saskia berdecih sinis melihat Dimas tak merespon, pria itu sibuk memasukkan baju ke dalam tas.

Saskia menendang kaki ranjang, melampiaskan rasa frustasi. Tangannya bergerak menyambar vas bunga di atas nakas lalu menggenggamnya erat.

Tiba-tiba, Saskia tertawa terbahak. Menertawakan dirinya yang kini terjebak oleh rencanannya sendiri. Orang-orang sering menyebut, senjata makan tuan.

Awalnya. Saskia kira, ia bisa menjalani pernikahan ini dengan mudah. Tapi entah kenapa, setiap detik yang terlewati membuat dadanya terasa semakin sesak.

"Apa lo diam-diam suka gue ya?" Saskia segera melempar tuduhan begitu selesai tertawa. Ia mulai merangkai benang merah. Kepalanya mengangguk-angguk, membenarkan apa yang terlintas di pikirannya saat ini. "Itu kenapa lo sering update ke gue, apapun kegiatan Saka. Karena lo sesuka itu sama gue."

Dimas menghela nafas panjang, berusaha sabar dan tidak terpancing.

"Atau.. lo mau kuasai harta bokap gue?"

"Ah, yang kedua kedengarannya lebih masuk akal sih."

"Babu yang mimpi jadi sultan Hermawan." Saskia terus mengoceh.

Sedangkan Dimas, dia terlihat berusaha menekan amarah saat mendengar tuduhan-tuduhan menjijikkan itu dilayangkan.

"Picik sekali, rebut gue dari majikan lo cuma demi harta yang gak dibawa mati. Babu, tapi gak sadar diri."

FATE POIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang