end

461 78 21
                                        

Saat ini Seno berada di sebuah gubuk jerami di tengah-tengah hutan. Dirinya tengah mondar-mandir di depan seorang remaja laki-laki yang sedang duduk dengan kaki dan tangan diikat serta mulut dilakban. Zayden. Satu-satunya orang yang masih tersisa dan masih hidup.

Dia menatap Seno. Matanya menyorot tajam. Sepertinya mereka berdua sama-sama akan berperang.

"MMHH!"

"Diam." Seno memerintah.

Tampaknya Seno sudah lelah linglung tak karuan. Ia memutuskan untuk melepaskan ikatan tangan dan kaki Zayden lalu dengan kasar mencabut lakban di mulut lelaki itu, membuat Zayden meringis kesakitan.

"Tolol!" Zayden mengumpat, mengusap area mulutnya menggunakan telapak tangan.

"Ku bilang diam! Kau seharusnya berduka saat ini, karena teman-temanmu sudah mati!" jawab Seno.

Seketika mata Zayden membelalak. Dia berdiri, mendekati Seno. Zayden dengan lancang meninju wajah yang dipenuhi riasan menor itu.

"Ikut aku." ujar Seno sambil menarik paksa tangan Zayden untuk keluar dari gubuk itu.

Sembari memberontak, Zayden tidak pernah berhenti menangis. Dia lemah kalau menyangkut tentang teman-temannya.

"LO BODOH! LEPASIN GUE!"

"Kau yang bodoh!"

Seno terus menyeret tubuh Zayden sekuat tenaganya, membiarkan tubuh itu terluka karena terkena tanaman liar.

Setelah lama berjalan di hutan, Zayden berhenti memberontak ketika melihat cahaya dari lampu di depannya. Ia yakin bahwa itu adalah jalan keluar. Zayden menarik nafasnya, ingin berteriak meminta pertolongan namun sepertinya Seno sudah mengetahuinya. Seno sigap membungkam mulut Zayden menggunakan sebuah kain yang sudah dicelupkan ke dalam air bius. Hal tersebut tentu membuat Zayden menjadi tak sadarkan diri. Seno tersenyum lalu menyeret tubuh Zayden menuju pemukiman warga.

Saat berada di pinggir jalan, suasana sudah senyap, memudahkan Seno untuk melangsungkan aksinya. Seno membuka pintu mobil bagian penumpang, memasukkan Zayden ke dalam mobilnya. Lalu ia masuk ke bagian tempat duduk sopir.

Seno melajukan mobilnya dengan cepat. Malam itu hawanya sangatlah dingin. Seno sesekali melirik ke spion atas untuk mengecek keadaan Zayden, waspada agar bocah itu belum sadar.

Ketika di tengah perjalanan, Zayden ternyata sudah sadar, namun ia tetap bungkam. Memastikan bahwa Seno tidak dalam keadaan menoleh ke spion atas. Barulah di situ Zayden duduk lalu menutup wajah Seno dengan telapak tangannya.

Kejadian tersebut jelas membuat mobil yang dikendarai Seno menjadi oleng karena dirinya tidak bisa melihat jalanan. Tangan kirinya berusaha untuk menyingkirkan tangan Zayden.

"SINGKIRKAN TANGAN KOTOR ITU! KAU MAU KITA MATI?!"

"Bukannya itu emang tujuan lo? Lo udah janji kalau gue setuju untuk menjadi kambing hitam, lo nggak bakal nyentuh sahabat-sahabat gue. Tapi nyatanya apa?! Lo tetap ngelakuin itu!"

Flashback.

Pada saat hari pertama mereka tinggal di Rumah Kita, Zayden sudah lebih dulu mengenali Seno jalur teror berupa kotak yang di dalamnya berisikan tulang belulang serta tulisan AYO MATI! Sebelum Zayden membuang kotak tersebut, ia menatapnya terlebih dahulu. Ternyata Zayden melihat ada sebuah kalimat lain di bagian bawah kotak itu. Yang mana kalimat itu berupa, 'Temui aku di hutan belakang Rumah Kita jika kau mau teman-teman mu selamat.'
Tanpa rasa takut, Zayden benar-benar menemui peneror tersebut. Di dalam hutan itu mereka berdua membuat kesepakatan. Badut itu menyuruh Zayden sebagai kambing hitam dan juga korban sebagai perwakilan dari kelima teman-temannya agar tidak habis di tangan si badut. Awalnya Zayden merasa bingung, namun ia menyetujuinya demi keselamatan teman-temannya. Ia rela menjadi kambing hitam sekaligus korban selanjutnya yang habis di tangan Seno.
Saat Zayden bertanya kenapa Seno melakukan hal ini? Jawaban singkat keluar dari bibir pelaku. Dia menjawab, "karena ingin". Jujur saja, saat itu Zayden membatin, memangnya dunia ini milikmu?

RUMAH TUJUH ENAM [Proses Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang