24. let it be

156 13 2
                                    

sudah tiga hari sejak zhang hao menginap, sudah tiga hari pula kediaman itu terasa semakin hangat. hanbin sering melihat ibunya mengajak yujin mengobrol, entah untuk menceritakan mimpi si kecil yang aneh, atau sekedar bertanya keadaannya hari ini.

daeho juga sangat suka mengajak yujin bermain, menonton channel khusus anak-anak dan terus melemparinya pertanyaan seperti 'apakah yujin suka melihat kucing berbicara seperti itu?'

untunglah yujin sudah mulai nyaman di rumah besar ini, tiap kali diajak berbicara dia menjawab dengan panjang lebar meski dia sendiri suka bingung menyusun kalimat. lidahnya masih cadel, namun kakek dan nenek tetap menanggapinya dengan antusias. jadi dia betah berceloteh di depan mereka.

siang itu, lagi-lagi yujin tak di rumah. misun membawanya pergi ke mall. zhang hao tidak berani menolak meski dia takut misun akan bangkrut karena selama tiga hari belakangan yujin sudah punya banyak sekali barang-barang baru.

rumah jadi terasa sangat sepi, hanbin yang kini sering melamun jadi tidak menarik untuk diajak bicara, karena tiap zhang hao memulai obrolan, hanbin sering tidak nyambung.

tapi tiba-tiba saja, ketika zhang hao memilih untuk beristirahat di kamar, hanbin gantian menghampirinya. dengan ekspresi tak terselami, dia berdiri di depan pintu. kedua tangannya terkepal, seakan menggenggam sesuatu dengan eratnya.

"ada apa?"

"zhang hao."

lalu diam, alisnya menukik halus, namun matanya berkedip ragu. mulutnya terbuka, kemudian dia kembali mengatupnya. zhang hao tak tahu apa maunya pria ini, jadi dia bertanya lagi, menuntaskan rasa bingungnya yang mulai menumpuk. namun jawaban hanbin sungguh diluar dugaan, zhang hao tak pernah berpikir jika hanbin akan mengatakan hal tersebut kepadanya, menjadikannya orang pertama yang dia tanyai ketika mengambil sebuah keputusan besar.

setelahnya zhang hao buru-buru menghampiri hanbin, memeluknya yang hampir saja menangis. mengusap kepalanya dengan begitu lembut, sembari berujar, "kau hebat sekali, hanbin."

•°• ✾ •°•

"kau setuju?!"

tak pernah sekali pun hanbin melihat ibunya lebih bahagia dari ini, atau mungkin sebahagia ini sebelumnya. ketika dia memberitahu bahwa ia setuju atas pernikahan mereka, di wajah yang sudah tua itu, hanbin tak lagi melihat kesedihan dan beban derita. hanya kebahagiaan, itu saja.

hanbin mengangguk, misun yang tadinya sedang membaca majalah langsung menepuk ruang kosong di sebelahnya, meminta hanbin duduk di sana, kemudian dengan ragu-ragu hanbin menurut.

"sungguh?"

"iya, ibu."

"oh, syukurlah hanbin. ibu senang sekali."

tubuh hanbin direngkuh hangat, awalnya dia agak terkejut dan menatap zhang hao yang bersembunyi di balik tembok dengan pandangan meminta tolong. tapi pemuda itu memelototinya, mengomel tanpa suara. akhirnya hanbin membalas pelukan ibunya dan menyamankan diri. ternyata tak buruk juga, dan hanbin lupa kapan terakhir kali mereka berpelukan setulus ini.

"kita harus bahagia bersama, hanbin!"

"i-iya, ibu."

mungkin di sinilah akhirnya; mimpi kecilnya yang tak pernah menjadi nyata, memiliki seorang ayah yang baik, masa kecil yang menyenangkan, semua itu hanyalah kenangan sekarang. hanbin mungkin tak akan bisa mengubah segala hal yang sudah terjadi. dia tidak akan pernah bisa menghitung seberapa banyak kisah larut malam yang tak sempat ibunya ceritakan, berapa banyak pelukan yang hilang, berapa banyak dia menangis sambil mengucap rindu ketika malam menjelang. tapi hanbin akan melepaskan masa-masa sulit itu, melawan ketakutannya sendiri hanya agar ibu bahagia.

tapi jika bukan karena zhang hao, hanbin tak mungkin akan berpikir demikian. dia yang selalu membuat hanbin merasa baik-baik saja, betapa hanbin beruntung memiliki zhang hao di hidupnya.

to be continued






ini nulisnya setengah sadar

the lakes [binhao/binneul]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang