hari berlalu seperti hanbin tak pernah mendapatkan panggilan menyebalkan dari ibunya waktu itu. dia sengaja melupakannya, menikmati tiap waktu yang dia habiskan di pinggiran kota ini dan bersenang-senang. neneknya tak banyak mengekang hanbin sejak dia tak pulang semalaman, cemas bila hanbin memberontak dan kabur untuk kedua kali. sedangkan sunghoon, mereka nyaris seperti orang asing.
baiklah, hanbin mengerti jika sunghoon ingin menjauhinya karena mereka sempat cekcok. tapi kenapa zhang hao juga seperti turut menjauh darinya? ataukah ini hanya perasaan hanbin saja?
tiap mereka pergi ke danau di sore hari, zhang hao selalu meminta untuk pulang lebih dahulu. jika hanbin mengajak yujin bermain, zhang hao selalu melarangnya untuk bermain di dalam rumah terlalu lama. bahkan hobi barunya adalah mengurung diri di kamar dengan alasan bekerja. apapun alasannya, hanbin tak kuasa untuk bertanya.
"apakah papa sangat sibuk akhir-akhir ini, yujin?"
"iya."
itu jawaban yang tidak serius dari seorang anak kecil yang bahkan kurang mengerti dengan pertanyaan hanbin. yujin sibuk menggali pasir, menumpuknya menjadi sebuah gunung mini. sudah tiga hari ini zhang hao jarang menghabiskan waktu bersama mereka, memasrahkan putranya pada hanbin untuk diajak bermain.
mereka seakan hanyalah sepasang teman yang saling membutuhkan bantuan, atau hanya hanbin yang sedang menolong. tidak ada percakapan romantis seperti saat hanbin menghabiskan malam bersamanya. kurang interaksi bersama zhang hao membuat hanbin merasa sangat mudah lelah, pikirannya terus terbang ke mana-mana, bebannya seperti bertambah dua kali lipat.
apakah mereka hanya akan berakhir seperti ini?
"sedang membuat apa?"
"ini rumah untuk semut."
hanbin menghela napas bosan. bersama yujin memang menyenangkan, tapi apalah arti ini semua jika papanya menjauhi hanbin.
matahari semakin meredup, cahayanya membuat area sekitar menjadi berwarna orange. sudah pukul lima, dan mereka masih berada di danau dari beberapa jam yang lalu. zhang hao pergi ke kantor penerbit sejak pagi, entahlah bila dia sudah pulang.
hanbin sadar bahwa dia dan zhang hao tak pernah saling kirim pesan, mengingat bahwa jarak mereka lumayan dekat. dia pun ragu untuk menanyakan keberadaan zhang hao, rasanya seperti tidak pantas.
semua hal yang sudah mereka lakukan bersama hanya seperti imajinasi. hanbin terus bertanya-tanya, apa yang membuat mereka menjadi seperti ini.
hanbin membawa yujin kembali pulang. langkahnya diseret lesu. sesampainya di rumah, tempat itu ternyata masih dikunci dan gelap. zhang hao sepertinya belum kembali. hanbin mengambil kunci di tempat zhang hao sering menaruhnya, masuk dan menyalakan penerangan. dia memandikan yujin terlebih dahulu dan memasak makan malam.
"papa mana?" tanya yujin saat tubuhnya diangkat menuju meja makan. menyadari bahwa eksistensi yang tersayang belum tampak sejak mereka pulang.
"papa ada urusan. ayo, kita makan duluan, ya?"
piring yujin lagi-lagi diisi telur dan beberapa sendok nasi. bukan tak pandai memasak, hanbin hanya menemukan telur di lemari pendingin.
"telur! yujin suka telur." celoteh yujin dan mulai makan dengan tenang. hanbin hanya memperhatikannya, itu membuat hanbin cukup kenyang.
setelah yujin selesai, hanbin mencuci piringnya dan membuatkan yujin susu. mereka menonton kartun hingga pukul sembilan malam, dan secara tidak sadar yujin sudah mendahuluinya menuju alam mimpi.
perasaan khawatir menjajah hatinya ketika tak mendapati tanda-tanda bahwa zhang hao akan pulang dalam waktu dekat. dia berjalan mondar-mandir, mengecek ke luar rumah lewat jendela dan kembali duduk di sofa. ketika itu, ponselnya tiba-tiba berdering, hanbin berharap besar bahwa itu adalah zhang hao, namun pupus sudah harapannya saat melihat bahwa nenek lah yang menelfon.
"halo?"
"hanbin? kapan kau akan pulang? sudah sangat larut."
benar, hanbin sampai lupa bahwa seseorang menunggunya juga untuk pulang.
"nenek, maafkan aku. aku akan sedikit terlambat karena temanku tiba-tiba sakit. aku menemaninya membeli obat."
"malangnya anak itu. baiklah, tolong hati-hati. nenek akan menunggumu."
"tidak usah, nenek. nenek tidur saja, aku akan segera pulang."
sedih, hanbin sangat merasa bersalah mengatakan kebohongan itu pada neneknya. tapi saat ini zhang hao juga sangat mengkhawatirkan, dia harus menunggu pemuda manis itu pulang. setelah panggilan terputus, hanbin merebahkan diri di sofa. tubuhnya seperti akan remuk.
pukul sebelas malam, suara mobil yang perlahan berhenti membangunkan hanbin. dia tertidur dan kepalanya sangat sakit harus terbangun tiba-tiba. ia membukakan pintu, mendapati zhang hao yang sama lelahnya keluar dari mobil. pemuda itu tampak terkejut melihat kehadiran hanbin yang disangka sudah pulang sejak tadi.
"dari mana saja kau, zhang hao?"
setelah pintu kembali ditutup, hanbin langsung menodongnya dengan pertanyaan bernada dingin. ketika zhang hao melewatinya, aroma alkohol tercium samar.
"kau mabuk?"
"tidak," jawab zhang hao seadanya, berjalan lurus menuju kamar.
"lalu kenapa kau tercium seperti baru saja meminum alkohol? apa yang kau lakukan? kau tidak memikirkan yujin?"
langkah zhang hao berhenti, dia berbalik. wajahnya yang menawan tak lagi dihiasi aura kebahagiaan, hanbin belum mengerti dengan situasi yang tengah mereka hadapi. bibir zhang hao tampak bergetar, matanya mengerjap berusaha untuk tidak menangis.
"apa yang terjadi padamu? jangan menjauhiku dan bersikap seperti ini, kau tidak harus menyiksa yujin juga."
"bisakah kau berhenti menyebut yujin?!"
ini bukan kali pertama zhang hao meneriakinya, namun tetap saja hanbin masih terdiam ketika mendapati perlakukan sedemikian rupa.
"berhenti menyebut namanya, kau hanya memikirkan yujin, selalu anak itu!"
zhang hao kembali berjalan, mengusap pipinya yang mulai basah oleh air mata. dia membanting pintu, tidak peduli jika yujin harus bangun karena pertengkaran mereka. hanbin mau tak mau ikut masuk, memandangi punggung zhang hao yang sibuk membenahi diri.
"kau marah hanya karena aku selalu bersama yujin? lalu bagaimana denganmu? bukankah kau yang membuatku selalu bersamanya?"
zhang hao terisak, mendudukkan diri di ranjang dengan menyedihkan.
"kau memang tidak pernah mengerti apapun. dasar anak kecil!"
"apa?!"
anak kecil? itu sungguh tidak sopan! hanbin berjalan dengan penuh emosi, berdiri di hadapan zhang hao beserta wajahnya yang memerah.
"kau pikir siapa anak kecil yang kau maksud? bagian mana yang tidak aku mengerti?" hanbin bertanya dengan marah, suaranya meninggi. "kau yang tidak pernah memberitahuku apapun, kau memilih pergi dari pagi hingga malam, kau memang papa yang buruk!"
harga dirinya seperti diinjak ribuan kaki, zhang hao merasa seluruh dunia tengah menyakitinya sekarang. ia bangkit dan mendorong hanbin hingga pria sung itu mundur beberapa langkah.
"brengsek! kau hanya memakaiku seperti pecundang dan kini kau mengataiku tanpa tahu malu! kau brengsek, sung hanbin!"
"katakan padaku apa yang salah, zhang hao! aku hanya memintamu untuk lebih memperhatikan putramu sendiri!"
sekali lagi, zhang hao mendorongnya hingga dada hanbin terasa begitu nyeri. pukulan demi pukulan dia terima, namun tak ada yang bisa hanbin lakukan selain ikut memukuli dirinya sendiri hingga zhang hao berhenti dan menangis kian keras.
"aku membenci kalian semua, aku benci kau dan yujin, kau puas?! pergi dari rumahku!"
memang hanbin hanyalah anak kecil, semua perkataan zhang hao dia terima dan dia simpan dengan baik. akhirnya ia pergi dari rumah itu sambil menangis pula, air matanya tertinggal tiap kali langkahnya menjauh. hanbin tidak percaya jika zhang hao akan mengatainya sebegitu keras, dia pikir mereka saling mencintai. ternyata hanya hanbin yang merasa bahwa hubungan ini lebih dari hubungan pertemanan biasa. sungguh, ini menyakitkan.
to be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
the lakes [binhao/binneul]
Fiksi Penggemar(18+) pengasingan membuat sung hanbin menemukan sebuah danau di belakang rumah neneknya. dia jarang sekali berkeliling, menyesal baru mengetahuinya akhir-akhir ini. tapi danau itu tidak lebih indah dari apa yang hanbin temukan di sana. sesuatu yang...