11

155 9 0
                                    

Setelah kejadian dengan Eve; saudari kembarnya, Zoe yang merasa kecewa dan tersayat hatinya segera saja beranjak dari kegiatan cuci mobil yang diadakan di sekolah, meminta Jasmine untuk mengantarnya pulang. Tak keberatan gadis berambut silver blonde itu mengangguk.

Di perjalanan Zoe tampak kalut. Ucapan Eve terus saja terngiang di kepalanya hingga tatapan kekasih Eve padanya kala itu terputar bak kaset rusak di kepalanya. Sejujurnya Zoe tak mengerti, akan tetapi ketika mengingat ucapan tiga temannya tentang permainan resmi di sekolah mereka, Zoe mulai paham mengapa Zander menatapnya seperti itu.

"Tetap bersembunyi, maka kau akan aman." Tak tau arti yang sebenarnya perihal bersembunyi. Zoe adalah seonggok makhluk hidup dengan tinggi 5'4 dan bobot kurang lebih 50kg itu tak mungkin berjalan tanpa terlihat bukan. Sedikit ambigu.

Dia mulai mengerti kini. Sekolahnya bukan hanya sebagai sekolah yang dihuni anak-anak elite kelas atas, melainkan sekolah yang melegalkan permainan keperawanan. Banyak meniduri perawan adalah sang pemenang. What the hell?! Apa dia baru saja melewati portal menuju dunia fantasi? Rasanya begitu aneh. Walau dirinya tidak hidup pada negara yang memegang teguh budaya timur, tapi hal seperti meniduri banyak gadis perawan adalah tindakan kurang ajar; pelecehan, jika hanya untuk kepentingan pribadi tanpa dasar yang kuat.

Harusnya permainan itu dicegat, dibubarkan, dilarang! Tapi, mengapa justru dinikmati? Bahkan tak ada tindakan dari dewan sekolah dan para guru. Itu aneh dan buruk sekaligus.

Zoe sungguh tak mengerti.

"Zoe, apa yang kau pikirkan?" Jasmine akhirnya bertanya acap kali menoleh dan melihat Zoe seakan tengah memikirkan sesuatu yang berat.

Zoe diam, tak menjawab.

Jasmine bertanya lagi. "Kau masih memikirkan yang tadi?"

Kali ini Zoe merespon dengan gelengan kepala. "Bukan itu," katanya kemudian. "Aku masih tidak mengerti tentang sekolah kita ..."

"Why?"

"That game!" tegas Zoe. "Mengapa harus ada jenis permainan seperti itu?"

"Oh itu bukan sekedar permainan, Zoe. Virginity game sudah seperti mata pelajaran tambahan di sekolah kita yang khusus diambil oleh para laki-laki."

"Konyol," desis Zoe mendengar hal tak masuk akal dari belah bibir Jasmine. "Depan belok kanan, Jess."

Jasmine melirik lalu tertawa. "I knew. Aku beberapa kali ke rumahmu. Eve sering mengadakan pesta, jika ibumu sedang tidak di rumah."

Zoe hanya tersenyum tipis. Ya, dia lupa hal itu.

"Zoe, can I ask you something?" Jasmine berujar, menarik atensi Zoe yang tengah memandangi rumah-rumah elite di kompleks perumahannya sebelum mobil dark blue milik Jasmine berhenti di depan rumah ibunya.

"Sure. Tanya saja."

"Are you virgin?"

Pertanyaan yang melewati gelombang bunyi itu hinggap tepat di telinga Zoe. Sedikit membuatnya syok mendapati pertanyaan seperti itu. Memikirkan kembali untuk apa Jasmine bertanya, tapi jika mengaitkannya dengan keadaan di sekolah, Zoe paham.

Dia mengangguk pelan bak penuh keraguan besar dalam dirinya. Dan tanpa pikir panjang.

"Damn. Kau berkata jujur, kan?"

"Why?" celetuk Zoe cepat. Intonasi Jasmine menyiratkan dia tak percaya pada ucapan Zoe.

"Sorry, but you are 18."

"So?" Air muka Zoe berubah bingung.

"Nothing. Hanya saja–"

"Apa menjadi perawan di usia 18 tahun adalah aib di sini?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VIRGINITY GAME Book 3 [17+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang