06

38 4 0
                                    

"Souls tend to go back to who feels like home."

"Zoe, aku pikir ini akan cocok untukmu." Alisa mengeluarkan sesuatu dari dalam lemari pakaiannya sementara Zoe masih tertarik melihat buku tahunan sekolah milik kakak iparnya tersebut.

Pandangan mata dari si cantik bersurai cokelat dengan aksen british yang begitu kental melewati setiap barisan foto siswa tahun senior yang telah menjadi alumni kurang lebih tiga tahun yang lalu. Dia mendapati foto Alisa begitu cantik ketika masih menjadi siswi Royal Golden. Dalam balutan jas seragam serta name tag dan lambang sekolah elite tersebut seketika saja membuat Zoe tertarik.

Dia membaca salah satu kalimat singkat kesan seorang pemuda bernama Daniel Rafhael 'Terima Kasih untuk masa high school yang luar biasa bersama virginity game yang membabi buta'. Kalimat tersebut menarik atensi Zoe dan langsung menatap Alisa yang tengah sibuk merapikan lemari pakaian.

"Alisa, what is virginity game?"

Pertanyaan Zoe membuat gerakan Alisa melambat. "Kau pasti membaca kesan singkat anak-anak great glory."

Dahi Zoe berkerut samar. "Aku membaca milik Daniel Rafhael. Dia mengatakan, terima kasih untuk virginity game yang membabi buta. Apa artinya itu?"

"Well ..." Alisa meninggalkan pekerjaannya merapikan lemari dan bergerak mendekat pada Zoe yang duduk bersila di tempat tidurnya. "Sebenarnya kau tidak perlu tau akan hal itu, tapi karena kau telah bertanya mari kujelaskan."

Alisa mengambil buku tahunan dari tangan adik sepupu Jay. "Virginity game adalah permainan menyedihkan dan menyeramkan di sekolah dulu. Permainan yang bertaruh siapa pemuda yang paling banyak meniduri gadis perawan sebelum malam puncak senior diadakan." Zoe bergidik tatkala Alisa melontarkan satu persatu kalimat penjelasan dari rasa penasarannya.

"Bertahun-tahun permainan itu diestafetkan, hingga pada angkatan kami lah Daniel dan kakakmu memutuskan untuk memberhentikan permainan itu." Zoe masih terus mendengarkan. "Daniel adalah sahabat terbaikku. Dia menjadi virginator untuk pada tahun angkatan kami setelah kakakmu memutuskan untuk meninggalkan sekolah."

Sedikit terkejut, Zoe pun berkata pelan, "Jay keluar dari sekolah? Why?"

Samar-samar Alisa tersenyum. "Jay dan Daniel memiliki skor yang imbang. Jay memutuskan untuk pindah, karena dia harus mengalah pada sahabatnya sendiri."

"So, Jay memberikan kemenangan itu untuk Daniel. Dengan cuma-cuma? Why? Terdengar seperti bukan Jay Bryan sama sekali. Dia seorang yang kompetitif, tidak mungkin menyerah begitu saja."

"Alisa tidak memberikan alasan yang sebenarnya padamu, huh?" Suara berat sekaligus seksi dari sosok Jay yang dewasa menyela cepat obrolan kedua perempuan yang berada di atas tempat tidur itu. Sontak saja Zoe dan Alisa menoleh pada asal suara tersebut dan menemukan Jay tengah berdiri di ambang pintu sembari memerhatikan keduanya.

"Kau sudah pulang? Tidak mengetuk pintu lebih dulu?" Alisa bertanya dengan nada sedikit kesal, karena Jay hampir selalu masuk diam-diam seperti pencuri dan tak pernah alpa mengejutkan dirinya.

Jay mengedikkan bahu dan kemudian mendekat pada adik sepupu serta kekasihnya. Dia kemudian sedikit merunduk dan meletakan tangannya pada bahu Zoe. Namun, sorot mata yang tak lepas dari sang kekasih. "Aku meninggalkan Royal Golden high school, karena jika aku ingin mendapatkan gelar virginator itu maka aku harus meniduri perempuan galak dan keras kepala yang menjadi perawan terakhir saat itu dan yang kini duduk di hadapanmu, Zoe."

Ucapan penjelasan yang sedikit sarkas dari Jay spontan membuat Alisa melotot jengkel padanya. Namun, perkataan itu justru membuat si kecil Zoe tertawa.

"Aku paham sekarang," kata Zoe. "Jika kau bertahan maka kau harus meniduri Alisa untuk skor tambahan?" Jay mengangguk. "Tapi, kau tidak melakukannya." Lagi-lagi Jay mengangguk tanpa melepas pandangan matanya dari wajah Alisa yang mulai memerah. "Why?" lanjut Zoe.

VIRGINITY GAME Book 3 [17+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang