Rin sedang kehilangan semangat untuk menulis di platform ini, tapi akan tetap update sebisa mungkin <3
*
Narayan masih merajuk kesal saat kini mobilnya sudah berhenti tepat di depan rumahku. Memilih untuk tak menuruti keinginannya yang memintaku menginap bersamanya, aku justru menyuruhnya untuk segera membawaku pulang. Meski sempat mendesakku dengan rengekan manjanya, tapi Narayan bukan tipe laki-laki yang menuntut banyak hal dari wanitanya. Dia tidak menuntutku untuk selalu ada, tidak menuntutku untuk selalu menghubunginya, bahkan tidak menuntutku untuk selalu perhatian dan peduli padanya. Bagi Narayan, semua itu adalah tugasnya. Lagi pula, kasih sayang bukanlah sesuatu yang harus dipaksakan. Ia datang dari ketulusan yang tak mengharap imbalan.
"Aku yang harus selalu ada untukmu, aku yang harus rajin mengabarimu, aku yang harus lebih perhatian padamu. Karena aku tidak ingin membuat wanitaku merasa kurang dicintai ataupun kurang kasih sayang."
Mengingat kembali ucapan manisnya itu berhasil membuatku melengkungkan bibir hingga tersipu malu, padahal orangnya berada di sampingku sekarang–sedang menyetir dengan raut wajah masam.
Kubuka telapak tanganku ke udara, memintanya untuk menggenggam tanganku. Malam itu sangat hening, sudah tak ada tetangga yang beraktivitas di luar rumah. Telingaku hanya bisa mendengar deru mesin mobil Narayan yang memang sengaja ia biarkan tetap hidup. Telapak tanganku masih terbuka ke atas, merasakan dinginnya suhu penyejuk udara. Awalnya Narayan terlihat acuh, namun, pada akhirnya ia mulai menautkan jemarinya meski dengan ekspresi malas. Senyumku serta-merta makin merekah saat kehangatannya mulai menjalar ke seluruh telapak tanganku. Tanpa membuang waktu, aku membawa tangannya mendekat ke bibirku dan mendaratkan satu kecupan singkat ke punggung tangannya. Tindakan kecil yang sukses membuat kepala Narayan seketika menoleh kaget padaku, biasanya dia yang akan melakukan hal ini sebelum aku turun dari mobil. Namun, karena ia sedang jelu, jadi aku mengambil inisiatif untuk melakukan tradisi ini padanya.
Meski terbungkus dalam gelap, tapi bisa kutangkap jelas manik kelabu itu sedang menatap lurus-lurus ke arahku dengan sorot terkejut. Ia mungkin tidak menyangka aku akan membujuknya dengan cara sederhana begini. Biasanya aku akan mencium pipinya, tapi cara itu tak lagi ampuh untuk menghapus cemberut di wajah tampannya. Bibirnya yang tipis berusaha menahan senyum sebisa mungkin, ia ingin mempertahankan raut wajah merengut. Hanya bertahan selama tiga detik sebelum ia kemudian mencondongkan badannya ke depan untuk mendaratkan satu kecupan panjang di keningku.
"Kau akan bilang apa pada orang tuamu? Mereka akan menyangka kau menghilang lagi kalau kau ikut ke Vhallscavepe." Suara beratnya mengalir pelan di udara. Aku tidak bisa melawan rasa haru mengetahui bagaimana ia mencemaskan ayah dan ibuku.
"Aku hanya akan bilang bahwa aku ingin bepergian keluar negeri dalam waktu lama. Tidak bohong sama sekali, bukan?" Narayan enggan memberi jawaban, mata kelabu itu tak mau berhenti mengepungku. Kini alisnya mulai berkerut. Bukan karena kesal, melainkan karena gelisah. Jelas sekali dari ekshalasi berat yang berasal dari paru-parunya.
Menyadari maksud dari raut wajah itu, kini tatapanku lebih mengandung ancaman daripada rasa kasih. "Awas saja kalau kau berani meninggalkanku!"
Narayan menahan tawa kecilnya dengan senyuman manis. Aku suka sekali bagaimana kedua matanya selalu menatap turun ke bibirku sebelum kembali beralih fokus ke mataku. Dia tampak seperti akan menciumku penuh kelembutan, dan aku hampir berharap dia benar-benar melakukannya.
"Masuklah. Aku akan pergi setelah kau mengunci pintu rumahmu."
***
Matahari sore yang lembut menembus masuk melalui jendela yang tirainya sengaja kubiarkan terbuka. Aku suka nuansa keemasan yang timbul akibat matahari yang hampir tenggelam, membuat segala suasana menjadi jauh lebih syahdu. Saat ini kedua mataku mulai menyusuri setiap bilik lemariku yang tidak begitu rapi. Aku berencana akan mengemas beberapa barang untuk dibawa ke Vhallscavepe, hanya barang-barang penting yang mungkin sulit didapatkan di sana. Seperti pembalut, aku tidak ingin hanya memakai lapisan kain tebal yang empuk saat sedang datang bulan. Rencananya kami semua akan berkumpul di rumah Kieran saat tengah malam nanti dan berangkat ke desa Nooven. Nenek Mago bilang, dia akan membuka sebuah celah di sana. Celah yang akan menghubungkan dunia ini ke Vhallscavepe.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vhallscavepe: Tales of the Dead Sea
FantasiaIni kisah tentang laut mati, laut yang menyimpan dendam dan kebencian pada manusia. Menempuh petualangan menantang maut untuk mengembalikan sebuah pusaka berselimut kutukan, Narayan dan Maira terpaksa menumpangi kapal tua milik seorang pria misteriu...