01

13 4 1
                                    

          Suara decitan sepatu memenuhi ruangan, suaranya bagaikan derapan kuda yang sedang mengejar lawannya. Terdengar juga suara berdebam dari satu ruang kamar tidur. Wanita paruh baya yang sedang mengaduk adonan itu hanya menggelengkan kepalanya, terlihat sudah biasa dengan keadaan yang seperti itu. Tak lama dari situ, seorang pria remaja keluar dari ruang kamar tidurnya. Tampilan rapi dan harumnya menandakan bahwa pria itu sudah akan mengangkatkan kakinya dari rumah untuk pergi ke sekolah. Tak lupa dengan rutinitasnya, dia mencium punggung tangan sang ibu beserta kedua pipinya. Balasan senyum tulus itu seakan mendoakan anaknya agar selamat dalam perjalanan.

          Suara lonceng sepeda itu terus-menerus menyapa orang-orang yang berpapasan dengannya. Rian, pria berkulit sawo matang itu mengandalkan sepeda tua miliknya untuk mengantarnya pergi ke sekolah. Pria itu juga dikenal sebagai pribadi yang ramah, sehingga banyak orang yang mengenalinya. Sepanjang perjalanan hampir tak ada yang tak menyapa dirinya, bagaikan primadona di daerah rumahnya.

          Setibanya Rian di Sekolah, pria itu langsung memarkirkan sepeda tuanya. Sama seperti dalam perjalanan tadi, sepanjang jalan banyak sekali yang menyapa dirinya. Dia sangat terkenal karena merupakan salah satu siswa yang termasuk kategori pintar. Selain itu, Rian juga aktif dalam segala macam kegiatan, sehingga tak aneh jika banyak yang mengenalnya dan menyukainya.

          "Memang apa salahnya mempunyai mimpi besar?"

          Ia sedang berbincang bersama temannya. Dengan keadaan panas terik, membuat dirinya sangat gerah. Sebotol minuman dingin pun tak membuatnya berhenti kehausan, tetesan keringatnya masih saja bercucuran. Angin yang berlalu-lalang, berhasil membuatnya merasa segar dan tenang. Sekumpulan pria tengah berbincang tentang masa depan mereka, sambil mengistirahatkan badan mereka setelah berolahraga.

          "Ian, emangnya lo udah nemu beasiswanya?" tanya temannya. Rian kerap kali dipanggil Ian oleh orang-orang yang berteman dan dekat dengan dirinya.

          "Masih dalam proses sih, gue juga belum tanya lagi ke guru BK," jawabnya sambil menyedot minumannya.

          Perbincangan tersebut hanya bertahan sesaat, dikarenakan bel yang sudah berbunyi. Langkah demi langkah, Ian pergi menuju kelasnya. Tak terasa kini dirinya sudah akan menerima hasil belajarnya di semester satu ini. Tinggal tiga bulan lagi sekolah SMA Gelora Gistara akan mengadakan pembagian rapor semester satu, untuk kelas 10, 11, maupun 12. Walaupun posisinya masih duduk di bangku 11, Ian berlalu-lalang menghubungi guru BK agar mendapatkan informasi seputar beasiswa. Pria ini memiliki keinginan untuk melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, tujuannya agar kehidupan ekonomi keluarganya terjamin.

          Saat siang tadi ia berbincang dengan temannya, mereka berdiskusi tentang jurusan apa yang akan mereka ambil setelah mereka lulus dari sekolah nanti. Ian memutuskan untuk memasuki Jurusan Robotika dan Kecerdasan Buatan, hal tersebut didasari oleh rasa percayanya bahwa negara akan sangat membutuhkan orang lulusan dari jurusan tersebut. Mengingat bahwa sekarang serba digital, ia berpikir bahwa suatu saat nanti mungkin akan lebih canggih dari sekarang. Sedangkan teman-temannya ada yang akan mengambil Jurusan Arsitektur, Jurusan Bioteknologi, dan Jurusan Forensik.

          Walaupun terlahir dari keluarga kalangan bawah, Ian tidak mudah mengeluh dengan keadaannya. Semua upaya akan dia lakukan agar bisa mengangkat derajat keluarganya. Sang Ibu hanya bekerja sebagai penjual Getuk dengan berkeliling di daerah rumahnya. Bisa kita ketahui bahwa getuk sudah jarang di kalangan muda yang menyukainya, maka dari itu penghasilan sang Ibu tidak terlalu banyak dalam sehari. Ian sebagai anak tidak membiarkan ibunya berjuang sendirian untuk mencari uang, dia selalu belajar dengan giat dan mengikuti lomba-lomba yang mewakili sekolahnya. Dengan demikian, hasil dari juaranya bisa membantu keuangan keluarga.

Behind The SchoolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang