"Apa Pak Mahendra bakal ngenalin kita?" Tanya Griselda.
"Gue bilang juga apa, jangan nekat! Gue juga yang bakal kena kalau kayak gini, beliau kan kenal sama gue." Ian mendorong badan wanita itu dengan kesal, sehingga Griselda sedikit terdorong.
"Aduh, ga usah dorong gue kali!" Ketus Griselda sambil memukul kecil Ian.
Mereka memutuskan untuk pergi ke perpustakaan untuk melanjutkan mencari informasi-informasi tentang kejanggalan yang ada di sekolah mereka. Walaupun kecil kemungkinan mereka untuk mendapatkan banyak informasi, tapi tidak ada salahnya jika mereka mencoba untuk melihat agenda SMA Negeri Gelora Gistara dari tahun ke tahun.
Buku tebal itu telah berada di tangan Ian. Dia mulai mencatat nama-nama siswa dan siswi SMA Negeri Gelora Gistara yang menjadi korban dari kejanggalan sekolahnya itu. Tercatat ada sekitar empat puluh tiga siswa maupun siswi yang dinyatakan meninggal dengan alasan yang hampir semuanya serupa, serta tanggal yang tertera juga memiliki kesamaan.
Namun, mereka masih belum menemukan alasan mengapa para siswa-siswi itu menjadi korban. Mereka juga tak menemukan petunjuk untuk menemukan sang pelaku.
"Masih gak nemu?" Tanya Ian kepada Griselda.
"Engga ada apa-apa disini tuh, Ian. Ini buku dari mulai berdebu, sampe debunya bersih karena nempel di baju gue juga belum nemu apa-apa." Dengan bajunya yang penuh dengan debu, wanita itu masih bergelut dengan buku-buku yang tebal itu.
"Kira-kira apa lagi yang mesti kita cari?" Ian terduduk lemas, dia sudah lelah karena telah mengobrak-abrik buku-buku yang tebal.
"Gimana kalau kita cari tahu dulu yang suicide sama kecelakaan? Kita cari tahu alasan kenapa mereka lakuin itu, dan kita cari tahu tempat kecelakaannya. Rumornya kan ada dua alasan yang selalu dipake, selain suicide ada juga alasan kecelakaan ataupun penculikan. Nah, kita cari tahu dulu tempat kejadian perkaranya, setelah itu alasan suicide." Ide cemerlang itu tiba-tiba saja terlontarkan dari mulut Griselda.
"Tumben otak lo encer, biasanya juga beku." Griselda mendelik malas mendengar perkataan dari Ian.
"Terus yang penculikannya gimana?" Lanjut Ian.
"Itu belakangan aja, kita juga kan gak nemu petunjuk buat tahu siapa pelakunya." Griselda mulai menggerakan jari-jarinya diatas papan ketik komputer. Dia mencari lokasi yang menjadi tempat terjadinya kecelakaan yang dialami oleh siswa dan siswi SMA Negeri Gelora Gistara. Wanita itu menemukan ada tiga lokasi yang dominan muncul di agenda berita duka sekolahnya.
"Apa cuma kita aja yang sadar sama kejanggalan ini?" Tanya wanita itu.
"Entahlah, kayaknya ada aja yang nyadar. Tapi mungkin gak punya bukti apa-apa juga," jawab Ian sambil mendekat ke arah Griselda.
Mereka mulai mencatat alamat yang telah ditemukan, keduanya berencana untuk mengunjungi tempat tersebut. Dua sejoli itu ingin membuktikan bahwa tempat itu sebenarnya bukan benar-benar tempat terjadinya kecelakaan yang menewaskan siswa-siswi dari sekolah mereka.
Griselda mengajak Ian untuk mengunjungi tempat tersebut sepulang sekolah. Namun, Ian dengan cepat menolaknya. Dia harus membantu Ibunya terlebih dahulu untuk membuat adonan yang akan dijual sang Ibu. Mendengar hal itu, Griselda malah ingin ikut membantu Ian membuat adonan.
Ian lebih dulu keluar dari perpustakaan. Tak lama dari situ, Griselda menyusul keluar. Lorong sekolah terlihat sudah sepi, tak terasa mereka sudah melewatkan waktu yang berjam-jam. Jarak dari perpustakaan sangat jauh untuk menuju ke pintu gerbang sekolah. Mereka harus melewati kelas-kelas dan gudang terlebih dahulu.
"Mungkin itu cuma jas hujan biasa, lagian di luar juga lagi hujan kan," sahut Ian melanjutkan percakapan.
"Iya juga ya, kemarin kan hujan." Mendengar pendapat tersebut, Griselda ikut setuju dengan pernyataan Ian.
Langkah mereka terhenti di dekat gudang. Seperti akan panjang umur, pria yang sedang mereka perbincangkan itu keluar dari gudang. Tangan pria dewasa itu memegang sebuah kotak kardus yang ada bercak berwarna merahnya. Mematung di ambang pintu, Mahendra tertegun dengan keberadaan dua orang itu.
Mata Ian yang masih membulat itu langsung menggenggam tangan Griselda. Pria itu memberi isyarat untuk tersenyum kepada sang kepala sekolah. Dengan ragu, mereka mulai melangkahkan kaki untuk pergi menjauh dari orang tersebut.
◕◕◕
"Sialan, anak-anak itu selalu memergoki ku terus-menerus!" Mahendra mengangkat gelas yang tersedia di mejanya, membuat meja itu ber-kulacino.
Berada dalam keadaan panik, keringat dingin itu mulai bercucuran. Pikirannya tengah bingung memikirkan jalan keluar dari semua ini, tubuhnya terhuyung-huyung berjalan ke arah kursi. Dalam hatinya Mahendra kebingungan; apa yang harus aku lakukan?
Untuk beberapa saat, pria itu memejamkan mata dengan dahi yang mengernyit. Ia benar-benar dilanda kebingungan, kepanikan menguasai seluruh pikirannya—Takut kalau anak-anak itu tahu apa yang dilakukannya. Mahendra menggeleng, berusaha mengusir pikirannya yang gusar. Dia mulai memikirkan cara untuk mengatasi semua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Behind The School
Mystery / ThrillerRian yang merupakan salah satu siswa di SMA Gelora Gistara merasakan keanehan di Sekolahnya itu, karena selalu ada saja siswa atau siswi yang meninggal saat mendekati hari-hari kenaikan kelas. Pria itu bertemu dengan seorang wanita bernama Griselda...