12. Polaris

29 6 3
                                    

Mingyu terdiam menatap langit malam lalu kembali termenung sendirian di tempatnya bekerja. Ia mulai melirik ke arah lainnya, dimana sosok Minghao tengah menghitung penghasilannya untuk hari ini. Tatapan keduanya bertemu, namun sosok itu menatapnya sinis lalu berjalan pergi meninggalkannya.

"Hey!"

Panggilannya pun tak dihiraukan.

Mingyu segera berlari cepat dan menarik lengan temannya itu, Minghao mengangkat alisnya seakan bertanya apa yang ingin ia katakan saat ini. Mingyu menatap temannya itu lesu lalu mulai memberanikan diri untuk membuka suaranya.




Di sisi lainnya, ketiga siswa kelas C itu hanya terduduk di sudut pasar seraya memandangi langit malam yang bertaburan bintang-bintang. Hanni segera melirik menatap Chan yang tengah memainkan kartu-kartunya asal, serta Seokmin yang bersenandung pelan.

Ia segera mendongak ketika menyadari sebuah suara langkah kaki berjalan menghampiri mereka. Minghao berjalan mendekat lalu mulai menyingkir membuat ketiga temannya itu dapat melihat sosok Mingyu yang berjalan di belakangnya.

Hanni segera bangkit perlahan ketika menyadari kedatangan sosok temannya itu, ia berjalan menghampirinya dengan perasaan tak karuan.

Mingyu menatap gadis tersebut lalu mulai menitikan air matanya membuat sang gadis segera berlari memeluk sosok temannya itu erat. Minghao tersenyum tipis lalu segera bergabung ke dalam pelukan tersebut. Chan serta Seokmin hanya melemparkan pandangan untuk sesaat lalu menghampiri ketiganya dan ikut bergabung ke dalam pelukan hangat tersebut.

[WILD FLOWER]

Seungcheol merapihkan barang-barang bawaan miliknya lalu sedikit melirik ke arah sebuah meja yang terlihat begitu rapih bagaikan tak terisi apapun.

"Tentu dia tidak datang, mereka tidak diperbolehkan untuk hadir ke sekolah hingga hari ujian tiba. Sayang sekali ia terlalu naif untuk membela para siswa itu" Ucap Jeonghan lalu berjalan pergi seraya membawa tas miliknya.

"Apa yang kau harapkan, Han?" Pertanyaan tersebut berhasil membuat Jeonghan menghentikan langkahnya lalu memiringkan kepalanya heran.

"Kita bertaruh dahulu bukan? Siapa yang berhasil merubah peraturan Effergrin akan menjadi pemenangnya. Sejak dulu kita berharap untuk memberikan hak yang sama pada seluruh kelas di Effergrin. Rasanya semuanya berubah, kau sama seperti guru lainnya, kau ingin menyingkirkan 12C" Ucap Seungcheol begitu dingin

Jeonghan tersenyum, "Dulu kita berjuang untuk hak yang sama karena sosok Jisoo yang teguh untuk berjuang mendapatkan lencana sebagai siswa terbaik. Kelas 12C tidak seperti Jisoo, mereka tidak berhak untuk mendapatkan hak-hak tersebut!"

"Kau iri pada mereka bukan? takut tersaingi mungkin?" Tanya Seungcheol seraya terkekeh pelan.

"Cukup mengejutkan jika kau tau apa itu bersaing. Choi, kau berkata soal perjuangan kita? kau berkata seolah aku adalah penjahat disini? Tahu apa kau tentang berjuang dan hak yang sama?! Sejak dulu kita tau jika kau adalah perampas! Lencana milikmu seharusnya melekat pada seragam milik Jisoo! Kau membayarnya!"

Seungcheol segera terdiam mematung akibat ucapan tersebut.

"Masa bodoh jika ayahmu yang menginginkannya! tapi kau sama busuknya! dan saat ini kau bertindak seakan kita masih memperjuangkan hak yang sama? Kau sudah melanggarnya sejak dahulu, Choi. Kau penjahat pertama di kisah ini. Dan jangan bertindak seakan aku adalah penjahat hanya karena aku memiliki pandangan yang berbeda dengan kalian berdua"

"Kita berjuang untuk para siswa yang menginginkan kesempatan. Kelas 12C menghilangkan kesempatan itu."

Jeonghan kembali berjalan pergi meninggalkan sosok Seungcheol yang masih terdiam di tempatnya. Ia mengusak surainya frustasi lalu meraih tas miliknya kasar sebelum ikut berjalan pergi dari ruangan tersebut.

Ia berjalan cepat meninggalkan area lapangan lalu cukup dikejutkan dengan kehadiran para siswa 12C yang berdiri di luar gerbang seakan mencari kehadiran seseorang. Ia menghampiri kelimanya lalu menatap mereka bergantian, "Pak Hong tidak hadir, dia tidak memiliki jadwal apapun di sekolah"

"Kami tidak mencari Pak Hong..." Ucap Seokmin

Seungcheol menatap siswa itu seraya mengerutkan keningnya, "lalu?"

Chan menampilkan senyuman miliknya, "Kami menunggu Pak Choi."

[WILD FLOWER]

Jisoo terduduk menatap Seungcheol yang seakan mencari sesuatu, "Mungkin Jeonghan benar, cara mengajarku salah. Aku seharusnya tidak memaksakan mereka untuk menerima materi pelajaran."

"Untuk membuat kota impian terwujud, kita tidak bisa melaksanakannya hanya dalam satu hari kan? Lagipula ketika tubuh kita merasakan pegal, kita bisa tertidur dengan begitu nyenyak" 

Jisoo memicingkan matanya, "Puitis sekali Cheol. Tidak biasanya."

Seungcheol hanya tertawa pelan, "Tunggu disini." Ia segera bangkit lalu berjalan pergi dari meja tersebut. 

Jisoo tersenyum ketika beberapa pelayan meletakan makanan yang dipesannya, ia mengerutkan keningnya ketika menyadari bahwa makanan tersebut disajikan dalam jumlah yang cukup banyak. 

Ia menoleh lalu dikejutkan dengan kehadiran kelima siswanya bersama dengan Seungcheol di sisi mereka. Mingyu segera berjalan menghampirinya dengan kepala yang tertunduk malu.

"Pak..."

Mingyu mulai menatap sang guru dengan wajah sendu miliknya, "Hari itu, ketika kau meminta kami untuk menuliskan ketakutan terbesar kami di dalam kertas berbentuk pesawat itu-"

"-kertas kami berdua kosong" Lanjut Minghao

"Hanya kami berdua yang tak menulis apapun. Rasanya semua benar, aku takut... Aku takut tidak bisa bersaing dengan kelas lainnya. Dan hal yang paling aku takuti adalah mempercayai seseorang. Siapapun. Dirimu. bahkan diriku sendiri" Ujar Mingyu seraya mengusap air matanya.

"Aku mudah terpancing emosi, mungkin terdengar seperti pembelaan namun sesungguhnya bukan aku yang menyebabkan projek itu hancur. Aku hanya ingin membuat Pak Yoon marah besar, aku membenci mereka. Aku bahkan melupakan nasib keempat temanku untuk tindakan bodoh itu"

Mingyu serta Minghao mengeluarkan pesawat kertas milik keduanya, "Ini pesawat kami, kami menuliskan segalanya disini. Tapi pesawatku tak tahu arah" 

"kau mengatakan jika bintang utara selalu berada di tempatnya dan menunjukan jalan untuk para pelaut serta nelayan yang tak tahu arah."

Jisoo memainkan jemarinya mencoba untuk menghindari pandangan para siswanya. Ia mengingat hari itu, hari dimana ia menghabiskan banyak waktu dengan kelima siswanya di sebuah restoran hingga berakhir dengan menatap bintang-bintang di langit malam

"Kalian tau? ketika nahkoda dan pelaut kehilangan arah, mereka akan mengangkat tangan mereka seperti ini—" Jisoo mengangkat tangannya, lalu diikuti kelima siswanya.

"Bintang utara akan muncul, dan mereka tidak akan kehilangan arah"

"Aku tidak mengetahui banyak hal tentang langit, tapi di bumi ini, kaulah bintang utara kami" Mingyu mengangkat tangannya ke arah sang guru begitu pula dengan Minghao yang segera mengikutinya.

Jisoo kini menatap mereka yang mulai mengangkat tangan mereka satu persatu membuat ia mencoba menahan rasa harunya. Ia bangkit lalu memeluk dua siswanya tersebut erat.

"Tolong tunjukan arah pada kami, kau akan memandu kami hingga menemukan arah yang tepat kan?" Bisik Minghao dalam pelukan tersebut.

Seungcheol menatap kelas tersebut lalu tersenyum tipis, ia segera merangkul tiga siswa lainnya. Suasana haru seakan menguasai area tersebut, "oh! sudahi rasa sedihnya, makanannya mungkin akan menjadi dingin akibat perpindahan kalor yang terjadi, bukankah begitu cara pak Hong memberikan materi? " Ucapannya membuat yang lainnya segera tertawa pelan.

Kini keenamnya menghabiskan waktu bersama di dalam tempat makan tersebut seraya tertawa ria.

"Ketakutan terbesar dari seorang Hong Jisoo: ..." Seungcheol mengerutkan keningnya ketika membaca kertas berbentuk pesawat tersebut, "Keberhasilan dan Kesuksesan"

[WILD FLOWER]


Wild Flower [SVT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang