III. The Emperor's Death

341 59 6
                                    

Di sore hari yang sunyi, Sunoo melangkah di antara lautan tulip warna-warni yang memikat dengan langkah yang ringan, sementara bibirnya menggumamkan nyanyian lembut.

Suaranya meliuk-liuk di udara seolah menjadi bagian dari lagu yang diciptakan oleh alam itu sendiri. Cahaya senja memantulkan kilauan emas pada helai-helai rambut panjangnya yang bergerak perlahan oleh hembusan angin yang sejuk.

Ujung jemarinya menyentuh setiap tulip yang ia lewati, membuat tulip-tulip itu bergoyang pelan seolah ikut serta menaris atas nyanyian indah Sunoo.

Dari kejauhan, nampak seorang pria dengan pakaian formal serta jubah kerajaan berdiri memperhatikannya. Senyuman tipis terpatri di wajah tegasnya melihat kekasihnya menari di tengah padang tulip.

"Sunoo."

Yang dipanggil menoleh ke arah sumber suara, dan matanya melebar kaget. Di kejauhan, dia melihat sang Putra Mahkota memanggil namanya dengan senyum yang hangat. Hatinya berdebar kencang, rasa bahagia dan kejutan bercampur aduk di dadanya.

Dengan berlari pelan, Sunoo mendekati Putra Mahkota, kemudian saat sampai di depannya Sunoo membungkukkan badan memberi salam hormat seperti yang biasa dia lakukan setiap bertemu Sunghoon.

"Salam kepada bintang Ravaryn. Saya Sunoo—"

"Sayangku, kau tidak harus melakukan ini setiap kali kau melihatku." Sunghoon memegang kedua bahu Sunoo dan membenarkan posturnya agar Sunoo kembali berdiri tegak. Tangannya bergerak merapikan poni Sunoo yang berantakan.

"Tapi saya harus. Anda kan Putra Mahkota."

Sunghoon mengerutkan alis tidak suka. "Sunoo, aku sudah bilang kau bisa memanggilku dengan nama."

"Baiklah, Sunghoon." Sunoo terkikik. Wajahnya mulai bersemu karena tangan Sunghoon yang semula merapikan poninya kini beralih mengelusi pipi tembamnya.

Sunoo semakin kaget saat Sunghoon mendekatkan wajahnya dan mencium bibirnya beberapa saat, melumatnya pelan dan membuat Sunoo terlena hingga memejamkan mata.

Saat Sunghoon menjauhkan wajahnya, dia tertawa pelan melihat wajah Sunoo semakin memerah. Hal itu membuat Sunoo memukul dada Sunghoon pelan sebagai pelampiasan.

"Anda harus berhenti melakukan itu sembarangan." Gerutu Sunoo.

"Melakukan apa? Menciummu?" Sunghoon menaikkan alisnya menantang. Dia kembali mencuri ciuman di bibir Sunoo. "Seperti itu?" Tanyanya dengan seringai mengejek.

"Sunghoon!" Sunoo melotot kecil. Dia melirik malu-maluke arah para pengawal serta pelayan yang membuntuti mereka dan mereka semua memalingkan wajah. "Ada banyak orang disini!"

"Jadi kalau tidak ada orang aku bisa menciummu sepuasnya?"

Para pelayan dan pengawal semakin memalingkan wajah mereka— bahkan kini mereka membalikkan badan membelakangi dua sejoli itu. Pemandangan ini sangat asing mengingat berapa tinggi dinding es sang Putra Mahkota sebelumnya.

Baru Sunoo yang berhasil meluluhkannya dan membuat Sunghoon menunjukkan sisi yang bahkan dia sendiri tidak pernah sadar memilikinya, seperti berbicara lembut dan memberi pujian serta afeksi.

"Yang Mulia, saya mohon perhatikan ucapan anda."

Sunghoon terkekeh. "Baiklah, baiklah. Aku akan menurut karena kekasihku yang mengatakannya."

Sunghoon mengulurkan lengannya agar Sunoo dapat menggandengnya. Mereka berjalan menyusuri taman bunga tulip ini sembari bercerita mengenai keseharian sambil bercanda tawa.

Oke, bagaimana menjelaskan awal dari semua ini?

Setelah malam dimana Sunghoon meminta Sunoo menjadi kekasihnya (yang lebih ke pemaksaan itu), keesokan harinya Sunghoon mendatangi kediaman Sunoo dan kembali meminta Sunoo menjadi kekasihnya, kali ini di depan ayah Sunoo.

a somerset rhapsodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang