4. Tempat pulang

15 12 0
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul empat sore begitu aku sampai di rumah, dan aku lupa memberitahu Mama kalau aku pulang telat. Jadi begitu aku tiba di dalam rumah wejangan panjang lebar Mama lontarkan sampai telingaku panas.

"Jangan diulangi lagi," peringat Mama.

"Iya Ma maaf." Menyesal sekali rasanya, kenapa hal penting seperti itu aku bisa lupa.

Mama nampak menghela napas. Ia memijat pelipisnya pelan.

"Ya sudah sana keatas, mandi! Mama mau lanjut masak."

Aku mengangguk, bergegas menaiki tangga menuju kamar.

Badan ku terasa lelah, merebahkan diri sejenak sebelum mandi adalah pilihan terbaik. Dinginnya kasur yang menyentuh kulit membuat ku nyaman.

"Haah, surga dunia adalah rebahan," aku menggumam.

Dengan mata tertutup aku menarik napas dalam-dalam kemudian menghembuskannya.

Suara ketukan pintu terdengar, tapi aku tak berniat bangkit dari posisi nyaman ini.

"Masuk aja," ucapku.

Dean, si pelaku ketukan pintu berjalan mendekat.

Ada apa gerangan adikku satu ini.

"Kenapa?" Masih pada posisi rebahan, aku bertanya.

"Kakak baru pulang?" Bukannya menjawab pertanyaanku Dean malah balik bertanya.

"Iya kenapa?" tanyaku lagi.

"Yahh, padahal Dean mau ngajak kakak main puzzle. Papa tadi beliin Dean puzzle baru. Puzzle nya transparan," jawabnya, ada sedikit nada sedih pada ucapannya.

Aku menggeleng cepat. "Besok aja ya, kakak capek. Dean nggak pusing apa main puzzle terus."

"Enggak. Seru tau susun-susun puzzle."

Dean dan kesukaannya pada puzzle atau malah sudah tahap cinta. Segala bentuk puzzle dari yang sangat mudah sampai sulit sudah menjadi koleksi di kotak mainan Dean. Namun, papa tak henti membeli puzzle baru untuknya. Rasanya kepalaku bisa botak karena memecahkan susunan puzzle itu.

"Main sama Poci aja. Ajak dia main puzzle sama kamu," saranku.

Bocah itu hanya mengangguk saja.

Aku memutuskan untuk bangkit setelah Dean keluar dari kamar. Menyambar handuk lalu mengunci kamar mandi. Aku akan melanjutkan rebahan dalam bathtub  berisi air hangat dan busa-busa yang beraroma wangi.

30 menit waktu ku habiskan untuk mandi, sekarang tubuhku terasa lebih segar.

Dering ponsel di atas nakas mengganggu kegiatanku menyisir rambut. Dengan malas aku mengangkat panggilan itu tanpa melihat nama si penelpon.

"Halo," ucapku mengawali.

"Naraaaaa."

Segera ku jauhkan ponsel dari telinga, ketika suara keras dan cempreng milik Soraya menjawab.

"Nggak usah teriak-teriak bisa?"

"Hehehe maaf."

"Ada apa?"

"Gue mau nginep di rumah lo boleh?"

Aku berpikir sejenak, tumben sekali Soraya mau menginap disini selain hari libur.

"Boleh, kesini aja."

"Makasih Nara. Gue siap-siap dulu. Dadah, muachh."

Aku menggelengkan kepala heran. Ada-ada saja tingkah Soraya.

Ruang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang