Chapter 23

535 36 7
                                    

Di bawah langit ungu pekat yang berkilauan dengan bintang-bintang yang tidak dikenal, Kaizo melangkahkan kaki di tanah asing planet Alquos. Udara di sini terasa berbeda, hampir seperti menyimpan rahasia yang dalam, dan bau flora aneh menguar di sekitarnya. Mata Kaizo memandang lurus ke depan, wajahnya penuh tekad meski di dalam hatinya ada kecemasan yang bergejolak. Dia datang ke sini dengan satu tujuan: mencari petunjuk dari penguasa kerajaan Alquos melalui ramalan masa depan agar bisa menemukan Fang, adiknya yang tertangkap oleh Borara.

Jalan yang diambilnya berkelok-kelok dan penuh tantangan. Setiap langkah membawa Kaizo semakin dekat ke pusat kerajaan, namun juga semakin dekat ke bahaya yang tidak terlihat. Patroli penjaga dengan baju zirah berkilau mengawasi setiap gerakannya, tetapi Kaizo telah menyiapkan setiap langkah dengan hati-hati. Dia bersembunyi di bayangan bangunan megah, menghindari pandangan tajam para penjaga.

Akhirnya, dia tiba di depan istana yang menjulang tinggi dengan menara yang menusuk langit. Pintu besar dari logam berukir rumit itu dijaga oleh dua prajurit yang tampak tak terkalahkan. Dengan cepat, Kaizo bersembunyi di balik pilar besar, menunggu saat yang tepat. Sebuah kesempatan kecil muncul ketika para penjaga berbicara satu sama lain. Dengan gerakan cepat dan hening, Kaizo menyelinap masuk ke dalam istana.

Di dalam, lorong-lorong panjang berlapis permadani tebal menuntunnya menuju ruang tahta. Setiap langkahnya menghasilkan gema lembut yang seolah menambah ketegangan suasana. Di ujung lorong itu, dua pintu besar mengarah ke ruang tahta. Dengan tarikan napas dalam, Kaizo mendorong pintu-pintu itu dan masuk ke dalam ruangan luas yang diterangi oleh cahaya biru lembut.

Di sana, di atas tahta yang megah, duduk penguasa kerajaan Alquos, seorang wanita dengan aura kebijaksanaan dan kekuatan. Matanya yang tajam menatap Kaizo dengan rasa ingin tahu yang mendalam. Di sisinya, sebuah bola kristal berkilauan memancarkan cahaya misterius. Kaizo merasa detak jantungnya semakin cepat. Inilah saat yang telah ditunggunya.

"Mengapa engkau datang ke sini, Kapten Kaizo?" suara penguasa itu bergema di ruangan, lembut namun penuh wibawa.

Kaizo menundukkan kepala sedikit sebagai tanda hormat, kemudian mengangkat wajahnya dengan penuh keyakinan. "Aku datang untuk mencari petunjuk, Yang Mulia. Adikku, Fang, telah ditangkap oleh Borara. Aku butuh ramalan masa depan untuk menemukan dan menyelamatkannya."

Penguasa itu tersenyum tipis, dan dengan gerakan anggun, dia meraih bola kristal di sisinya, untuk memperlihatkan bahwa dia memiliki apa yang Kaizo butuhkan untuk tujuannya itu."Ramalan masa depan adalah sesuatu yang rapuh. Apa yang kau lihat mungkin bukan yang akan terjadi, tetapi apa yang kau butuhkan untuk memahami jalanmu."

Raja Zoltar menyandarkan tubuhnya ke belakang, sejenak merenung sebelum akhirnya berbicara lagi. "Tapi aku mengerti keinginanmu. Namun, untuk membuktikan kesungguhanmu, ada satu syarat yang harus kau penuhi."

Kaizo menahan napas, menunggu syarat yang akan diajukan.

"Engkau harus bertarung denganku," Raja Zoltar melanjutkan dengan suara tegas. "Hanya jika kau mampu bertahan dalam pertarungan ini, aku akan memberimu petunjuk yang kau butuhkan."

Ruangan itu sunyi sejenak, ketegangan menggantung di udara. Kaizo tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain. Dengan hati yang berat namun penuh tekad, dia mengangguk. "Baiklah, Yang Mulia. Aku menerima tantanganmu."

Raja Zoltar tersenyum tipis, lalu bangkit dari tahtanya. Dia memimpin Kaizo menuju sebuah arena yang berada di dalam istana. Arena itu dikelilingi oleh penonton yang tampaknya sudah tahu akan adanya pertarungan ini. Sorakan dan bisikan memenuhi ruangan ketika Kaizo dan Raja Zoltar memasuki arena.

Di tengah arena, Raja Zoltar mengambil posisi bertarung. "Mulailah," perintahnya.

Kaizo tidak menunggu lama. Dengan kecepatan kilat, dia melancarkan serangan pertama. Namun, Raja Zoltar menghindar dengan mudah dan membalas dengan serangan yang membuat Kaizo hampir kehilangan keseimbangan. Setiap gerakan Zoltar menunjukkan pengalaman dan kekuatan luar biasa.

Pertarungan berlangsung sengit. Kaizo mengandalkan kekuatan tempurnya dengan pedang tenaga, sebuah senjata yang berkilauan dengan energi biru terang. Serangan demi serangan dihujamkan, namun Zoltar selalu berhasil menghindar atau menangkisnya. Setiap kali Kaizo hampir mendapatkan keuntungan, Zoltar membalas dengan kekuatan yang mengguncang.

Kaizo hampir terjatuh setelah serangan kuat dari Zoltar. Nafasnya terengah-engah, dan keringat membanjiri wajahnya. Namun, di saat yang sama, dia merasa semangatnya membara lebih kuat dari sebelumnya. Bayangan Fang yang terperangkap oleh Borara memberinya kekuatan tambahan. Dengan tekad bulat, Kaizo menguatkan cengkeramannya pada pedang tenaga.

Dalam satu gerakan yang cepat dan tak terduga, Kaizo melompat ke udara, mengayunkan pedangnya dengan seluruh kekuatannya. Cahaya biru dari pedang tenaga memancar terang, menyilaukan mata para penonton. Zoltar mencoba menghindar, namun gerakan Kaizo terlalu cepat. Pedang tenaga berhasil menghantam senjata Zoltar, menghasilkan dentuman keras yang menggema di seluruh arena.

Serangan tersebut membuat Zoltar terdorong mundur beberapa langkah. Kaizo tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia melancarkan serangan beruntun, setiap pukulan dan tebasan lebih cepat dan lebih kuat dari sebelumnya. Zoltar berusaha menangkis, namun akhirnya Kaizo berhasil mengarahkan pedangnya ke titik lemah pertahanan Zoltar.

Dengan satu serangan terakhir yang penuh kekuatan, Kaizo berhasil melucuti senjata Zoltar dan menempatkan pedangnya di dekat leher sang Raja. Ruangan itu sunyi seketika, hanya terdengar napas berat Kaizo dan Raja Zoltar yang saling berpandangan.

Raja Zoltar tersenyum, wajahnya menunjukkan rasa hormat dan kekaguman. "Cukup, Kaizo. Kau telah membuktikan kesungguhanmu."

Kaizo terengah-engah, namun matanya tetap penuh dengan semangat. Raja Zoltar mendekatinya dan menepuk bahunya dengan lembut. "Aku akan memberikanmu petunjuk yang kau butuhkan, serta hadiah tambahan atas keberanianmu. Ramalan ini akan membantumu menemukan Fang. Ingatlah, ini hanya awal dari perjalananmu."

Dengan kata-kata itu, Zoltar mengarahkan Kaizo kembali ke ruang tahta, di mana bola kristal menunggu. Cahaya biru menyala terang, menampilkan petunjuk yang akan membimbing Kaizo dalam misinya menyelamatkan Fang.

Kaizo mengangguk dengan penuh rasa syukur, siap untuk melanjutkan perjalanannya dengan petunjuk baru di tangannya. Dengan tekad yang semakin kuat, dia berjalan keluar dari istana, membawa harapan untuk menyelamatkan adiknya dan menghadapi apa pun yang ada di depannya.

Dengan kata-kata itu, dia meletakkan tangannya di atas bola kristal, dan cahaya biru semakin terang, menerangi wajah Kaizo.

Gambar-gambar mulai muncul dalam bola kristal: sebuah benteng kokoh, wajah Borara yang jahat, dan Fang yang terlihat lemah namun penuh harapan. Kaizo menatap gambar-gambar itu dengan penuh perhatian, mencoba memahami petunjuk yang diberikan.

"Ini adalah awal dari perjalananmu, Kaizo," kata penguasa itu, suaranya lembut namun penuh makna. "Ramalan ini menunjukkan jalan yang harus kau ambil. Tapi ingat, masa depan selalu bisa berubah. Kau yang menentukan takdirmu."

Dengan hati yang berat namun penuh harapan, Kaizo mengangguk. Dia tahu perjalanan ini baru dimulai, dan tantangan besar menantinya. Tapi sekarang, dengan petunjuk dari ramalan, dia memiliki arah yang jelas untuk menyelamatkan Fang. Tanpa membuang waktu lagi, dia membalikkan badan dan berjalan keluar dari ruang tahta, siap menghadapi apa pun yang ada di depannya.

"Dan hadiah untuk hadiah tambahannya ..."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fang adik Ku TersayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang