One

88 46 22
                                    


"Bumi bukan tempat Mama doang,"
-Elgara Pradipta Sanjaya-
🫧𓇼𓏲˚ᯓᡣ𐭩

"Kalau mau dihargain, mikir dulu ya Ma, udah ngehargain orang belum? jangan egois. Bumi bukan tempat mama doang,"

kembali terulang di setiap harinya. Elgara muak dengan persetan keluarganya ini. Ia mengusap kasar wajahnya, berjalan dengan langkah di lebar-lebar kan.
"Arghhh!" Gara membanting pintu kamarnya, berusaha mengeluarkan semua emosinya.

"Hidup di keluarga kek gini bikin gue gak tau bersyukur," ucapnya seraya mengambil ransel hitam sekolahnya. garam memasukkan buku pelajaran serta beberapa baju kaos ke dalamnya. Dengan cepat pula ia menyambar jaket hitam dan kunci motor yang menggantung di belakang pintu.

Gara menuruni kembali tangga rumahnya dengan langkah cepat. Di ruang tengah, wanita berhijab navy itu menetap sinis Gara.

"Pergi aja kamu dari sini, kalau perlu gak usah pulang," bentak wanita itu penuh emosi.

Gara tersenyum kecut,
"Iya," balas Gara tanpa memandang wajah marah wanita itu.

Gara menghela napasnya, ia semakin menambah kecepatan laju motornya, meskipun ia tahu bahwa di depannya ia akan berbelok ke tikungan tajam itu.
"Aaaaaa!" teriakkan lengking seorang gadis terdengar menggema di telinga dirinya.

Gara refleks membelokkan stir motornya mendadak hingga ia dan motornya terjatuh. Gara berdecak kesal, detik berikutnya ia mencoba bangkit dan mendirikan motornya. Kakinya terasa begitu ngilu karena tertindih motor ninja hitamnya. Gara melepas helmnya, matanya membara menatap tajam gadis yang tengah berdiri ketakutan dengan rambut tergerai dan baju dress selutut itu.

Gara gemas dan berjalan cepat dan berdiri tepat dihadapan gadis itu. Gara mengulurkan telunjuknya dan mengangkat dagu gadis itu.
Gara menaikkan sebelah alisnya, dan sedikit menunduk karena tinggi badannya tidak sama dengan gadis itu, Gara semakin mempersempit jarak antara wajahnya dan wajah gadis itu. Gara tersenyum kecut ketika bulir air mata kembali menetes dari sepasang mata gadis di hadapannya. Ia masih menatap lekat gadis yang tengah ketakutan itu sampai dua buah sepeda motor mendekat kearah mereka. Gara menoleh kebelakang, menyipitkan mata karena silau dari lampu motor itu. Dirinya terkejut saat detik berikutnya gadis itu memeluk erat tubuhnya, isak tangis terdengar dari gadis itu.
Gara mengernyit, ia ingin menghempaskan tubuh kecil gadis itu namun enggan, ia malah membalas pelukan gadis itu dengan hangat.
"Lo aman, do not be afraid."
Gara mengelus rambut panjang gadis itu, ia melepas pelukannya dan berbalik menatap indah dua orang pria yang sudah memasang tampang harimau.

"Serahin gadis itu dan Lo aman," tawar seorang pria bertubuh gendut itu.

"Kurus dulu baru ambil cewe ini." Gara mengeluarkan kotak rokoknya, mengambil satu pucuk dan membakar ujung rokok itu. Ia mengisap rokok itu dengan santai.

"Mandang fisik! Anjing!" murka pria gendut itu yang siap menghajar Gara habis-habisan.

Serangan pertama Gara bisa menangkis, dilanjutkan tendangan dan tinjuan yang dengan gesit Gara hindari.

"Pengecut, dari tadi ngehindar!" cela pria bertubuh pendek dengan tato di leher.

Gara langsung menyambar tubuh pria bertato itu, ia menindih dada pria itu dengan dengkulnya. Ia mengisap rokoknya dan membuang kepulan asap dari mulutnya ke wajah pria itu.

Detik berikutnya Gara terkejut saat tubuh pria gendut tadi jatuh di sampingnya dengan balok kayu. Gara menoleh, ternyata pria itu ingin menyakiti dirinya, namun gadis tadi segera memukul kepala pria itu dengan balok kayu.

Gara berdiri saat mengetahui pria yang di timpa olehnya sudah tak sadarkan diri.

"Lo gapapa kan?" tanya Gara yang langsung membuang puntung rokoknya. Gadis itu mengangguk tanpa ekspresi.

"Gue antar pulang, tunjukin alamat rumah Lo,"

***

"Katanya otw dari tadi, ini satu jam lebih baru datang," gerutu Karel yang sedang memainkan bola basket.

"Ketua baru datang jangan di omelin," sahut Arga yang sibuk mengerjakan tugas di kursi.

Sedangkan anggota lainnya sibuk bermain game dengan posisi duduk di hamparan rumput, sekarang mereka berada di taman belakang markas Vegas.

"Gue tinggal sini bareng Arga," semua menoleh menatap Gara. Lalu akhirnya satu-persatu mengangguk paham.

"Ngerokok? Masalah keluarga lagi, Gar?" tanya Karel antusias. Gara menoleh dan mengangguk lesu. Hanya Karel yang bisa membaca pikiran serta raut wajah dirinya, hanya Karel yang bisa ia percaya.

"Gue berantem, terus menerus, setiap hari," keluh Gara pelan, ia tak ingin anggota Vegas lainnya mendengar keluh kesah kehidupan Gara.

Kita dan Bandung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang