Two

49 41 10
                                    

"Ego itu tugasnya menghancurkan semuanya termasuk diri sendiri, dan ego Lo itu besar."
-Karel Rajaksa-

Gara bungkam, ia menelaah kalimat yang meluncur dari mulut Karel.
"Ego nyokap gue lebih besar," bantah Gara emosi.
"Gak perlu tahu siapa yang punya ego lebih besar, kalau mau semua membaik, turunin egonya. Ego bisa bikin Lo hancur," Karel menggeleng, mulutnya serasa ingin berbuih.

Gara tertawa kecil,
"Mending gini aja udah," Gara bangkit dari duduknya. Membersihkan bajunya dari rerumputan yang menempel.

"Thanks," Gara berjalan meninggalkan Karel yang tersenyum getir.

"Bodoh, sialan, ego tolol, bohong kalo gue gak mau akrab sama Mama," ketus Gara di dalam kamarnya. Ia tersenyum gusar, bagaimanapun wanita itu yang telah melahirkannya.

***

Upacara di mulai sekitar 15 menit yang lalu, ini adalah upacara pertamanya di kelas XI semester awal. Gara mengernyit saat menyadari petugas pembawa bendera itu adalah gadis tadi malam.

"Woi!" Farel menyikut sikunya, Gara mengernyit sebagai ekspresi bahwa ia kesal dan ada apa?

"Ayok bolos," bisik Farel dengan nada lebih godaan.

Gara tak menanggapi, ia terus menghadap bendera. Ralat, menghadap gadis semalam itu.

"Farel, diem!" Arga sang ketua osis menegur Farel yang sejak tadi menjahili wanita di sampingnya. Farel refleks diam dan berdiri tegak kembali.

"Upacara selesai, barisan di bubarkan."
Sungguh keajaiban luar binasa. Gara berbalik badan lalu berjalan menuju kelasnya, ralat. Gara berbelok ke arah kelas X.

Karel mengerutkan keningnya melihat arah langkah Gara. Kelas X? batinnya bingung. Karel tersenyum dan mengikuti pria itu dari belakang.

Gara terus menelusuri koridor kelas X, mencari kelas yang di tempati oleh sosok gadis tadi malam. XC!

Gara berdiri di depan pintu kelas XC, terlihat dingin, dan menyeramkan.
Gara menahan kedutan di bibirnya demi melihat gadis itu.

"Apa?" tanya gadis itu dengan tangan yang bersilang di depan dadanya.

Gara mengernyit, ia mendekatkan bibirnya ke telinga gadis itu.

"Lo gadis yang meluk gue tadi malam, Lo gadis yang gue tolongin, you owe me," bisik Gara tajam. Ia kembali membenarkan posisinya.

"Kamu yang mau nabrak aku ya!" pekik gadis itu hingga seisi kelas menata dirinya. Gara menatap tajam gadis itu dan menyeretnya dengan kasar ke luar kelas.

"Heh cewek pendek! Lo belum ngasih tau nama Lo, dan Lo belum bayar hutang budi semalam!" bentak Gara emosi. Detik berikutnya Gara terdiam, ia baru menyadari bahwa dirinya telah kasar pada gadis kecil itu.

Gara menghela napas, "sorry," Gara berkata lembut, ia tidak mau di cap pria kasar. Dugaan Gara meleset, ia berpikir gadis itu tidak akan menangis dan akan marah. Ternyata terbalik, gadis itu menangis.

Gara refleks membekap tubuh gadis itu,
"Jangan nangis," ucapnya masih memeluk tubuh gadis itu.

Gadis itu membalas pelukan hangat Gara,

"you're annoying!" bisik gadis itu masih dengan isak tangisnya.

Gara melepas pelukannya, ia menghapus air mata gadis itu. "Sorry,"

Gadis itu tersenyum manis dan mengangguk,
"Elisya," ia mengulurkan tangannya.

"Elgara," Gara tidak membalas uluran tangan gadis itu.

"Kak El!" ucapnya kesal sambil meraih tangan Gara untuk membalas uluran tangannya. Gara menahan tawanya, ia hanya diam menurut.

"Okei, babay!!" gadis itu tersenyum dan masuk ke dalam kelasnya. Elgara berjalan menjauh meninggalkan kelas XC tanpa ekspresi.

"Wih, selamat, udah cewek baru aja," dengan tiba-tiba Karel merangkul pundak Gara setelah melewati lorong kelas X.

"Ck," Gara berdecak dan melepas kasar rangkulan Karel.

Karel diam dan mencibir pelan, cowok aneh! Sok misterius!

Hari ini jam kosong, guru-guru masih sibuk mengurus jadwal pelajaran.

Lima anggota inti Vegas yang bersekolah di SMA 88 Bandung itu berkumpul di meja kantin atas.

"Woi bagi uang," terdengar suara yang tak asing bagi telinga kelimanya. Sontak secara bersamaan mereka menghadap ke arah sumber suara, belakang.

Petra, pria kelas XII itu tengah memalak anak kelas X. Gara bangkit dari duduknya.

"Gausah ngemis, ketara miskinnya boy," ucap Gara sarkas. Sebenarnya itu bukan urusan Gara, namun saat melihat gadis yang dipalak adalah Elisya, Gara tidak bisa diam.

"Wau, sok jago Gar?" Petra maju ke arah meja anggota Vegas.

Farel berdiri dan mengambil cermin dari sakunya, "Ngaca," Farel mengarahkan cermin itu pada Petra. Gelak tawa renyah menguasai kantin, baik ibu kantin dan seluruh siswa yang ada di kantin.

Elisya tersenyum manis dan berjalan menuju meja Gara, ia berdiri tepat di samping Gara.

Elisya mengeluarkan permen tusuk itu dari mulutnya, ia menjulurkan lidahnya ke arah Petra.

"Lo-"

Gara menahan tangan Petra yang ingin menjambak rambut Elisya.

"Gausah macem-macem," Gara menghempaskan tangan Petra dengan kasar.

"Pergi, Pet. Atau mau gue antar ke ruang BK?" Arga si ketua osis berkata penuh penekanan.

"Bye sayang, nanti dedek temanin ngemis," ucap Jevran dengan sarkasnya.

"Dia Elisya,"

Kita dan Bandung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang