Six

6 0 0
                                    

"Kok bisa pingsan?"tanya Jevran saat pintu ruangan itu ditutup oleh dokter dengan Elisya di dalamnya.

"Demam ting-"

"Oalah, gue juga pernah santai aja gak parah juga," sela Reyhan salah satu anggota umum Vegas. Gara bangkit dari duduknya.

"Jangan pernah banding-bandingin cewek gua dengan hal apapun," Gara menatap tajam wajah Reyhan yang langsung tertunduk takut.

"Udah, Gara," ucap Karel menenangkan, Gara menghela napas dan kembali duduk dengan napas memburu.

"Ada baiknya kita telepon orang rumah dia gak sih?" usul Alan dengan hati-hati.

"Iya biar tahu, Lisya semalam nginap juga ortunya gak tau," dukung Farel. Gara menatap Alan dan Farel bergantian dan akhirnya mengangguk setuju.

"Nomornya?" tanya Jevran bingung.

"Ada gue bray," Alex menepuk dadanya, ia mengeluarkan satu ponselnya dari dalam saku celananya.

Alan tertawa kecil dan ikut mengeluarkan ponselnya, mereka berdiskusi dan saling memencet tombol-tombol perangkat lunak yang ada di dalam ponsel itu. Hingga beberapa menit.

"Oke, kita call," semua melotot terkejut.

"Bukan nomor tukang sedot WC kan?" tanya Gara saat Alan menyodorkan ponsel yang tengah menelepon sebuah nomor.

"Lain, tukang bakso itu," ketus Alan emosi.

"Ya kali mau sedot WC rumah sakit, Gar. Yang benar aja," kesal Alex, mereka semua tertawa hingga ponsel Alan mengeluarkan suara seorang wanita.

"Sst.." tegur Arga.

"Anak Lo, Elisya. Masuk rumah sakit,"

"Yang sopan anjir," Karel menyikut siku Gara.

Gara mengangkat tangannya siap menonjok Karel namun urung karena,

"Oh, iya."

Klik.

Mama Elisya memutuskan panggilan teleponnya.

"Gila!" maki Gara emosi.

"Salah satu bisa ikut saya?" seorang dokter dengan tubuh jangkung keluar dari ruangan Elisya.

Gara berdiri dari duduknya dan mengangguk, ia mengikuti dokter itu ke sebuah ruangan.

"Saya dokter Bian,"

"Saya Elgara," Gara duduk dihadapan dokter yang tengah menulis di secarik kertas.

"Ya, terkait penyakit saudari Elisy-"

"P-penyakit?" potong Gara gugup.

Dokter itu mengangguk ragu,

"Lemah jantung," ucap dokter itu pelan.

Gara mematung, tubuhnya menegang, gadis itu mempunyai penyakit jantung

"Ini penyakit serius, Elisya tidak boleh lelah dan tidak diperbolehkan makan sembarangan, ini-"

Suara pintu terbuka memotong kalimat dokter Bian.

"Permisi, saya orang tua Elisya."

Seorang wanita masuk ke dalam ruangan itu, dengan rambut terurai dan baju dress selutut yang ketat. Gara memandang tidak suka pria itu.
"Elisya sakit lemah jantung," ucap Gara datar. Ternyata ia salah sasaran, ekspektasinya mengatakan wanita itu akan terkejut dan khawatir.

***

"Kak El!" sapa Elisya saat Gara masuk ke dalam ruang rawatnya. Gara tersenyum getir melihat tangan gadis itu yang terpasang selang infus. Gara mendekat dan duduk di samping kasur Elisya.

Gara berderham, mengisyaratkan agar anggota lainnya keluar.

"Cepat sembuh, gue gak suka liat lo diikat selang begini," tutur Gara lembut.

Elisya tersenyum getir, "Gue sakit apa?" tanyanya dengan senyuman tipis, senyuman yang membuat ngilu hp


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kita dan Bandung Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang