"Kau benar-benar sudah sehat?"
Elea mendengkus saat untuk kesekian kalinya Belle menanyakan hal yang sama. "Bukankah sudah waktunya kau berangkat kerja? Pergilah. Kau harus mencari uang yang banyak," candanya, yang langsung mendapat delikan sebal. Elea tertawa saja menanggapinya.
"Kabari aku jika butuh sesuatu. Kau harus tetap banyak beristirahat sekalipun tubuhnya mulai terasa membaik."
"Baik, Sayangku. Kau tidak perlu khawatir begitu." Elea sengaja menjawab dengan nada yang dibuat manja. Setelah kembali mendapatkan delikan sebal dari Belle, Elea membalas pelukan sahabatnya itu dengan lembut. "Hati-hati di jalan," ujarnya yang langsung ditanggapi anggukkan kepala oleh Belle. Setelah mengantarkan Belle pergi, Elea kembali masuk ke dalam rumah—yang suasananya seketika sunyi.
Elea menghembuskan napas pelan saat teringat jika Earl tak pernah kembali ke rumah sejak hampir dua minggu terakhir. Selama Elea sakit beberapa hari ini pun, Earl tak datang sama sekali. Elea tahu seharusnya ia tidak meratap. Sejak bertemu dalam mimpi dengan ibunya, Elea semakin yakin akan perpisahan dan keputusan menjauh dari kehidupan di kota ini. Tetapi melihat kembali bagaimana Earl sama sekali tidak memberikan sedikit pun kepedulian untuknya, tetap saja membuat Elea merasa sakit. Beruntung kehadiran Belle yang menginap di rumah ini dengannya sejak ia sakit cukup membuatnya merasa lebih baik. Setidaknya, Elea tidak perlu merasa sendirian saat tubuhnya sedang lemah.
Ketika Elea baru saja akan membuka laptopnya—karena sejak dua hari lalu, ia sudah mulai membuka kembali sesi curhat dan mengatur beberapa jadwal untuk klien-kliennya—sebuah email masuk ke ponselnya. Tiba-tiba saja Elea merasa jantungnya berdebar hebat saat melihat nama rumah sakit yang empat hari lalu didatanginya—setelah Belle pergi bekerja. Elea merasa jika ada yang salah pada tubuhnya karena itu ia memilih memberanikan diri untuk melakukan pemeriksaan setelah beberapa hari rasa nyeri di pinggangnya tak kunjung mereda—tidak seperti sebelum-sebelumnya.
Tak sampai dua jam dari email masuk yang diterimanya, Elea akhirnya duduk di depan seorang dokter pria paruh baya. Elea sama sekali tidak sepenuhnya bisa mendengar penjelasan dokter setelah satu vonis itu diungkapkan dengan nada pelan.
Glioblastoma multiforme. Di mana merupakan tumor ganas yang memerlukan perhatian khusus dan serius.
"Aku tahu ini pasti sangat mengejutkan untukmu. Tapi sebagai dokter, aku pasti akan berusaha melakukan yang terbaik demi kesembuhanmu. Kuharap kau tidak menyerah pada keadaan ini."
Elea masih terdiam sejak tadi dokter menjelaskan jenis penyakitnya. Menatap kosong pada layar komputer yang menunjukkan gambar hitam putih yang berhasil membuat dunianya luruh dalam sekejap. Elea ingin menangis. Menjerit, meraung jika bisa. Nyatanya, Elea seolah tak mampu mengeluarkan semua itu—dan tentu berhasil membuatnya sesak bukan main.
Dokter paruh baya yang bernama James itu tentu saja menyadari kesedihan dan kekalutan yang dirasakan oleh pasiennya ini. "Menangis saja jika memang itu bisa membuatmu merasa lega. Tidak ada yang salah meluapkan kesedihan dengan menangis."
Kalimat itu membuat Elea justru menggigit bibir bawahnya. Semakin berusaha menahan air mata yang sejak tadi memang sudah ingin keluar. Elea tidak bodoh untuk menyadari jika keadaannya saat ini sudah membahayakan hidup. Mengapa rasanya Tuhan begitu jahat padanya? Setelah tidak diinginkan oleh siapa pun, haruskan ia mati karena menderita penyakit berbahaya ini?
"Nona..."
"Selama ini aku tidak pernah merasakan sakit yang parah. Hanya sakit kepala dan mual. Itu pun masih dapat kutahan. Apa mungkin hasilnya salah? Aku merasa baik-baik saja," ujar Elea dengan nada bergetar.
Dokter James sudah terlalu sering mendengar kalimat penyangkalan seperti ini. Ia tidak marah dengan keraguan yang dirasakan pasien—yang memang sedang merasakan kehancuran. "Kita bisa melakukan pemeriksaan lagi untuk memastikan hasil pastinya," ujarnya, berusaha memberi ketenangan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Easy on Me
Genel KurguSong Series #6 You can't deny how hard I have tried I changed who I was to put you both first But now I give up Go easy on me, baby [Easy on Me - Adele] "Kali ini, aku akan membebaskanmu, Earl. Selamanya." "Selamanya?" "Ya. Aku akan menghilang dari...