Tenang, tenang.
MC nya bakalan tetap Nara kok!
Cuman yaa mau nunjukin aja masa lalunya si Bian gimana:^
so, please stay tuned guys!***
Angin malam terasa menusuk kulit. Memasuki bulan yang berakhiran 'ber' cuaca memang begitu tidak bersahabat.
Abian merapatkan jaketnya, motor yang ia kendarai berhenti perlahan. Telah sampai ke tujuan.
RUMAH TAHFIDZ AL-BAIHAQI
"Abian?"
Abian menoleh cepat ke arah sumber suara di belakangnya. Sosok Guru yang biasa mengajarinya selama di rumah tahfidz menyapanya.
"Ustadz Yusuf! Assalamu'alaikum yaa Ustadz, kaifa haaluk?" Abian mencium tangan Ustadz Yusuf takzim.
Pria paruh baya tersebut mengusap jenggotnya yang lebat. "Wa'alaikumussalam. Ana bi khair, wa anta?"
"Ana bi khair. Alhamdulillah," Abian tersenyum lebar.
"Alhamdulillah. Setelah libur yang panjang, akhirnya kelas tahfidz kita mulai aktif kembali." Ustadz Yusuf menepuk punggung Abian, menyuruhnya segera masuk.
"Ayo kita masuk! atau nanti akan terlambat ikut acara pembukaan,"
"Baik, Ustadz."
***
BRAKK!!
"Sudah berapa kali Abah nasehati Bian?! Kenapa bikin malu nama Abah? Kenapa bikin malu nama pesantren?!"
Sebuah kayu rotan dilayangkan, punggung Abian menjadi sasarannya.Abian terdiam menahan rasa sakit. Peluh di di dahinya bercucuran deras.
"Abah, sudah! Bian tidak sepenuhnya salah!" Shafiya mencoba menghalangi suaminya. Tangannya gemetar menahan tangis.
Ghassani yang masih berusia sembilan tahun bersembunyi dibalik tirai. Duduk sambil memeluk lutut. Tubuhnya gemetar menahan rasa takut, serta menahan tangis. Baru kali ini dia melihat Abah semarah itu.
Abah yang biasanya hanya akan diam jika marah. Abah tidak pernah membentak anaknya, bahkan main fisik pun tidak pernah.
"Abah nggak mau tau! Kamu mondok di pesantren Al-Mubarak, tempat Abi Haris. Abah tidak menerima bantahan!"
"Abah! Bian nggak mau mondok!" Abian berusaha menyuarakan isi hatinya.
Kenangan itu kembali menguak pikiran. Abian memijat pelipisnya. Matanya terasa berat, dunia seakan berputar.
"Allahu Akbar! Abian!"
***
Bau mint dari freshcare memenuhi hidung. Abian mengerjap perlahan, matanya sontak menyipit begitu cahaya lampu masuk ke indera penglihatannya.
"Ummi?" Abian menoleh ke samping kanannya. Dilihat Ghassani yang terlelap karena lelah menjaganya.
"Eh, udah sadar Bang?" Ghassani bangun dari tidurnya. Dia menempelkan tangannya pada dahi sang Abang.
"Gue nggak demam," Abian melepaskan tempelan tangan Ghassani dari dahinya.
"Ya kan, cuma ngecek sih." Ghassani menarik tangannya kembali. Dia merogoh sakunya dan menyodorkan minyak kayu putih kepada Abian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ABIANARA
Teen FictionTanpa diduga sekalipun, Nara menemukan cinta pertamanya di perpustakaan. Ralat, di parkiran. Baru hari pertama, sudah boncengan sepeda berdua. Walau dengan alasan konyol-Abian yang iseng menumpang. Masalahnya, Abian cowok misterius yang tertutup den...