06. Un-crush?

13 7 0
                                    

apa ini g terlalu rollercoaster banget?
Nara cepet banget berubah perasaannya🙉

***

"Enak aja!"

Abian yang menenteng beberapa buku bahasa indonesia, langsung menjatuhkannya ke atas meja dengan kasar. Rasa terkejut begitu menguasai amarahnya.

"Lo pikir, anak jurusan bahasa kekurangan potensi?!" bentaknya sambil mendorong bahu Nara kasar.

Muka Abian merah padam, emosinya memuncak. Ia menatap Nara tajam.
"Jangan remehin kemampuan jurusan bahasa!" ujarnya sambil menuding Nara.

Nara memicingkan mata, ia berkacak pinggang seolah menantang lawan bicaranya.

"Siapa yang ngeremehin anak bahasa? Siapa?!" balasnya tak mau kalah.

"Gue cuman minta izin ke Bu Ulya buat berpartisipasi. Nggak ada sama sekali niatan buat ngeremehin kelas lo itu!" Nara membela dirinya.

"Ya, sama aja! Secara nggak langsung berarti lo--"

"ABIAN! NARA!"

Dua pasang mata yang berhadapan itu sontak terdiam. Menunduk malu.

"Sudah! Kalau mau ribut, jangan di ruang guru. Nggak etis rasanya, Nak." Ulya memperingati kedua muridnya.

"Saya meminta maaf yang sebesar-besarnya Bu," Nara membungkukkan badannya.

"Tapi, bukan kah semua siswa diperbolehkan mengikuti setiap event atau lomba yang diikuti sekolah?" lanjutnya, sambil tersenyum miring kepada Abian.

Ulya mengangguk. "Itu benar. Yang berminat, boleh-boleh saja. Tapi tetap saja Nara, semua peserta akan di seleksi." jawab nya.

"Berarti saya boleh mendaftar sebagai peserta untuk seleksi OSN di bidang bahasa indonesia 'kan Bu?" tanya Nara bersemangat.

"Tapi Bu, bukan kah persyaratannya, masing-masing siswa hanya boleh mengikuti satu lomba? sedangkan Nara, sudah fix mengikuti olimpiade bidang astronomi." ucap Abian tidak terima.

Ulya menatap Nara untuk meyakinkan.
"Benar begitu, Nara?"

Nara mengangguk mantap. "Yang dikatakan Abian benar Bu. Tapi, tenang saja. Saya sudah mengundurkan diri dari peserta OSN bidang astronomi,"

"Kamu yakin meninggalkan bidang itu?" tanya Ulya sekali lagi.

"Ya. Sangat yakin, Bu!"

"Jika nama kamu tidak terdaftar sebagai peserta olimpiade, kamu akan apa?"

"Saya akan membuktikan bahwa sebenarnya saya pantas dan bisa mengikuti olimpiade itu!"

"Nara..." Ulya menghembuskan napas. Cukup sulit untuk membuat keputusan. Di sisi lain Nara adalah murid berprestasi, hampir seluruh nilai yang ia peroleh sempurna.

"Ibu akan menerimamu. Dengan syarat, kamu akan bertanggung jawab atas segala konsekuensinya."

Nara mengangguk dengan sangat yakin. "Baik Bu,"

Ia melangkah keluar dengan gembira. Sebelumnya, ia sempat menjulurkan lidah ke arah Abian.

Jangan sangat percaya diri, Nara. batin Abian.

Bendera perang telah dikibarkan.

***

"Gimana?" tanya Mentari penasaran.
Dilihatnya rambut pendek sebahu milik Nara melambai-lambai kegirangan.

Pertanda baik! batin Mentari.

"Ya! Sesuai prediksi kita dari awal," Senyum Nara mengembang. Mentari mengepalkan tangannya ke atas. Yes!

"Tapi..."

"Lah katanya berhasil?"

Nara mengangguk. Mukanya yang ceria tiba-tiba menjadi beringas. Kakinya ia hentak-hentakkan karena kesal.

"Entah kenapa gue kesel banget sama anak bahasa sekarang," ucapnya. Lè minerale yang berisi 330 ml itu langsung tandas di tegaknya.

Dahi milik Mentari mengernyit.
"Tiba-tiba banget?" tanya Mentari tak paham.

"Habisnya!" tangan Nara menggebrak meja di depannya. Membuat Mentari terperanjat kaget.

"Sorry, hehe."

"Lanjut aja. Terus?"

"Gue ketemu si Abianj*ng itu! Sumpah ngeselin banget!" umpat Nara geram.

"Ekhem" Mentari berdehem pelan. Ia memperingatkan Nara dengan isyarat matanya. Lo kalo ngomong nggak usah pake carut-marut bisa nggak sih?

"Maaf. Kelepasan sih," Nara hanya cengengesan sambil menggaruk tengkuknya.

Manik cokelat gelap Mentari berotasi 360 derajat. Walaupun ia sering mendengar umpatan, carut-marut dari mulut sahabatnya itu, bukan berarti harus dibiasakan 'kan?

"Dia bilangin gue, kalo seakan-akan gue ngerendahin anak jurusan bahasa. Padahal nih, ri. Sumpah ya! Dari mulut gue nggak ada samsek tuh, nyebut anak bahasa." Nara membentuk peace pada jemari tangannya.

"Ya, mungkin perasaan si Bian aja yang kayak gitu? Mungkin dia ngerasa, kalo olimpiade bahasa, cuma anak bahasa aja yang boleh ikut?" Mentari menimpali dengan pendapatnya.

Nara mengangkat bahunya. "Kayaknya iya. Padahal sama aja dengan bidang yang lain, matematika, fisika, biologi, kimia, ekonomi, boleh diikutin sama siapa aja yang berminat 'kan?"

Mentari menganggukkan kepalanya. Ia setuju dengan pendapat dari Nara.
"Tapi susahnya di mereka, ra. Karena yang lebih mendalami ilmu itu kita! Anak IPA!"

"Iya. Kalo itu gue tau, ri." Nara manggut-manggut mengerti.

"Kalo gitu, nggak ada larangan buat gue ikut olim itu kan, ri?"

"Ya jelas enggak lah. Everything will be fine, ra. You just should be strong to face it, I always here for you."

"Gue tau itu, ri. Akan dan selalu. Tapi..."
Nara menghembuskan napasnya.

"Gue kayak nggak ada rasa lagi dengan Bian?"

Mentari sontak melemparkan tisu ke arah Nara. Ia meminimalisir rasa terkejutnya dengan menyelidik Nara.

"Yang bener aja lo?! serius?" tanya Mentari tak yakin.

"Ya, nggak tau. Cuma ya..." Nara menggaruk pipinya. Matanya menghadap ke sembarang arah. Bingung harus mengatakannya bagaimana.

"Nggak, nggak mungkin!" Mentari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia menatap Nara sambil menyengir.

"Awas lo, senyam-senyum berkedok salting pas liat Bian ya! Gue tandain lo!

Nara menjulurkan lidahnya ke arah Mentari. "Biarin, wleee"

"Yeay! Resmi un-crush!" Nara mengepalkan kedua tangannya ke langit.

Mentari merotasikan kedua matanya.
"Ngawur lo! Move on nggak secepat itu kali!"

"Yaa biarin? yang penting un-crush dulu,"

Serius Nara un-crush secepat itu? Hatinya terbuat dari apa sih? Aneh! Mentari membatin, mengabaikan tingkah aneh dari Nara.

***

Lo pikir move on enak?
Gue yang enam tahun aja masih... eh!🤭🤭

btw, guys kalo misalnya kalian mau berkomentar, ngasi kritikan atau saran. Sangat diperbolehkan yaa🤗

spam vote dan komen!

spam next di kolom komentar👇🏻🤗

ABIANARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang